3 Negara Jegal "Bali Road Map"

Sumber:Pikiran Rakyat - 15 Desember 2007
Kategori:Climate
NUSA DUA, (PR).- Sikap tiga negara, yaitu Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang yang tidak mau terikat dua agenda "panas" dalam Konferensi PBB untuk Perubahan Iklim (UNCCC), menyebabkan tidak tercapainya kesepakatan sesuai batas waktu, Jumat (14/12). Konferensi akhirnya diperpanjang satu hari dan harus selesai Sabtu (15/12) ini.

Dalam sidang kemarin, beberapa kali dilakukan perpanjangan waktu pembahasan pengurangan emisi karbon dan penetapan tahun 2009 sebagai batas akhir implementasi "Bali Road Map".

"Keputusan akhir sudah harus disampaikan kepada Presiden Konferensi Rachmat Witoelar pada pukul 00.00 WITA," kata Sekretaris Eksekutif Konvensi Kerangka Kerja PBB untuk Perubahan Iklim (UNFCCC) Yvo de Boer, dalam jumpa pers pukul 21.30 WITA di Bali International Convention Center (BICC) Nusa Dua Bali, Jumat (14/12).

Bila batas akhir penyampaian laporan kepada presiden konferensi terlaksana, diperkirakan sidang pleno baru akan dilaksanakan Sabtu (15/12) pagi. Pada pukul 11.00 WITA, Sekjen PBB Ban-Kie Moon dijadwalkan menghadiri konferensi.

Sejak awal, kubu Amerika Serikat, Kanada, dan Jepang memang tidak menginginkan hasil yang mengikat, baik menyangkut besaran pengurangan emisi karbon maupun deadline pembahasan fase 2 Protokol Kyoto pada 2009.

Padahal, negara kelompok G-77 yang beranggotakan 130 negara dan Uni Eropa mendukung ditetapkannya indikator pengurangan emisi sebesar 25% - 40% pada 2020 dibanding level 1990 sebagai sebuah kesepakatan yang mengikat.

Selain itu, dipastikan hasil konferensi ini tidak akan diberi nama "Bali Road Map". "Karena apa-apa yang dihasilkan di sini adalah bagian dari `Bali Road Map`. Jadi, mungkin kita menggunakan nama lain, namun itu belum diputuskan juga," katanya.

Meski begitu, dia berharap semua agenda diselesaikan karena sifatnya paralel. "Semuanya saling berhubungan, jadi kalau satu tidak selesai akan mengganggu pelaksanaan agenda lainnya," katanya.

Juru bicara kelompok negara-negara anggota G-77, Munir Akram menyatakan, pihaknya harus berjuang keras untuk mempertahankan apa yang menjadi tujuan bersama. "Sampai-sampai perlu 7 hari hanya untuk menyetujui building block saja. Kita harus berjuang keras untuk mengamankan posisi bersama, terutama kebutuhan dalam konteks transfer teknologi dan keuangan," ujarnya.

Menurut dia, meski jumlah negara maju yang menghambat negosiasi hanya sedikit, namun menjadi kekhawatiran negara G-77 bahwa komitmen Protokol Kyoto bisa tergantikan dengan konsensus lain. "Tentu saja kami tolak, karena kami butuh komitmen yang mengikat terhadap target-target sesuai yang disepakati dalam Protokol Kyoto. Sikap yang mereka tunjukkan sangat tidak adil dan tidak berdasar karena akar dari pemanasan global adalah karena kegiatan negara industri," katanya.

Bahkan, AS yang disebutkan bersikukuh atas sikapnya menolak pemenuhan target penurunan emisi karbon sesuai amanat Protokol Kyoto, secara konsisten tetap resisten terhadap tuntutan negara berkembang. Sikap ini malah kemudian mendapat dukungan dari Jepang dan Kanada.

"Sampai saat ini, tidak ada atensi mereka untuk bergabung mengurangi emisi karbon. Sebagai negara berkembang, kami tidak memiliki aturan mengikat terhadap kesepakatan Protokol Kyoto, tapi secara sukarela melakukannya. Sedangkan mereka yang benar-benar menjadi penyebab, seolah memalingkan muka dan tidak peduli sama sekali," katanya.

Tanda-tanda gagalnya kesepakatan itu sudah dirasakan. Perundingan berjalan alot dan harus diperpanjang hingga dinihari. (A-75/A-80/A-158)



Post Date : 15 Desember 2007