30 Tempat Sumber Air Mengering

Sumber:Suara Merdeka - 07 Juni 2005
Kategori:Drainase
KLATEN - Sulitnya mendapatkan air untuk mengairi lahan pertanian di Klaten, sangat dirasakan petani di daerah itu. Salah satu sebab berkurangnya air irigasi itu adalah berkurangnya jumlah sumber air. Ada 30 tempat mata air yang kini telah mengering.

''Dari 162 sumber air yang ada di Klaten, kini tinggal 132 sumber, karena yang 30 di antaranya sudah tidak berfungsi,'' kata Kepala Dinas Pekerjaan Umum (DPU) Klaten, H Soekemi, kemarin.

Dia menyebut ada tujuh masalah yang menyebabkan berkurangnya air untuk pertanian. Yaitu pelanggaran pola tanam, kerusakan sarana irigasi, kerusakan daerah tangkapan air, pemanfaatan air irigasi untuk kepentingan lain, kurangnya tenaga pengairan, manajemen air yang kurang baik, dan adanya preman air.

''Petani sulit sekali menerapkan pola tanam. Sampai-sampai pola tanam diatur dengan SK Bupati, tapi tetap tidak dipatuhi. Pada 2001, terjadi pelanggaran pola tanam seluas 14.102 hektare, 2002 seluas 22.745 hektare, 2003 seluas 13.757 hektare, dan pada 2004 seluas 11.779 hektare,'' ujarnya.

Pelanggaran pola tanam itu, terjadi di daerah Delanggu, Pedan, Jatinom, Gondang, dan Klaten Kota. Air yang seharusnya hanya diperlukan sedikit untuk mengairi palawija, dipaksa mengairi sawah yang perlu banyak air. Akibatnya, daerah hilir tidak dapat air, karena penyerobotan di tengah jalan.

''Kerusakan sarana irigasi yang ada saat ini mencapai 40 %. Klaten mempunyai 617 bendung, 602 km saluran primer dan sekunder, serta 5.402 bangunan air. Sebagian bangunan tinggalan zaman Belanda itu sudah diperbaiki, tapi sebagian masih menunggu dana,'' ujarnya.

Dia menyebut, Pemkab sudah mengalokasikan dana sekitar Rp 22 miliar selama 2003-2005 untuk perbaikan bendungan, saluran air, pintu air, dan pemberdayaan P3A. Namun diakuinya, semua itu belum mampu menyelesaikan masalah.

Kekurangan Tenaga

Selain masalah kerusakan bangunan air, Pemkab juga kekurangan tenaga pengairan. Saat ini, Klaten hanya mempunyai 23 petugas air untuk menjaga bangunan dan saluran air sebanyak itu. Padahal, idealnya harus ada 213 petugas.

''Upaya Pemkab untuk mengatasi kekurangan air pertanian telah dilakukan dengan berbagai cara. Selain perbaikan sarana irigasi, juga pemasangan pompa dan pembuatan sumur pantek. Tapi, hal itu juga menyebabkan masalah. Sebab bila disedot untuk pertanian, air untuk konsumsi menjadi berkurang,'' kata Soekemi.

Kepala Dinas Pertanian dan Ketahanan Pangan, H Parwadi, mengatakan, ada delapan kecamatan yang selalu mengalami kekurangan air pertanian. Yakni Kecamatan Bayat, Wonosari, Juwiring, Karanganom, Cawas, Gantiwarno, Karangdowo, dan Jogonalan.

''Yang mengalami kekeringan, sebagian besar adalah sawah tadah hujan. Di musim kemarau, daerah itu seharusnya tidak menanam padi. Tapi karena sudah kebiasaan, maka petani sulit untuk menanam yang lain. Padahal, kebutuhan air untuk palawija hanya seperlima padi,'' ujar Parwadi.

Untuk mengatasi kekeringan, petani mengajukan permintaan bantuan pompa, sumur gali, dan sumur pantek.

Pada 2003, ada bantuan 227 unit pompa, 89 sumur gali, dan 136 sumur pantek; sedangkan pada 2004 ada bantuan 24 pompa dan 17 sumur gali.(F5-51a)

Post Date : 07 Juni 2005