|
DEMAK, KOMPAS - Banjir kembali melanda tiga desa di Kecamatan Mijen, Kabupaten Demak, Jawa Tengah. Bencana itu disebabkan jebolnya tanggul Sungai Wulan sepanjang 7 meter. Hingga Minggu (21/4), sebanyak 7.000 warga masih mengungsi. Banjir yang terjadi pada Sabtu (20/4), pukul 19.30, itu menggenangi Desa Mijen, Desa Ngelo Kulon, dan Desa Pecuk dengan ketinggian air mencapai 1 meter. Sebanyak 7.000 warga di tiga desa itu mengungsi di tanggul, emperan toko, tenda pengungsian, balai desa, dan sejumlah sekolah. Sebelumnya, pada Selasa (9/4), tanggul Sungai Wulan di Desa Mijen jebol sepanjang 50 meter. Hal tersebut menyebabkan 14.557 warga di delapan desa di Kecamatan Mijen dan Wedung mengungsi. Camat Mijen Sugiyanto, Minggu (21/4), mengatakan, sebenarnya Dinas Pengelola Sumber Daya Air (DPSDA) Jateng telah menutup tanggul lama yang jebol. Akan tetapi, lantaran debit air Sungai Wulan sebesar 900 meter kubik per detik, tanggul yang baru saja diuruk beberapa hari lalu itu tidak kuat dan kembali jebol. ”Kami berharap agar instansi terkait memperbaiki tanggul itu secara permanen supaya kejadian yang sama tidak terulang lagi. Kami juga berharap pembagian banjir di pintu Bendung Wilalung ditata ulang. Banjir selalu mengarah ke Demak,” katanya. Sugiyanto menambahkan, selama ini penutupan tanggul tidak berjalan lancar karena terkendala ketersediaan tanah urukan. Tujuh ekskavator pun kerap kehabisan dan kesulitan mendapatkan solar karena harus antre di stasiun pengisian bahan bakar untuk umum. Banjir tersebut juga menggenangi Jalan Raya Jepara-Demak di Mijen dengan titik air tertinggi 1 meter. Hal itu menyebabkan arus lalu lintas Jepara- Demak ditutup dan dialihkan melalui Kudus. ”Kami telah memasang papan informasi tentang penutupan Jalan Raya Jepara-Demak di pertigaan Tanggulangan, Demak, ataupun di pertigaan Gotri, Jepara. Arus lalu lintas kami alihkan melewati Kudus hingga banjir surut,” kata Wakil Kepala Kepolisian Resor Demak Komisaris Agus Darojat. Sarmani (38), warga Desa Jleper, mengaku, Pemerintah Kecamatan Mijen telah meminta warga untuk mengungsi pada Jumat (19/4) dan Sabtu siang. Pasalnya, air Sungai Wulan terus meninggi. Bantaran sungai Hingga Minggu (21/4) pagi, air bah yang sempat menerjang 10 rumah di Desa Dukuh, Kecamatan Indramayu, Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, Sabtu malam, sudah surut. Warga meminta pemerintah mengeruk Kali Cimanuk yang sudah dangkal sehingga banjir tidak terulang. Pada Minggu, genangan air tersisa di halaman rumah warga dan jalan kampung. Genangan setinggi 10 cm itu disertai sampah, dan menimbulkan bau tak sedap. Beberapa warga juga disibukkan dengan aktivitas membersihkan rumah dan mengeringkan perabotan mereka yang terendam. Jaenal (42), seorang warga, menuturkan, limpahan air dari Kali Cimanuk itu sudah tiga kali terjadi sejak 2012. Penyebabnya tanggul alami berupa gundukan tanah yang ada di sepanjang Kali Cimanuk habis dikeruk untuk pembuatan batu bata. ”Tanah-tanah di bantaran sungai habis dikeruk untuk dijadikan batu bata. Setiap kali hujan deras, air Cimanuk pun langsung melibas rumah warga. Tidak ada yang menghalangi air lagi. Padahal, gundukan tanah di bantaran sungai itu dulu ketinggiannya sampai 5 meter,” katanya. Di belakang rumah Jaenal, bantaran kali memang tanahnya sudah habis dan hanya menyisakan lumpur dari sungai. Ketinggian permukaan sungai dan tanah di sekitar hampir sama. Sementara itu, sekitar 500 meter dari rumah Jaenal adalah sentra pembuatan batu bata. Usaha itu menjadi gantungan hidup warga setempat. Sayangnya, usaha itu berisiko memicu kerusakan lingkungan. Warga mengambil bahan baku dari tanah di bantaran sungai. (HEN/REK) Post Date : 22 April 2013 |