Lombok defisit air 130 juta meter kubik

Sumber:Antara News - 5 Maret 2013
Kategori:Air Minum
Pulau Lombok, Provinsi Nusa Tenggara Barat, mengalami defisit air rata-rata mencapai 130 juta meter kubik dan mengancam sekitar 70 persen lahan pertanian serta pasokan air bersih bagi masyarakat.

Direktur Yayasan Masyarakat Nusa Tenggara (Samanta) Dwi Sudarsono pada acara Bincang-bincang Masyarakat dan Adaptasi Perubahan Iklim di Mataram, Selasa, mengatakan pada 1980 jumlah mata air di NTB mencapai 702 titik mata air, namun pada 2006 hanya tersisa 180 titik mata air.

"Defisit kebutuhan air di Pulau Lombok itu cukup beralasan karena terjadi penurunan debit di beberapa sungai dari tahun 2003-2008. Trend penurunan potensi air juga terjadi di skala NTB," katanya ketika menyampaikan makalah.

Tahun 1995 potensi air sebesar 45.147,28 mcm, namun mengalami penurunan secara signifikan pada 2005 mencapai 34.274 mcm atau menurun 10.900 mcm atau mengalami penurunan rata-rata 3.427 mcm per tahun.

Meskipun tidak semua wilayah di NTB, menurut Dwi, Pulau Lombok juga mengalami kerentanan dari sektor pertanian dengan menyertakan indikator tingkat kesejahteraan.

Beberapa kabupaten dan bagian kabupaten rentan terhadap perubahan iklim, seperti wilayah Lombok bagian selatan, sebagian Lombok Timur dan sebagian Lombok Utara rentan terhadap perubahan iklim. Bahkan Kecamatan Bayan, Lombok Utara, dikategorikan sebagai daerah yang sangat rentan terhadap perubahan iklim.

Indeks kerawanan pangan tersebut dinilai dari indikator, di antaranya ketersediaan pangan, akses kesehatan, pemanfaatan dan penyerapan pangan dan kerentanan pangan.

"Kabupaten Dompu merupakan wilayah dengan indeks kerawanan tertinggi, yakni 0,62, pada posisi tertinggi kedua dengan nilai 0,60 disusul masing-masing Kabupaten Lombok Timur, Lombok Barat, Sumbawa dan Lombok Timur," katanya.

Kerentanan NTB terhadap perubahan iklim juga tidak terlepas dari luasnya lahan kritis di NTB yang mencapai 529.972 hektare atau 26,9 persen dari luar daratan. Lahan kritis di luar kawasan hutan lebih tinggi mencapai 368.344 hektare.

Mengenai kerentanan sektor pesisir dan laut di NTB, Dwi mengatakan, dengan tingkat kenaikan permukaan air laut pada 50 tahun kedepan bergerak ke angka 25-40 cm.

"Berbagai kejadian rob dan abrasi pantai semakin memperlihatkan bahwa area mangrove juga mengalami kerusakan, bahkan sebagian hutan mengrove telah hilang," katanya.

Dwi mengatakan, setidaknya terdapat empat pertanda perubahan iklim, yakni perubahan pola angin, kenaikan permukaan air laut, perubahan presipirasi dan pola hidrologi serta perubahan atmosfir dan suhu air.

"Keempat pertanda itu akan berdampak pada berbagai sektor wilayah pesisir, laut dan pulau-pulau kecil," katanya.

Setidaknya ada tujuh sektor yang akan terkena dampak negatif dari perubahan iklim. Hal ini cukup beralasan, karena sebagian besar penduduk pulau kecil seperti NTB menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian dan kelautan. Selain itu lahan pertanian dan perairan laut.


Post Date : 05 Maret 2013