Sampah Menjadi Kendala Wisata Bahari

Sumber:sinarharapan.co - 11 Desember 2014
Kategori:Sampah Jakarta
Sampah menjadi tantangan tersendiri dalam mengembangkan wisata bahari. Kesadaran masyarakat untuk menjaga kebersihan di daerah tujuan wisata masih kurang. Sampah tak cuma mengotori daratan, tapi juga lautan.

“Kita ingin mengembangkan wisata bahari, tapi salah satu tantangan yang kita hadapi adalah sampah. Beberapa destinasi wisata bahari yang kita miliki semakin lama makin kotor karena pencemaran,” ujar Rokhmin Dahuri, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan, ketika menjadi pembicara kunci dalam seminar Pengembangan Wisata Bahari Indonesia yang digelar di Jakarta, Senin (8/12).

Dalam seminar yang berlangsung hingga Selasa (9/12) itu, terungkap bawah Indonesia menjadi salah satu negara tujuan wisata. Pasalnya 60 persen coral triangle atau segitiga terumbu karang di dunia berada di Indonesia, ada 500 lebih jenis karang. Namun, wisatawan mancanegara yang senang beraktivitas di laut seperti diving, snorkeling, memancing, dan selancar juga ingin menikmati kenyamanan. 

“Turis datang ke Indonesia bukan hanya ingin melihat keindahan alam dan kebudayaan saja. Mereka juga ingin adanya rasa aman, nyaman, dan bersih. Sayangnya, destinasi wisata bahari kita kurang mengindahkan daya dukung dan kualitas lingkungan,” tutur Rokhmin.

Hal senada juga diakui Ketua Badan Pengurus Yayasan Komodo Kita, Emmy Hafild. Menurutnya, banyak wisman yang berkunjung ke Pulau Komodo, Labuan Bajo, Flores Barat, Nusa Tenggara Timur, mengeluhkan soal sampah. “Kebersihan dan sanitasi memang sering dikeluhkan oleh wisman. Bahkan, kebersihan dan sanitasi kita kalah dengan Vietnam,” katanya.

Ia menambahkan, di Labuan Bajo, sebelum yayasannya membangun 21 kakus umum, di pinggir pantai sering ditemui kotoran manusia. Selain membangun fasilitas sanitasi, pihaknya juga memberikan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di pesisir pantai untuk menjaga kebersihan.

Emmy juga mengkritik upaya yang dilakukan pemerintah daerah dengan membangun tanggul yang tinggi maupun yang melakukan reklamasi. “Menata laut tidak harus lewat reklamasi dan pembuatan tanggul yang tinggi. Secara lingkungan, itu tidak pas. Reklamasi justru buruk buat lingkungan,” tuturnya.

Direktur Pemanfaatan Jasa Lingkungan Kawasan Konservasi dan Hutan Lindung, Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan, Bambang Supriyanto menjelaskan, kawasan laut Indonesia memiliki coral triangle yang berlimpah. Flora dan fauna di bawah laut Indonesia sangat unik sehingga menarik wisatawan khususnya yang cinta dengan laut. 

Mengenai masalah sampah, Bambang menjelaskan, pihaknya bersama dengan WWF telah melakukan sosialisasi kepada masyarakat yang tinggal di pesisir pantai dengan program pendekatan ekowisata. Salah satu proyek percontohan adalah di Taman Nasional Teluk Cendrawasih, Papua. 

“Masyarakat yang tinggal di dekat taman nasional itu kami berikan pelatihan mengolah sampah menjadi produk-produk kerajinan yang bisa dijual. Selain itu, boat mereka bisa disewakan kepada wisman, menjadi pemandu wisata dan sebagainya,” ujarnya.


Post Date : 11 Desember 2014