47,5% Sumber Air Kandung E.coli

Sumber:Media Indonesia - 21 Agustus 2008
Kategori:Sanitasi

JAKARTA (MI): Sebanyak 47,5% sumber air minum yang dikonsumsi masyarakat terkontaminasi bakteri E.coli, penyebab diare. Kondisi itu semakin memprihatinkan karena 99,20% rumah tangga mengandalkan sumber air tersebut.

"Hampir semua rumah tangga di Indonesia memasak air sendiri untuk memenuhi kebutuhan air minum mereka," kata Dirjen Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan (P2PL) Departemen Kesehatan (Depkes) I Nyoman Kandun di Jakarta, kemarin.

Kandun mengatakan temuan itu berdasarkan hasil studi basic human service 2007. Tidak mengherankan, kejadian diare di Tanah Air masih tinggi. Bahkan survei Ditjen P2PL Depkes mengungkapkan angka kejadian diare nasional pada 2006 rata-rata mencapai 423 per 1.000 penduduk pada semua umur.

"Survei kesehatan rumah tangga 2001 menyebutkan angka kematian akibat diare pada anak di bawah usia lima tahun (balita) sebesar 75,3 per 100 ribu balita. Sementara itu, angka kematian akibat diare untuk semua umur sebesar 23,2 per 100 ribu penduduk," jelasnya.

Kandun menilai pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga sangat penting. Karena, hal itu akan menurunkan kasus diare hingga 39%. Untuk itu, pemerintah telah mengenalkan metode pengelolaan air minum layak berupa klorinisasi, filterisasi, dan solar water disinfectant.

Hak warga negara

Kandun mengatakan mendapatkan air layak minum merupakan hak setiap warga negara. Namun dari laporan capaian millennium development goals (MDGs) hingga 2006, baru sekitar 52,1% dari total penduduk Indonesia mendapat akses air minum layak.

Menurut Kandun, tingginya kejadian diare di samping diakibatkan pengelolaan air buruk juga disebabkan faktor perilaku hidup sehat masyarakat yang masih rendah. "Contohnya, sabun memang sudah tersebar di hampir setiap rumah di Indonesia. Namun hanya sekitar 3% rumah tangga yang menggunakan sabun untuk cuci tangan," tuturnya.

Sementara itu, survei health service program 2006 tentang persepsi dan perilaku masyarakat juga mengungkapkan kebiasaan perilaku responden untuk mencuci tangan masih rendah. Sebanyak 12% responden mencuci tangan setelah buang air besar (BAB), 9% setelah membantu BAB bayi, 14% sebelum makan, 7% sebelum menyuapi bayi, 6% sebelum menyiapkan makanan.

Hasil studi Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengungkapkan terdapat beberapa cara untuk menurunkan kasus diare. Kandun menjelaskan 32% kasus diare dapat diturunkan melalui peningkatan akses sanitasi dasar pada masyarakat, dan 45% melalui kebiasaan mencuci tangan pakai sabun.

"Sebanyak 39% melalui perilaku pengelolaan air minum yang aman di rumah tangga. Sedangkan dengan mengintegrasikan ketiga perilaku tersebut, kejadian diare dapat diturunkan hingga 94%," paparnya.

Pada kesempatan sama, Menteri Kesehatan (Menkes) Siti Fadilah Supari meresmikan peluncuran kegiatan sanitasi total berbasis masyarakat (STBM) yang akan diterapkan di 10 ribu desa. STBM merupakan kegiatan pemberdayaan masyarakat untuk mengubah perilaku agar lebih higienis, melalui lima perilaku.

Lima perilaku itu adalah berhenti buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga (PAM-RT), pengelolaan limbah rumah tangga, dan penanganan sampah yang aman.

Menkes mengatakan lewat STBM dan PAM-RT diharapkan dapat memenuhi harapan rancangan pembangunan jangka menengah (RPJM) 2004-2009 dan MDGs. Komitmen MDGs antara lain, meningkatkan penyediaan air minum yang sesuai dengan standar kesehatan, meningkatkan pengelolaan air minum rumah tangga, dan memperkenalkan aneka pilihan pengelolaan air minum. (Tlc/H-2)



Post Date : 21 Agustus 2008