475 KK di Belu Tolak Diungsikan

Sumber:Kompas - 12 Maret 2012
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Atambua, Kompas - Banjir Benanain, Kecamatan Malaka Barat, Kabupaten Belu, Nusa Tenggara Timur, kembali meluap. Namun, sekitar 475 kepala keluarga (KK) dari empat desa di kecamatan itu tidak bersedia mengungsi. Mereka ingin tetap mendampingi anak-anak yang sedang bersekolah di Besikama, Malaka Barat.
 
Warga empat desa yang diterjang banjir Benanain yakni Sikun, Lasaen, Fafoe, dan Umatoos. Keempat desa ini secara mendadak diterjang banjir sejak tiga hari terakhir. Permukiman empat desa itu selama ini jadi langganan tetap banjir Benanain.
 
Tokoh masyarakat Desa Lasaen, Kecamatan Malaka Barat, Yohanes Seran, Minggu (11/3), mengatakan, selama tiga hari terakhir warga empat desa itu dilanda banjir. ”Dua pekan terakhir ini warga berada di desa masing-masing untuk menjaga anak-anak sekolah, juga menjaga hasil pertanian yang masih tersisa. Kalau kami tinggal di lokasi pengungsian, di Kecamatan Weliman, anak-anak tidak akan sekolah, padahal mereka mau ujian kenaikan kelas atau ujian nasional. Kalau dipaksa sekolah pun selalu bolos terus,” kata Seran.
 
Di lokasi pengungsian pun para pengungsi kesulitan makanan. Di sana tak ada lahan pertanian. Pemerintah pun tak lagi membantu pengungsi.
 
Banjir setinggi 50-100 meter itu menggenangi rumah penduduk yang baru saja ditempati, setelah mengungsi hampir setahun di Weliman. Di lokasi pengungsian itu mereka tinggal di barak-barak karena tidak punya rumah tinggal.
 
Pemkab Belu menjanjikan 500 unit rumah bagi para pengungsi di lokasi yang aman, tetapi belum dibangun. Ke-500 unit rumah itu terdiri dari 200 unit untuk pengungsi dari Desa Lasaen dan 300 unit lain untuk Desa Fafoe, Sikun, dan Umatoos. Namun, sampai hari ini hanya tinggal janji.
 
Para pengungsi pun tidak betah tinggal di barak-barak di Weliman, akhirnya memutuskan pulang ke desa asal secara bertahap, sejak awal Januari 2012. Keputusan itu sangat berisiko karena banjir datang tidak diawali tanda-tanda alam, seperti hujan atau mendung. Hujan yang terjadi di Gunug Mutis, warga di dataran rendah itu mendapat air banjir.
 
Pemkab Belu telah membangun sebuah tanggul darurat, menanggulangi luapan banjir ke Desa Lasaen. Namun, tanggul senilai Rp 250 juta itu jebol.
 
Kadis Pekerjaan Umum Provinsi NTT Andre Koreh mengatakan, air banjir Benanain turun dari Gunung Mutis yang meliputi wilayah Kabupaten Timor Tengah Utara dan Timor Tengah Selatan, ke dataran Malaka Barat, ibarat air bah. Banjir Benanain merupakan kumpulan 300-an anak sungai dari Gunung Mutis.
 
”Kami hanya minta warga yang berdiam di dataran rendah pindah ke lokasi yang aman. Wilayah itu tidak layak untuk permukiman. Tidak mudah membangun kanal untuk menyalurkan air dengan kapasitas yang begitu besar,” tutur Koreh.
 
Kasus di Malang
 
Sementara itu, di Malang, Jawa Timur, sekitar 60 kk warga tiga kecamatan di Kabupaten Malang yang terendam banjir sejak Kamis pekan lalu sudah kembali ke rumah, setelah selama Sabtu (10/3) dan Minggu (11/3) tak lagi terjadi hujan. Warga kembali beraktivitas seperti biasa, tetapi diminta tetap waspada.
 
Bahkan, PMI menerjunkan relawan untuk memantau daerah-daerah rawan banjir demi menghindari kemungkinan banjir jika cuaca ekstrem berlanjut.
 
Sekretaris PMI Kabupaten Malang Aprilyanto menjelaskan, pengalaman selama ini, banjir sering menggenangi sejumlah dataran rendah di Kecamatan Kalipare, Sumbermanjing Wetan, dan Pagelaran. ”Pada lokasi itu, kalau banjir, proses surutnya air cukup lama. Jadi perlu dilakukan perbaikan saluran yang airnya bisa lebih cepat mengalir,” kata Bagyo Setyono, Kasi Komunikasi Badan Penanggulangan Bencana Daerah Kabupaten Malang.(KOR/ODY)


Post Date : 12 Maret 2012