Saatnya Jakarta Mengolah Sampah Menjadi Energi

Sumber:poskotanews.com - 1 Juli 2014
Kategori:Sampah Jakarta

SAMPAH di Jakarta akan menjadi masalah krusial kedua setelah kemacetan.Saat ini saja sampah rumah tangga yang dihasilkan seluruh masyarakat ibukota mencapai 8.000 ton per hari, naik siginifikan dari sebelumnya 6.500 ton per hari. Sementara seperti dikatakan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, yang dapat ditangani hanya sekitar 6.000 ton.

Lantas sisanya ke mana? Yang lebih penting lagi bagaimana mencarikan jalan keluar agar sampah tidak menambah persoalan.

Volume sampah akan terus meningkat seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk dan perkembangan idustri  serta perdagangan di Jakarta.

Kalau pola penanganan sampah masih seperti sekarang, hanya membuang ke tempat pembuangan akhir di Bantar Gebang Bekasi, dinilai tidak menyelesaikan akar masalah.

Menambah jumlah truk dan personel pengangkut akan memecahkan persoalan secara instan agar tak ada lagi tumpukan sampah di pinggir – pinggir jalan. Tetapi sampai kapan melonjaknya volume sampah hanya diselesaikan dengan menambah armada pengangkut.

Kiranya perlu terobosan baru untuk mengelola sampah sehingga tidak selamanya membebani ibukota negara. Menyiapkan tempat pembuangan di masing – masing wilayah menjadi satu alternatif. Pola ini akan menjadi efektif, jika sampah yang dikumpuklkan di masing – masing wilayah itu diolah menjadi energi.

Memang perlu peralatan, infrastruktur dengan modal besar untuk mengolah sampah menjadi energi, tetapi jangka panjang cara demikian lebih menguntungkan. Saat ini biaya perasional pengangkutan sampah sekitar Rp2 miliar per hari, jika dana tersebut secara bertahap dialihkan untuk investasi peralatan, akan lebih bermakna dan mendatangkan manfaat jangka panjang.

Swedia misalnya, satu negara yang mampu mengelola sampah. Dengan sistem pembakaran (incinerator),  2 juta ton sampah yang tidak bisa didaur ulang, tiap hari diolah menjadi energi panas dan listrik yang dialirkan kepada ratusan ribu rumah penduduk. Sementara sampah dapur diolah menjadi kompos. Bahkan, saking tiadanya sampah, negara ini mengimpor sampah, di antaranya 800 ribu ton dari Norwegia.

Berkaca pada negara lain, tak ada salahnya Pemprov DKI Jakarta berpikir ke arah itu. Soal teknologi bisa disesuaikan dengan kondisi Jakarta, setidaknya ke depan tidak lagi mengekspor ( membuang  sampah) wilayah lain , bila perlu menarik sampah dari daerah lain.

Memang rencana tersebut harus dimulai dengan mengubah pola hidup masyarakat dalam mengelola sampah, di antaranya membiasakan memilah sampah sesuai jenis dan kebutuhan energi. Jika perlu menambah kurikulum tentang pengelolaan sampah rumah tangga di sekolah untuk mendukung rencana besar mengolah sampah menjadi energi di Jakarta. 



Post Date : 02 Juli 2014