Jelas, Indikator Kerusakan Lingkungan

Sumber:Kompas - 06 Maret 2013
Kategori:Banjir di Jakarta
Jakarta, Kompas - Banjir kembali melanda Jakarta walaupun hujan tak terlalu ekstrem. Tinggi muka air di Bendung Katulampa, Bogor, juga sangat fluktuatif, menunjukkan adanya kerusakan lingkungan yang parah di kawasan hulu.

”Total curah hujan tidak terlalu tinggi, tetapi ternyata Jakarta kembali kebanjiran. Hanya sebagian kecil air hujan yang meresap ke tanah. Akibatnya, sebagian besar air menjadi aliran permukaan yang memicu banjir,” kata Guru Besar Hidrologi Institut Teknologi Bandung (ITB) Indratmo Soekarno, Selasa (5/3).

Berdasarkan data Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), ribuan rumah di lima kecamatan di Jakarta tergenang banjir dengan ketinggian berkisar 10 cm-250 cm. Sebanyak 5.933 keluarga atau 16.064 jiwa terdampak langsung atau terendam rumahnya akibat luapan Sungai Ciliwung.

Kepala Pusat Data, Informasi, dan Humas BNPB Sutopo Purwo Nugroho mengatakan, banjir kali ini mirip dengan banjir pada 15 Januari 2013. ”Banjir disebabkan kiriman dari hulu,” kata dia.

Menurut Sutopo, curah hujan yang menyebabkan banjir kiriman ini tidak ekstrem. ”Berdasarkan rata-rata hujan selama 30 tahun, pola hujan di Jakarta masih berpotensi tinggi hingga akhir Maret meskipun tebal hujannya di bawah bulan Januari dan Februari. Tetapi, potensinya masih ada di Maret,” katanya.

Ia menyimpulkan, banjir lebih disebabkan faktor kerusakan lingkungan di hulu dan daerah aliran sungai (DAS). ”Bendung Katulampa yang begitu mudah naik dari Siaga IV ke Siaga I, lalu turun ke Siaga III dalam waktu yang pendek durasinya juga mengindikasikan bahwa ada kerusakan DAS di hulu,” katanya.

Kedap air

Indratmo menyebutkan, kondisi tanah yang semakin kedap menyebabkan waktu konsentrasi air semakin pendek. ”Tanah yang semula untuk resapan sekarang di atasnya dibangun rumah. Ukuran butiran tanah juga semakin halus karena mengalami demineralisasi sehingga semakin kedap air,” katanya.

Kondisi ini menyebabkan hujan dalam waktu singkat bisa menyebabkan banjir. ”Kalau dulu dibutuhkan hujan menerus dalam waktu tiga hari baru banjir, sekarang hujan sehari bisa banjir dan ke depan bisa semakin cepat lagi,” katanya.

Untuk mengatasi banjir dalam jangka panjang, mutlak dilakukan perbaikan lingkungan di kawasan hulu. Untuk jangka pendek, pemerintah bisa membangun waduk-waduk di hulu dan memindahkan sebagian aliran Sungai Ciliwung ke sungai lain.

Selain itu, juga harus segera mengeruk dan meninggikan tanggul sungai. ”Ternyata muka air laut sendiri naik sehingga kita tidak bisa hanya mengharapkan alirannya melalui gravitasi. Mau tak mau harus menaikkan tanggul,” kata Indratmo. (AIK)

Post Date : 06 Maret 2013