Pengangkutan Sampah Lamban

Sumber:Kompas - 11 Februari 2014
Kategori:Sampah Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Masalah sampah di Jakarta makin rumit. Sejak pemutusan kerja sama dengan pihak ketiga per 1 Januari 2014, sampah menumpuk di sejumlah lokasi di DKI Jakarta. Truk pengangkut milik pemerintah terbatas, sementara produksi sampah cenderung meningkat belakangan ini.

Pada saat yang sama polemik pengelolaan sampah ke depan belum jelas ujungnya. Rencana DKI menyerahkan pengangkutan sampah kepada pihak swasta melalui tender terbuka belum mendapat lampu hijau dari Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta.

Di Jakarta Utara, sampah menumpuk di beberapa depo sampah, seperti di Depo Rawabadak Utara di Koja, Depo Tanjung Priok di Tanjung Priok, dan Depo Muara Baru di Penjaringan. Apalagi, produksi sampah meningkat sejak banjir melanda satu bulan lalu.

Galang (52), penjaga Depo Rawabadak Utara dari CV Arta Waluya, Senin (10/2), menyebutkan, setiap hari sekitar 60 ton sampah masuk ke Depo Rawabadak Utara. Jumlah itu bertambah 44-60 gerobak atau sekitar 50 ton setiap pekan dari Kelurahan Lagoa sejak banjir menutup depo di kawasan itu.

”Pemerintah mengizinkan warga Kelurahan Lagoa membuang sampah ke sini (Depo Rawabadak Utara) karena depo di sana tergenang banjir. Depo ini seharusnya hanya untuk Koja, Rawabadak Utara, dan Rawabadak Selatan,” ujarnya.

Pada saat produksi sampah bertambah, lanjut Galang, kontrak kerja sama dengan pihak ketiga habis akhir Desember 2013. ”Sejak itu truk-truk pengangkut dari Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara membuang sampah ke Tempat Pembuangan Akhir Bantar Gebang. Truk kami (CV Arta Waluya) masih membantu karena armada pemerintah terbatas,” ujarnya.

Empat sampai lima truk sampah seharusnya mengangkut sampah dari Depo Rawabadak Utara pukul 08.00-09.00. Namun, tak satu truk pun beroperasi hingga pukul 11.00. Gerobak-gerobak sampah dari kawasan itu berderet mengantre di pinggir jalan di depan depo.

Walaupun truk terbatas, sebenarnya truk cukup mengangkut sampah di Depo Kelurahan Rawabadak Utara. Syaratnya, perjalanan dari depo ke Bantar Gebang lancar.

Meningkat

Kepala Suku Dinas Kebersihan Jakarta Utara Zainuri menyebutkan, produksi sampah Jakarta Utara meningkat dari 1.200 ton menjadi 2.000 ton per hari sejak banjir melanda pertengahan Januari 2014. ”Dengan sekitar 160 truk pengangkut, produksi 1.200 ton sampah seharusnya terangkut, tetapi tak semua terangkut karena ada tambahan 800 ton per hari,” ujarnya.

Peningkatan produksi sampah terjadi di wilayah yang tergenang, seperti di Penjaringan, Pademangan, dan Kelapa Gading. Sampah mengalir dari hulu melalui saluran air dan sungai-sungai yang bermuara di Jakarta Utara.

Zainuri menambahkan, pihaknya mengerahkan semua truk dan tenaga yang ada untuk memaksimalkan pembuangan sampah setelah berakhirnya kontrak kerja sama. Beruntung ada tambahan 30 truk baru untuk Jakarta Utara mulai tahun ini. ”Jumlah armada masih kurang, tetapi kami optimalkan operasionalnya,” ujarnya.

Di Kecamatan Palmerah, Jakarta Barat, persoalan serupa terjadi. Di tempat pembuangan sampah sementara (TPS) RW 002 Palmerah, sampah yang biasa diangkut lima hari sekali molor menjadi sepuluh hari sekali. Akibatnya, sampah di TPS itu selalu menumpuk dan tidak pernah tuntas dibersihkan.

Sampah di TPS RW 002 Jalan Gelora IX, Palmerah Selatan, terlihat menggunung setinggi 2 meter. TPS yang berada di belakang Pasar Palmerah itu dipenuhi sampah plastik, sayuran, styrofoam, dan barang-barang bekas. Aroma kurang sedap menyengat di depan TPS itu.

Petugas Kebersihan RW 002 Gelora IX, Maman (55), mengungkapkan, sampah di TPS tersebut akhir-akhir ini molor diambil. Akibatnya, sampah menumpuk dan tidak pernah tuntas diambil petugas kebersihan. Biasanya sampah akan diambil lima hari sekali, tetapi beberapa waktu terakhir ini sampah diambil paling cepat 10 hari sekali.

Zonasi

Polemik pengelolaan sampah mencuat ketika rencana pengangkutan sampah oleh swasta ditolak DPRD DKI. Model pengangkutan seperti itu dinilai sebagian anggota DPRD terlalu menguntungkan swasta. Rencana pengadaan 200 truk sampah pun batal ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah DKI Jakarta.

Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama berencana mengubah pengelolaan sampah berbasis zona. Hal ini untuk meningkatkan efektivitas pengangkutan dari permukiman ke tempat pembuangan akhir. ”Kami akan tentukan wilayahnya per kecamatan. Di sana kami sediakan truk sampah petugas. Jadi, sistem pertanggungjawaban semakin jelas,” kata Basuki.

Terkait pengangkutan sampah tersebut, tahun ini Pemprov DKI menyediakan anggaran Rp 447,29 miliar. Nilai anggaran itu bervariasi, mulai dari Rp 2,4 miliar hingga Rp 23,5 miliar per kecamatan, tergantung jarak dan volume sampah yang diangkut.

Sementara pengadaan dan perawatan alat pengangkut sampah dilakukan melalui belanja elektronik. Langkah ini, kata Basuki, untuk mengurangi potensi penyimpangan anggaran pengelolaan sampah.

Persoalan sampah menjadi isu yang hangat, sebab di balik produksi sampah di Jakarta 6.000 ton per hari, biaya pengelolaan sampah sangat besar. Selain biaya pengangkutan, DKI harus mengeluarkan biaya pengelolaan sampah di Bantar Gebang Rp 114.000 per ton. Sementara lahan Bantar Gebang adalah aset Pemprov DKI Jakarta. Mengenai polemik sampah ini, Kepala Dinas Kebersihan DKI Unu Nurdin belum memberikan pernyataan. (MKN/A13/NDY)

Post Date : 11 Februari 2014