Jakarta Raya Waspada Banjir

Sumber:Kompas - 14 November 2013
Kategori:Banjir di Jakarta
JAKARTA, KOMPAS — Hujan deras di Jakarta dan sekitarnya, Rabu (13/11), memicu banjir di banyak tempat. Padahal, saat ini baru memasuki awal musim hujan. Puncak musim hujan diperkirakan pada Januari 2014. Jika hujan turun bersamaan dengan laut pasang, banjir besar niscaya terjadi.

Banjir tidak hanya melanda daerah rawan, tetapi juga pusat kota. Saluran air belum maksimal menjadi pengendali banjir. Sebagian besar saluran bahkan tersumbat limbah domestik.

Badan Penanggulangan Bencana Daerah DKI Jakarta mencatat 32 genangan di pusat kota dengan ketinggian 50 sentimeter (cm). Jalanan tergenang setelah hujan lebat yang berlangsung nyaris sepanjang hari di Ibu Kota dan sekitarnya.

Genangan itu merata di lima kota di Jakarta, antara lain di kawasan Buaran dekat Kanal Timur, di bawah Jalan Layang Antasari, Bundaran Hotel Indonesia, Mampang Prapatan, Cipinang Indah, dan di Jalan Dewi Sartika, tepatnya di kawasan

Cawang.

Sementara air juga menggenangi 8 rukun warga di Jakarta Timur, Jakarta Selatan, dan Jakarta Barat dengan ketinggian air bervariasi sampai 70 cm.

Banjir di daerah Cililitan, Jakarta Timur, terjadi akibat luapan Kalibaru. Sungai itu meluap akibat sampah menyumbat di pintu air yang menghubungkan aliran Kalibaru ke Kali Ciliwung. Selain itu, bagian saluran tertutup dari Kalibaru, di bawah Jalan Raya Bogor, juga tersumbat sampah dan endapan sehingga air dari alur sungai terbuka tak dapat mengalir lancar.

Di Jakarta Barat, ancaman banjir terbesar bakal datang dari tepian Kali Pesanggrahan, terutama di sodetan Kali Pesanggrahan, kawasan RW 005, Kedoya Selatan, Kebon Jeruk.

Kemarin pukul 12.00-13.00, luapan air kali mulai menggenangi sebagian kawasan RW 005. Genangan air tertinggi terjadi di lingkungan RT 013, yaitu setinggi lutut. Rumah Triono (48) dan Haningsih, warga setempat, terendam air setinggi 40 cm.

Di Jakarta Selatan, Rabu sore, luapan air Sungai Pesanggrahan menggenangi Jalan Perdatam VI dan Perdatam VII. Genangan juga dijumpai di wilayah Kampung Baru V.

Menarik diperhatikan, di kawasan padat itu, beberapa bangunan baru justru dibangun tepat di tepi sungai tersebut. Salah satunya sebuah apartemen yang dibangun di sebelah Pasar Cipulir.

Beberapa perumahan mewah pun dibangun tak jauh dari tepi sungai tersebut. Sebagaimana kondisi sungai-sungai lain di Jakarta Sungai Pesanggrahan pun tak punya cukup sempadan yang dapat menampung limpahan air ketika debitnya meningkat.

Banjir ini tidak aneh jika melihat fakta, timbunan sampah masih menumpuk di banyak
lokasi. Sampah menyebabkan drainase tersumbat. Sumbatan ini terjadi di hampir sebagian besar di saluran penghubung Jakarta.

Sebanyak 416 ton sampah setiap hari menyesaki sungai, danau, waduk, dan situ. Adapun sampah yang terangkut dari kawasan itu 180 ton sampai 220 ton per hari.

”Percuma saja ada pembersihan, tetapi kesadaran warga tetap minim. Hampir semua sampah di drainase itu berasal dari limbah domestik warga Jakarta. Padahal, sudah ada 50 saluran kami bersihkan pertengahan November,” kata Kepala Unit Pengelola Badan Air, Taman, dan Jalur Hijau Dinas Kebersihan Provinsi DKI Jakarta Budi Karya.

Bangunan liar

Selain kebiasaan warga membuang sampah di sungai, Pemprov DKI juga harus berhadapan dengan pemilik bangunan yang mendirikan bangunan di atas drainase. Persoalan lain adalah banyaknya tempat pembuangan sampah ilegal di bantaran sungai dan waduk.

”Kami perlu dukungan sepenuhnya dari warga, tanpa itu sulit membersihkan saluran dari sampah,” katanya.

Adapun pola pengangkutan sampah yang selama ini dilakukan masih mengandalkan cara manual. Sampah dari saluran air diangkut truk kemudian dikumpulkan di tempat penampungan sementara yang tersebar di Kali Angke, Pluit, Pintu Air Manggarai, dan Kali Sunter Jalan Perintis Kemerdekaan.

Di sejumlah ruas aliran air, masih ada sampah yang belum terangkut. Penyebabnya adalah belum padunya kerja sama antarlembaga pemangku kepentingan tentang penanganan banjir. Di Kali Baru, Jakarta Timur, misalnya, sampah masih menumpuk tepatnya di sekitar saringan air tidak jauh dari Pusat Grosir Cililitan (PGC).

Kepala Bidang Sumber Daya Air Dinas Pekerjaan Umum Provinsi DKI Jakarta Joko Susetyo berpendapat, pembersihan sampah di tempat itu bukan tanggung jawabnya, melainkan tanggung jawab dinas kebersihan.

”Sejak 1 April kewenangan penanganan kebersihan di saluran itu menjadi tanggung jawab dinas kebersihan,” kata Joko.

Sementara Kepala Dinas Kebersihan Unu Nurdin mengaku, penanganan sampah di saringan itu bukan tanggung jawabnya. Sebab, sarana itu belum diserahkan kepada dinas kebersihan.

Terkait kebersihan di saluran, pekan lalu, Gubernur Joko Widodo meminta lurah dan camat menggerakkan warganya menjaga saluran yang dibersihkan. Kebersihan saluran air sepenuhnya bergantung pada peran warga. ”Tanpa peran warga, lupakan saluran bersih dari sampah,” kata Jokowi.

”Kami jelas tidak bisa memaksa mereka untuk terus berbicara secara intens. Zaman otonomi daerah, kan, tergantung maunya wali kota atau bupati. Mungkin harus ada otoritas khusus juga seperti transportasi,” kata Wakil Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama.

Menurut Basuki, koordinasi antardaerah dalam menanggulangi banjir tidak cukup sekadar menggelar pertemuan dan pembicaraan tanpa aksi nyata para kepala daerah.

Dia mencontohkan, di Depok banyak daerah yang kontur tanahnya rendah di tepi Kali Ciliwung. Kawasan itu seharusnya tidak boleh diuruk untuk hunian. Namun, yang terjadi banyak berdiri perumahan.

”Kami berharap Depok tidak memberikan izin pembangunan perumahan di daerah yang konturnya rendah karena pasti diuruk dan membuat air lari ke Jakarta. Namun, kami enggak bisa memaksa mereka,” ujarnya.

Hal yang sama juga terjadi di Jakarta. Basuki mengakui, daerah yang konturnya rendah justru banyak dibangun untuk perumahan. Upaya untuk merelokasi warga di daerah rawan banjir, terutama bantaran kali, sulit dilakukan dan sering berujung konflik.

”Jawaban mereka senada. Banjir hanya setahun sekali, yang penting tinggal dekat tempat kerja. Makanya, kami dorong terus relokasi ini agar normalisasi sungai bisa jalan,” katanya.

Saat ini yang paling bisa dilakukan adalah memastikan di pintu air tidak ada sampah, setidaknya Pintu Air Manggarai yang merupakan jalan air utama. Jika sampah sudah tersangkut di pintu air, pompa macet lagi. Sayangnya, sampah di sungai masih terlalu banyak dan tersangkut di pintu-pintu air.

Koordinator Komunitas Peduli Ciliwung Bogor Een Irawan Putra menilai persoalan Ciliwung sebenarnya klasik, tetapi tidak juga terselesaikan, yakni banjir, sampah, dan penyerobotan lahan bantaran. (FLO/BRO/MDN/MKN/FRO/WIN/PIN/JOS/NEL/HRS/ZAK/NDY)


Post Date : 14 November 2013