Abdul Chair Mengikat Perahu di Depan Rumah

Sumber:Kompas - 19 Nopember 2011
Kategori:Banjir di Jakarta
Di Perumahan Pantai Mutiara banyak rumah memiliki dermaga kapal pesiar pribadi di belakangnya. Kapal bisa bergerak dari kali-kali buatan menuju laut. Bahkan, di salah satu kompleks apartemen di atas lahan seluas 11 hektar itu berjejer kapal pesiar, baik speedboat maupun kapal layar.
 
Pemandangan serupa terdapat di RT 10 RW 2, Cawang, Kramatjati, Jakarta Timur. Abdul Chair (50) menambatkan perahunya di depan rumah yang ada di tepi Kali Ciliwung. Perahu bisa ditambatkan sampai depan rumah karena hari itu sebagian wilayah di sana tergenang.
 
”Dulu ada lebih banyak perahu di sini. Perahu menyeberangkan warga dari sini ke Pengadegan, di seberang. Beberapa perahu lain digunakan untuk mengungsi atau mengantar warga ke puskesmas, membawa barang dagangan, kayu, pasir atau bahan bangunan lainnya,” kata pria yang akrab di panggil Aing itu, Jumat (18/11).
 
Perahu ditambatkan di depan rumah seorang warga lain, bukan di depan rumah Aing. ”Perahunya pun sebenarnya bukan punya saya, melainkan punya kakak saya. Saya hanya memanfaatkan perahu itu,” ucap Aing.
 
Hari itu, sekitar rumahnya tergenang air Kali Ciliwung. ”Air hujan kiriman dari Bogor datang sekitar pukul 05.00. Tinggi air kali naik 2,8 meter, membuat air menggenangi rumah warga hingga setinggi dada orang dewasa,” kata Aing sambil membersihkan rumahnya yang penuh lumpur.
 
Menurut tetangga Aing, Nuryati (54), banjir besar terjadi di tempat itu tahun 2002 dan 2007.
 
”Waktu itu kami terpaksa ngungsi sampai sebulan sebab semua rumah di sini tenggelam. Air naik sampai 5 meter,” ujar Nuryati.
 
Sementara di Kampung Pulo, Pondok Labu, Jakarta Selatan, selama tiga pekan ini, setiap malam warga berjaga mewaspadai datangnya banjir kiriman atau curah hujan tinggi yang meluapkan air Kali Krukut ke perkampungan.
 
Tak kurang, mulai dari Gubernur DKI Jakarta Fauzi Bowo, petinggi TNI, anggota DPR, sampai pejabat di tingkat Pemerintah Kota Jakarta Selatan silih berganti mendatangi Kampung Pulo. Semua membawa bantuan makanan, pakaian, dan pengobatan gratis.
 
”Tapi, akar masalah kita adalah banjir ini. Tolong bongkar gorong-gorong yang telah banyak memakan badan sungai dan menghalangi aliran air, kemudian keruk lumpur dan sampah dari kali,” kata Sardi (60) warga RT 11.
 
Sebelumnya, dengan alasan meminimalisasi potensi banjir, sebagian turap dan bagian atas bangunan gorong-gorong di wilayah yang dikelola Marinir dibongkar. Demikian juga dengan tujuh rumah warga di Kampung Pulo yang berada tepat di bibir kali.
 
Belakangan, usulan relokasi warga sudah santer dilontarkan dan menjadi pembicaraan warga. Warga bukannya tidak menyadari lambat laun penataan penghuni bantaran yang memang tidak seharusnya dijadikan hunian pasti akan terjadi.
 
”Tapi, sekali lagi, tolong dalam program penataan kali itu, hargai kami sebagai manusia, kami sebagai warga negara, kami sebagai pembayar pajak. Lakukan secara adil. Ajak kami bicara dari hati ke hati,” kata Sugiyono, seorang warga.
 
Menurut rencana, hari Senin (21/11), sekitar 100 warga Kampung Pulo akan mendatangi Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM). Mereka ingin Komnas HAM membela hak-hak dasar warga Kampung Pulo dan hak mereka sebagai warga negara Indonesia. Sebelumnya, mereka mendatangi DPR dan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia dengan tujuan serupa. (NELI TRIANA/WINDORO ADI)


Post Date : 19 November 2011