Agar Rakyat Tidak Dirugikan, UU SDA butuh PP Secepatnya

Sumber:Media Indonesia - 12 Agustus 2004
Kategori:Air Minum
JAKARTA (Media): Pemerintah diharapkan segera membuat peraturan pemerintah (PP) untuk mengimplementasikan UU No 7/2004 tentang Sumber Daya Air (SDA), dilanjutkan dengan peraturan daerah (Perda) agar tidak terjadi mispersepsi dalam penjabaran perundang-undangan tersebut yang dapat berpotensi merugikan publik. Direktur Eksekutif Institute for Local Governance (Ilgos) Ery Cahjaridipura mengatakan hal tersebut kepada Media, usai acara Sosialisasi UU No 7/2004, di Jakarta, kemarin.

Menurut dia, tidak kurang dari 35 pasal dalam aturan tersebut, masih membutuhkan penjelasan teknis yang dituangkan ke dalam peraturan pemerintah (PP) serta peraturan daerah (perda). Selain itu, sambungnya, masih perlu diupayakan pembenahan secara strategis kapasitas institusi dan kemampuan penegakan hukum di dalam negeri. ''Ini harus jadi bagian pada kerangka pembangunan berkelanjutan,'' ujarnya. Di mana, akan terjadi akomodasi terhadap public interest dan kepentingan sektor terkait secara sinergis. Karena itu, sebut Ery, tahapan paling dasar dalam paparan kebijakan pengelolaan sumber daya air adalah dengan melakukan perombakan tata ruang wilayah. Dalam hal ini, perlu ada pendataan secara sistematis atas semua sumber perairan yang dimiliki di tiap daerah. ''Kemudian dialokasikan serta didistribusikan sesuai kebutuhan lokal.''

Penegakan aturan hukum, lanjutnya, memiliki peranan mengawasi penerapan prinsip dalam UU No 7/2004, di lapangan. ''Monitoring dan law enforcement jadi penting mencegah penyimpangan yang dapat merugikan publik,'' katanya. Bila hal itu tidak berjalan, sebutnya, maka konflik sosial secara horizontal maupun vertikal dapat terjadi. Meski peraturan tersebut banyak ditentang oleh kalangan organisasi nonpemerintah (ornop), Ery mengatakan, substansi dalam UU itu tidak ditujukan untuk mengeliminasi kepentingan masyarakat dalam mendapatkan akses terhadap air, seperti petani. ''Fungsi lingkungan, sosial, dan ekonomi atas air harus dijelaskan kepada publik,'' tuturnya. Dewan air Sementara itu, pada kesempatan yang sama Kepala Laboratorium Ekonomi Sumber Daya Alam dan Lingkungan Institut Pertanian Bogor (IPB) Akhmad Fauzi mengatakan, pentingnya pembentukan dewan air yang berkedudukan merumuskan pemanfaatan serta pengelolaan air secara terpadu dan bersifat lestari yang mendukung konservasi lingkungan. Karena itu, nantinya harus dibuat block market guna memudahkan kepastian akan kemudahan akses publik atas air dan harga yang sesuai. ''Dengan keberadaan UU ini, maka tidak seluruhnya air bersifat ekonomis tetapi masih terdapat fungsi sebagai barang publik,'' katanya.

Persepsi tersebut yang harus segera disosialisasikan ke masyarakat. Selama ini, inefisiensi dalam penggunaan air menjadi penyebab kelangkaan air dengan baku mutu baik. Pengesahan UU itu, menjadi langkah komprehensif guna mengatasi kurangnya pasokan air bagi kebutuhan masyarakat yang terus bertambah. ''Dewan air ini terdiri dari semua stakeholder, baik di pusat maupun daerah,'' katanya. Berdasarkan tinjauannya pada UU SDA, aspek Dublin Principles yang memberikan ketentuan serta pedoman pokok sistem kelola air secara lestari telah termaktub serta dimuat dalam rumusan UU itu. ''Prinsip ekologi, institusi, dan acuan instrumennya telah memenuhi syarat, walau masih perlu ada perbaikan yang tidak banyak,'' ujarnya.

Ditinjau ulang

Sementara itu, karena diindikasikan mengandung agenda privatisasi dan komersialisasi, UU No 7/2004 yang telah disetujui DPR pada 19 Februari 2004 ini, harus dilakukan judicial review (peninjauan ulang).

Pendapat tersebut dikemukakan oleh peneliti Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) yang juga Koordinator Koalisi Anti Utang (KAU), P Raja Siregar dalam seminar Swastanisasi Air bertema Keuntungan dan kerugian bagi masyarakat, di Solo, beberapa waktu lalu.

Menurut Raja Siregar, indikasi itu dapat dilihat dari adanya pasal-pasal dalam UU tersebut yang memberikan peluang pengelolaan air minum dan penguasaan sumber-sumber air kepada swasta, yang tidak dibatasi nasional maupun asing.

''Meski dalam pasal per pasal tidak menggunakan kata 'privatisasi', namun jelas pelibatan swasta dalam berbagai bentuk dan tahap pengelolaan air, menunjukkan adanya agenda privatisasi,'' tegasnya. (YD/FR/V-2)

Post Date : 12 Agustus 2004