Air Bersih ala Negeri Kincir Angin

Sumber:Kompas - 25 Januari 2008
Kategori:Air Minum
Bukan lantaran tak acuh pada waktu atau karena berwacana yang kadang menjebak kita pada keasyikan yang sia-sia. Tetapi, menjaga momentum, bahkan setelah kegairahan menurun, memang butuh komitmen kuat. Itu juga pikiran yang muncul setelah selesainya Global Warming and Clime Change Conference di Bali yang mendapat perhatian begitu besar dari seluruh dunia.

Dilatari komitmen menjaga momentum itu, lima lembaga berkolaborasi dan menamakan diri Green Initiative Forum. Kelima lembaga itu, Yayasan Unilever Peduli, Pertamina, Metro TV, Radio Female, dan Kompas Gramedia, berniat menggelar Green Festival, sebuah hajatan bukan hanya mencerminkan keprihatinan atas kondisi pemanasan global, tetapi juga upaya penyebaran kesadaran dan kampanye penanganan dampak pemanasan global.

Hajatan baru akan digelar Maret 2008, tetapi "Kompas" akan menyebarpemahaman dan kesadaran lewat berita dan artikel-artikel yang terkait dengan isu pemanasan global, mulaihari Jumat (25/1) ini.

Tak dapat disangkal, air merupakan hal penting bagi kelangsungan hidup manusia. Sekitar 60 persen bagian tubuh kita terdiri dari air. Satu orang setidaknya mengonsumsi air minum sekitar 2 liter sehari. Segala makanan yang kita telan pun tidak terlepas dari air.

Tahukah Anda, untuk menghasilkan 1 kilogram gandum dibutuhkan air 1,5- 2 meter kubik atau 1.500 kilogram air? Satu kilogram daging sapi memerlukan 10.000 kilogram air? ujar Prof Hubertus HG Savenije, pakar hidrologi dari Delft University of Technology (TU Delft), Belanda, saat memaparkan makalahnya dalam acara Water Management Workshop di TU Delft, Kamis (10/1). Acara itu kerja sama TU Delft dengan Institute UNESCO-IHE Institute for Water Education.

Saat ini konflik antarnegara bisa dipicu antara lain oleh kebutuhan energi dari minyak bumi. Namun, satu abad mendatang, air diramalkan menjadi sumber perselisihan baru. Terlebih, air merupakan unsur tak tergantikan. Para peneliti telah menemukan pengganti bahan bakar minyak bumi dengan alternatif sumber nabati terbarukan. Namun, tidak demikian dengan air.

Sesungguhnya, 73 persen permukaan bumi terdiri dari air dan 0,5 persen adalah air tanah. Permasalahannya, distribusi air di muka bumi tidak merata.

Diperkirakan, pada tahun 2025 kekurangan air semakin nyata di sejumlah wilayah seperti di Inggris, Belgia, Malawi, Afrika Selatan, Tanzania, dan Zimbabwe.

Kelangkaan itu disebabkan membesarnya jumlah penduduk. Pemanasan global juga dituduh menjadi salah satu penyebab.

Air keran ala Belanda

Di negara maju seperti Belanda, warga dapat meminum air langsung dari keran, atau istilahnya water from the tap.

Pengelolaan air minum yang telah mapan itu hasil pembangunan sejak 150 tahun lalu. Tahun 1850, angka kematian akibat penyakit yang disebabkan kurangnya ketersediaan air bersih seperti thypoid dan kolera sangat tinggi. Seiring dengan dibangunnya pengelolaan air bersih, angka kematian tersebut menurun.

Sumber air di negeri kincir angin itu umumnya sumber air tanah (ground water), air permukaan (surface water), dan di beberapa wilayah utara menggunakan air laut dengan proses desalinasi.

Pengolahan air sulit diseragamkan mengingat kondisi yang berbeda-beda, ujar Prof JC Van Dijk, Ketua Departemen Water Management di TU Delft.

Penggunaan sumber air tanah masih menjadi favorit di Belanda mengingat air tanah di kawasan tersebut minim patogen atau parasit sehingga dapat digunakan tanpa disinfektan. Pengelolaan air tanah juga lebih mudah. Air dipompa dari sumur kemudian disaring berkali-kali.

Hanya saja, ketersediaan air tanah tidak cukup sehingga lalu digunakan air permukaan seperti dari sungai dan danau. Air tersebut dapat dikelola secara langsung atau dirancang menjadi air tanah artifisial.

Guna menghasilkan air tanah artifisial itu, air permukaan diinjeksi ke dalam tanah. Proses itu terbilang unik di dunia. Air permukaan seperti air sungai setelah melalui rangkaian proses penyaringan awal kemudian diresapkan kembali ke dalam tanah di sebuah area tertentu sehingga menjadi air tanah.

Air yang sudah menjalani proses penyaringan secara alami itu lalu dipompa kembali ke dalam saluran untuk proses lanjutan. Pengelolaan air permukaan sampai akhirnya layak minum, umumnya melalui rangkaian panjang sistem penyaringan ganda dan penggunaan butiran karbon aktif untuk menyerap pestisida dan polutan mikro. Terkadang dilakukan pula sedimentasi atau pengendapan. Air kemudian didisinfektan.

Sebagai pengganti chlorine yaitu ozonisasi,ozon atau O yang larut dalam air akan memecah bahan organik pengganggu dan membunuh bakteri, menggunakan hydrogen peroxide, serta dengan radiasi sinar ultraviolet (UV). Gelombang UV menonaktifkan mikroorganisme patogen. Air minum akan bebas dari pestisida dan rendah kadar materi organik sehingga tak perlu chlorine dalam proses distribusi.

Filter alami

Sistem injeksi air permukaan itu disukai karena tidak perlu membangun instalasi khusus untuk olahan lanjutan baru untuk air permukaan. Cukup dengan instalasi pengolahan air tanah lebih dulu ada. Injeksi ke dalam tanah sekaligus sebagai filter alami untuk bakteri patogen dan virus. Kualitas dan temperatur air terbilang konstan.

Air umumnya didistribusikan melalui pipa dan stasiun pompa. Perusahaan air di Belanda mempunyai pipa transportasi sepanjang 500 kilometer dengan diameter 400-1.000 mm.

Pengelolaan air diserahkan kepada perusahaan yang kebanyakan sahamnya dipegang pemerintah provinsi dan kotapraja dengan prinsip nirlabasehingga tetap mengutamakan kepentingan pelayanan publik. Harga air bersih dari keran bervariasi mulai dari 0,78 euro (sekitar Rp 9.984) hingga 1,97 euro (Rp 25.216) per meter kubik.

Van Dijk berpendapat, pengelolaan air bersih layak minum akan menekan penggunaan air botol yang menyisakan sampah plastik. Biaya membeli air botol lebih besar daripada membuat sistem pengelolaan air bersih. Biaya rehabilitasi lingkungan yang rusak jauh lebih besar lagi, katanya.

Praktik ala Belanda itu tentu tidak serta-merta menjadi rumus mutlak mengingat terdapat perbedaan geografis, cuaca, dan luas wilayah. Di Indonesia, dengan dua musim, hujan dan kemarau, pengelolaan sumber air menjadi tantangan besar.

Luas wilayah juga merupakan tantangan besar dalam distribusi air bersih. Pengelolaan air bersih membutuhkan sumber daya manusia yang andal dan konsisten.

Pada prinsipnya, kata Van Dijk, untuk negara berkembang, desentralisasi pengelolaan dan pengolahan air bersih menjadi sangat penting. Di samping itu, inovasi untuk menciptakan teknologi rendah, mudah perawatan, serta berbiaya murah harus terus dikembangkan. Indira Permanasari



Post Date : 25 Januari 2008