AIR BERSIH UNTUK PANTURA

Sumber:Tabloid Proses - Edisi Juli 2003
Kategori:Air Minum
Berbicara air artinya berbicara kehidupan. Tanpa makanan, manusia masih dapat bertahan hidup dalam beberapa minggu. Namun bila beberapa hari saja tidak ada asupan air ke dalam tubuh, manusia akan mati.

Demikianlah, air merupakan sumber utama dan dikategorikan sebagai kebutuhan yang sangat mendasar bagi kehidupan. Belum lagi perannya sebagai faktor pendukung utama dalam berbagai kegiatan manusia, sebagai sarana transportasi dan pembangkit tenaga listrik misalnya.

Tampaknya semua orang tahu betul akan pentingnya air sebagai sumber kehidupan. Namun tidak semua orang berpikir dan bertindak secara bijak dalam menggunakan air dengan segala permasalahan yang mengitarinya. Malah ironisnya, suatu kelompok masyarakat begitu sulit mendapatkan air bersih, sedangkan segelintir kelompok masyarakat lainnya dengan mudahnya menghambur-hamburkan air.

Masalah sulitnya mencari air bersih tentu tidak bisa dianggap enteng. Tidak tersedianya air bersih yang memadai, akan menyebabkan masalah yang sangat kompleks, di antaranya rendahnya kualitas sumber daya manusia. Jawa Barat adalah contoh konkritnya.

Dengan kekuatan 35,5 juta penduduk 22 juta jiwa di antaranya merupakan usia kerja serta melimpahnya sumber daya alam Jawa Barat, tidak cukup untuk memposisikan propinsi ini pada ranking pencapaian Indeks Pembangunan Manusia yang menggembirakan. Jawa Barat dengan IPM 65,3 berada pada posisi ke-13. Penyebabnya adalah tingkat pendidikan sebagian penduduk yang masih rendah serta rendahnya derajat kesehatan masyarakat Jawa Barat yang ditunjukkan dengan rendahnya angka Usia Harapan Hidup serta masih tingginya Angka Kematian Ibu (AKI) dan Angka Kematian Bayi (AKB).

No.Indikator Derajat Kesehatan Angka Jawa Barat Angka Nasional
1. Angka Kematian Bayi (AKB) 52,8 41,4
2. Angka Kematian Ibu (AKI) 403/100.000 kelahiran 373/100.000 kelahiran
3. Angka Kematian Balita (AKABA) 62/1.000 balita 41,44/1.000 balita
4. Usia Harapan Hidup (UHH) 64,3 tahun 65,5 tahun
Sumber: Dinas Kesehatan Prop Jabar 2002; BPS, 1999

Untuk meningkatkan derajat kesehatan ibu, bayi, dan anak, perlu diciptakan lingkungan yang sehat; masyarakat dengan mudah mendapatkan air bersih dan kualitas lingkungan hunian (permukiman) yang sehat. Di samping juga tentunya upaya mangarahkan perilaku hidup bersih dan sehat agar lebih menjamin kalangsungan hidup, terutama ibu, bayi, dan anak.

Dari enam kabupaten di Jawa Barat dengan angka IPM terendah (termasuk untuk komponen kesehatan), lima di antaranya terletak di sepanjang pantai utara Jawa Barat. Kelima kabupaten tersebut adalah kabupaten Bekasi dangan IPM 61,4; kabupaten Karawang 60,4; kabupaten Subang 63,1; kabupaten Indramayu 56,5; dan kabupaten Cirebon 61,6 (Data BPS, 1999).

Pantai utara Jawa Barat yang terdiri dari tujuh pemerintahan kabupaten/kota merupakan wilayah paling padat di Jawa Barat. Dengan tingkat kepadatan 1.283,73 jiwa/KM2 (rata-rata Jawa Barat 998,20 jiwa/ KM2 ), wilayah ini merupakan penyumbang terbesar bagi Indeks Pembangunan Manusia (IPM) di Jawa Barat.

Dengan mayoritas mata pencaharian nelayan dan petani, wilayah pantura merupakan pusat kantong-kantong kemiskinan (wong cilik), mengingat 34,4% penduduk miskin Jawa Barat berada di wilayah ini. Kenyataan ini sangat kontra produktif dengan upaya pemerintah Jawa Barat untuk mempercepat upaya pembangunan, terutama jika dikaitkan dengan keinginan mewujudkan visi Jawa Barat menjadi propinsi termaju dan mitra terdepan ibu kota pada tahun 2010.

Kebijakan pembangunan Jawa Barat, baik sektoral maupun kewilayahan, saat ini tidak akan pernah bisa menunjukkan hasil yang signifikan tanpa penanganan pantura. Untuk mewujudkan visi Jawa Barat tersebut, sasaran program pembangunan manusia lebih diarahkan pada wilayah ini, sehingga dapat mengurai beban angka IPM di beberapa kabupaten yang masih rendah.

Kesehatan dan Penyediaan Air Bersih

Hubungan penyediaan air bersih dengan kesehatan tampaknya tak perlu dipertanyakan lagi. Setidaknya ada 20-30 jenis penyakit yang disebabkan oleh mikroorganisma yang hidup dalam air. Penelitian WHO mengenai hubungan penyediaan air bersih dan sanitasi dengan kesehatan, menghasilkan pengklasifikasian seperti yang terlihat pada tabel berikut.

Jenis Penyakit Langkah Perbaikan yang Perlu Dilakukan

Cholera, Hepatitis, Polimearitis, Peningkatakualitas air bersih
Typoid, Disentrin Trachoma, Scabies Peningkatan kuantitas dan kualitas air bersih
Malaria, Yellow-fever Peningkatan kualitas air bersih
Penyakit Cacing Perbaikan sanitasi

Upaya perbaikan sarana dan prasarana air bersih dan sanitasi disertai peningkatan keasadaran masyarakat untuk berperilaku hidup bersih dalam lingkungan permukiman yang sehat, kiranya dapat menjadi salah satu faktor penggerak dalam meningkatkan derajat kesehatan masyarakat.

Pembangunan permukiman harus dibarengi dengan mantapnya pembangunan prasarana lingkungan permukiman untuk menjamin terciptanya lingkungan permukiman yang sehat. Dalam hal pembangunan prasarana air bersih, pencapaian cakupan pelayanan air bersih di Jawa Barat dapat dikatakan masih jauh dari target cakupan nasional.

Untuk wilayah perkotaan, hingga tahun 2000 ditargetkan 80% penduduk perkotaan mendapatkan pelayanan air bersih yang dilayani melalui sistem perpiaan (sebesar 47 %) dan sistem nonperpiaan (sebesar 33 %). Namun, kondisi cakupan pelayanan air bersih perpipaan rata-rata untuk penduduk wilayah perkotaan saat ini baru mencapai 20,32 %, sisanya dilayani oleh sistem nonperpipaan maupun mengupayakan sendiri dengan kualitas yang kurang memuaskan.

Demikian pula halnya dengan pelayanan air bersih perdesaan, cakupan pelayanannya masih belum dapat menjangkau perdesaan miskin dan rawan air. Permasalahan kesehatan lingkungan yang diakibatkan oleh rendahnya cakupan pelayanan air bersih, terutama di desa-desa miskin dan rawan air, semakin memburuk.

Persoalannya kemudian adalah, bagaimana akses terhadap air bersih tersebut dapat terbuka untuk masyarakat miskin di wilayah perkotaan dan perdesaan rawan air? Dalam konteks peningkatan derajat kesehatan khususnya di pantura, hal ini harus menjadi agenda semua pihak; pemerintah, swasta, dan masyarakat.

Air Bersih untuk Masyarakat Miskin PanturaDampak kekeringan yang terjadi semakin memperparah kondisi kehidupan masyarakat pantura. Penyediaan air bersih relatif susah didapatkan, karena struktur geologi dan morfologi pantura menrupakan endapan lanau berpasir, endapan aluvium dengan kemiringan kurang dari 5 %. Potensi air bersih yang bersumber dari air tanah di wilayah pantura secara umum tidak layak minum, mengingat pantura merupakan zona infiltrasi air laut. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan kecenderungan semakin tingginya tingkat pencemaran air tanah dan air permukaan, sehingga secara fisik, kimia, dan bakteriologis, kandungan air tanah dan air permukaan pantura harus diolah terlebih dahulu agar layak minum. Kepala Dinas Tata Ruang dan Permukiman Jabar, Ir. H. Setia Hidayat mengemukakan bahwa di wilayah Pantura sedikitnya terdapat 5 juta masyarakat miskin yang rata-rata belum bisa menikmati air bersih. Jumlah masyarakat miskin di Jabar mencapai 9,5 juta jiwa yang tersebar di beberapa daerah. 50% dari jumlah tersebut berada di wilayah pantura. Begitulah, keadaan mereka memang sangat memprihatinkan. Mereka sering kesulitan mendapatkan air bersih, terutama pada saat musim kering. Selama musim kemarau panjang, kebutuhan air masyarakat dipasok PDAM dengan menggunakan mobil tangki. Di samping itu, mereka terpaksa membeli air bersih dalam jerigen yang dijual antara Rp 1.000,00 hingga Rp 1.500,00 per jerigen.
Upaya untuk membuka akses terhadap air bersih, terutama bagi masyarakat miskin dan rawan air di wilayah pantura, perlu dilakukan dengan memanfaatkan semua potensi yang ada pada pemerintah dan masyarakat. Namun demikian, pembangunan sistem air bersih melalui sistem perpipaan sangatlah mahal, terutama dalam investasi jaringan perpipaan.

Salah satu konsep yang sedang dirintis di Jawa Barat adalah membangun prasarana air bersih nonperpipaan skala regional yang dapat meningkatkan akses pelayanan yang lebih luas, dengan melibatkan masyarakat dan UKM dalam pendistribusiannya.

Dinas Tata Ruang dan Permukiman bersama beberapa PDAM di Pantura dalam konsep ini, mengupayakan membangun Instalasi Pengolahan Air/Water Treatment Plant (IPA/WTP) dan reservoar-reservoar air bersih yang penempatannya dapat menjangkau sasaran masyarakat miskin dan rawan air di wilayah pantura. Air bersih kemudian didistribusikan melalaui kerjasama dengan kelompok usaha masyarakat kepada konsumen yang membutukan melalui kemasan jerigen dengan harga yang diupayakan terjangkau.

Sistem penyediaan air bersih Direct Servises melalui transaksi cash and carry di pantura Jawa Barat secara skematik per satu lokasi terdiri dari sistem sebagai berikut.
1. Sistem Produksi; terdiri dari 1 unit bangunan penangkap/intake, 1 unit instalasi lengkap pengolahan air bersih 50 l/detik, pipa transmisi 500 meter, dan 1 unit buffer reservoir 400 m3 lengkap dengan perlengkapan elektrikal-mekanikal.
2. Sistem Penghantar; jaringan pipa penghantar dengan total panjang + 41 km. Tujuan dari sistem ini adalah pendekatan sistem ke arah direct services. Perubahan sistem distribusi/delivery air bersih dari sistem perpipaan ke sistem direct services mencoba menggali dan meningkatkan peran serta usaha kecil masyarakat.
3. Sistem Pembagi; terdiri dari 5 sub-sistem pembagi. Masing-masing dari sub-sistem tersebut terdiri dari 1 uniy reservoir 200 m3 dan 5 unit terminal air 3 m3, lengkap dengan 5.250 unit jerigen air 20 liter. Dari sistem pembagi ini, masyarakat yang dapat terlibat dalam pendistribusian ini adalah sekitar 70 orang buruh gerobak per sub sistem terminal air.

Analisis Harga Jual

Biaya produksi air bersih di beberapa PDAM Pantura berkisar antara Rp.650,00 hingga Rp.1000,00 per m3 (tanpa biaya depresiasi), sehingga diharapkan PDAM dapat menjual kepada UKM sebesar Rp.13,00 20,00 per jerigen. Harga jual dari UKM ke konsumen diharapkan tidak lebih besar dari Rp.200,00/jerigen, sehngga margin keuntungan UKM berkisar antara Rp.187,00 Rp.180,00/jerigen.

Berdasarkan pendekatan kaji tindak (action research) berupa identifikasi potensi dan masalah, maka dibutuhkan stimulasi dan tindak turun tangan pemerintah (pusat/propinsi/kab/kota) dalam menuntaskan krisis air bersih yang akut dan kronis di pantura dengan program pemenuhan air bersih pantura dalam jangka pendek. Hal itu diarahkan dalam upaya peningkatan kualitas dan kuantitas air bersih di kantong-kantong kemiskinan dan daerah tercemar, daerah payau, dan saat musim kemarau di wilayah pantura.

Program tersebut dimaksudkan untuk menanggulangi krisis pemenuhan air bersih di pantura sebagai dampak kekeringan dan pencemaran lingkungan, sehingga dapat meningkatkan pemerataan pembangunan dan kesejahteraan masyarakat pantura, sehingga peningkatan IPM dapat tercapai. Selain itu, beban masyarakat miskin di wilayah yang belum terlayani sistem penyediaan air bersih PDAM Jabar dapat dikurangi. Di samping itu, program tersebut diharapkan dapat mendukung pertumbuhan ekonomi wilayah melalui jalinan kemitraan antara PDAM dengan UKM/masyarakat dalam bisnis air bersih.

Penanggulangan krisis air bersih di pantai utara Jabar ini dilakukan dengan pendekatan pemberdayaan masyarakat (community enpowerement) dan pembangunan yang berkelanjutan (suitainable development).

Program tersebut dapat terlaksana bila adanya koordinasi/sosialisasi lintas sektor, yaitu kegiatan koordinasi institusi intra dan antarpemerintahan, pusat, propinsi, dan kabupaten/kota. Selain itu, diperlukan pula upaya pemberdayaan masyarakat dan penyusunan desain rinci (Detail Engineering Design), yaitu kegiatan penyuluhan dan pemberdayaan guna memperkuat kelembagaan dalam masayarakat, termasuk di dalamnya kerjasama dengan swasta dan UKM. Langkah lanjutan dari kegiatan ini adalah membuat dokumen kesepakatan dan community action plan (CAP) dalam bidang prasarana dan sarana permukiman, khususnya bidang air bersih, serta menyusun rencana program jangka menengah (RPJM) yang komprehensif, akomodatif, acceptable, implementable, integrated, dan sustainable. Langkah selanjutnya adalah mengadakan kegiatan pembangunan fisik prasarana dan sarana air bersih sesuai hasil penyusunan DED yang tentunya diikuti dengan pengawasan/supervisi konstruksi.

Mudah-mudahan, dengan terealisasinya Program Air Bersih yang tahun lalu diusulkan Dinas Tata Ruang dan Permukiman ke DPRD ini, jutaan masyarakat miskin di Pantura mendapatkan kesempatan yang selama ini sangat mereka idam-idamkan: menikmati air bersih.

Nantinya, keberhasilan program tersebut dapat ukur dari beberapa indikator, antara lain masyarakat lebih mudah mendapatkan air bersih, dapat membeli air bersih dengan harga yang terjangkau, dan mempunyai kelembagaan yang lebih baik dalam pemenuhan kebutuhan air bersih. Semoga. (Dhani Suherlan)

Dinas Tata Ruang dan Permukiman Propinsi Jawa Barathttp://distarkim.sundanet.com/index.php?a=7

Post Date : 13 Oktober 2003