Air bukan Gratisan

Sumber:Pikiran Rakyat - 05 Juni 2007
Kategori:Air Minum
FENOMENA Situ Aksan, rentan banjir di musim hujan, dan sulitnya mendapat air di musim kemarau bisa jadi masa depan sebagian besar wilayah. Menurut Pakar Lingkungan ITB, Dr. Ir. Arif Sudrajat, kondisi air tanah sudah menyurut dan sangat terganggu penyerapannya.

"Base-flow aliran sungai sangat rendah pada waktu musim kering. Sedangkan pada musim hujan, air cepat mengalir ke sungai, dan banjir. Ini fenomena umum yang menunjukkan sistem hidrologi daratan terganggu. Air tanah tidak terisi dengan baik," katanya.

Menurut Doktor lulusan Universitas Maryland College Park AS ini, dalam hidrologi, terdapat kompartemen-kompartemen yang mengelola air, antara lain sebagai penyimpanan dan penguapan. "Sistem tersebut kini tidak berjalan baik. Air tidak terdistribusi, lebih banyak ke lintasan dan terbuang," ujarnya.

Dengan rusaknya struktur hidrologi daratan, air hujan yang termanfaatkan semakin kecil. Padahal Indonesia termasuk negara yang kaya air dan tidak akan kekurangan suplai air hujan. "Sekarang adalah bagaimana kita memanfaatkan air hujan itu," katanya.

Secara kasat mata, perubahan lahan memang sudah terjadi dan sulit dibendung. "Kalau kita ingin bicara perbaikan, memang tidak perlu kembali seperti ke tahun 1900, ada teknologi perbaikan sistem hidrologi yang bisa dilakukan," katanya.

Menurut Arif, apa yang bisa dilakukan adalah penerapan dan praktik peraturan yang dipatuhi semua pihak. Ia mencontohkan pola "kredit" air hujan yang dilakukan di beberapa negara lain. "Ketika kita melakukan sesuatu yang mengubah lintasan air, kita dituntut untuk memasukkan jumlah yang sama," katanya.

Sistem injeksi bisa dilakukan dalam berbagai tingkat kesulitan. "Pada tingkat masyarakat, bisa saja diwajibkan membuat sumur resapan. Tetapi ini perlu dipantau kualitas dan desainnya," ungkap Arif.

Pada tingkat yang lebih tinggi, injeksi dilakukan secara lebih serius, antara lain pemompaan ke bawah. Agar berhasil, perlu dicari terlebih dahulu aktiver yang rusak, atau yang bisa dimanfaatkan.

Arif mengatakan perlunya perubahan cara berpikir mengenai pemanfaatan air dan pendekatan terintegrasi pemerintah dan masyarakat. "Dari apa yang terjadi sekarang, kita tidak tahu apa yang akan terjadi di 2025 misalnya. Air bukan murah meriah atau gratisan, pasti ada cost," ucapnya menandaskan.

"Dan ini menjadi kewajiban bagi orang yang menggunakan air tanah, ada fee untuk perbaikan. Paradigmanya harus sebagai pengguna-pembayar," ujarnya. Biaya air tanah, lanjut Arif, seharusnya dikembalikan untuk memperbaiki air tanah. "Harus ada mekanisme khusus yang dicari, termasuk komitmen pemerintah. Kalau jadi pajak dan tidak kembali ke sana, sama saja bohong," katanya.

Arif mengharapkan perhatian pada pengelolaan air. "Air memenuhi kebutuhan industri, ekonomi, dan warga, kalau tidak bergerak kondisinya akan semakin mengkhawatirkan. Penurunan kondisi air baku secara umum terus terjadi, jika tidak melakukan penanganan dari sekarang, semua itu bisa kolaps," katanya.

Pengelolaan sumber daya air, lanjut Arif tidak bisa ditunda-tudan. "Kalau kita mulai injeksi air tanah dari sekarang, setidaknya bisa dimanfaatkan 10 sampai 15 tahun ke depan. Jangka panjang memang. Tetapi kalau tidak mulai dari sekarang, semakin lama, biaya (perbaikan) juga akan semakin besar," ujarnya. Dr. Ir. Arif Sudrajat(Islaminur Pempasa/"PR")



Post Date : 05 Juni 2007