Air Mengalir, Kekeringan Belum Juga Usai

Sumber:Kompas - 05 Agustus 2009
Kategori:Air Minum

Peneliti dari Universitas Karlsruhe, Jerman, Prof Dr Ing Franz Nestmann, mengajukan proposal izin penelitian ke Gubernur DI Yogyakarta Sultan Hamengku Buwono X pada 1998. Butir-butir keringat segera mengucur deras ketika Sultan menolak proposal penelitiannya.

Namun, kini bendungan air bawah tanah pertama di dunia yang digarap atas kerja sama Pemerintah Jerman dan Indonesia di Goa Bribin rampung dan siap melayani masyarakat.

Kala Nestmann pertama kali tertarik meneliti aliran sungai bawah tanah di Goa Bribin, Gunung Kidul, Sultan menantangnya untuk tidak sekadar menghasilkan buku penelitian.

Butuh dua tahun bagi Nestmann untuk berpikir dan mengumpulkan dukungan sebelum akhirnya berhasil meyakinkan Kementerian Pendidikan dan Penelitian (BMBF) Jerman untuk mengucurkan dana lebih dari Rp 100 miliar bagi pengembangan turbin mikrohidro di Bribin. Proyek Bribin telah melahirkan tiga doktor bagi Jerman dan menjadi tumpuan harapan pemenuhan kebutuhan air bagi warga dengan selesainya rangkaian kegiatan.

Pada Sabtu (1/8), lima turbin seluruhnya rampung dipasang di bendungan sungai bawah tanah Goa Bribin. Beberapa pekerja bergantian naik turun menggunakan lift barang pada terowongan berdiameter 2,5 meter dengan kedalaman 100 meter menuju bendungan sungai bawah tanah Goa Bribin. Mereka akan memasang pipa terakhir dari dua pipa yang menyalurkan air ke bak penampungan utama.

Namun, mendung masih menggelayuti proyek prestisius yang menjanjikan biaya energi Rp 0 karena menggunakan listrik dari tenaga mikrohidro ini. Setelah air tiba di penampung utama, pemerintah daerah belum memperbaiki jaringan perpipaan yang akan mendukung aliran air hingga bisa dikonsumsi 75.000 orang. Hanya 15 persen dari sistem perpipaan yang masih layak digunakan.

Sistem perpipaan itu dibangun ketika eksploitasi air sungai bawah tanah di Bribin masih menggunakan pembangkitan listrik dengan menggunakan generator maupun listrik dari jaringan Perusahaan Listrik Negara (PLN). Pompa listrik dari PLN berhasil mengalirkan air 80 liter per detik dengan biaya Rp 265 juta per tahun. Selain tak membutuhkan biaya energi, teknologi mikrohidro dari Jerman ini dapat beroperasi 24 jam terus-menerus.

Nestmann juga mengkhawatirkan debit air di aliran sungai bawah tanah Goa Bribin yang terus menurun. Pada musim kemarau 2000, debit air masih 1,3 meter kubik per detik dan sekarang tinggal 0,8 meter kubik per detik. Penurunan debit air ini diduga akibat semakin maraknya pertambangan kapur di wilayah perbukitan karst. Terkait hal ini, pemerintah daerah harus segera membuat regulasi pengaturan daerah tangkapan air di perbukitan karst.

Wilayah Gunung Kidul sengaja dipilih oleh peneliti dari Jerman karena didominasi perbukitan karst. Menurut Nestmann, 60 persen dari cadangan air di dunia tersimpan di wilayah karst. Cadangan air ini terbuang percuma karena porositasnya yang tinggi dan kualitas air rendah.

Masalah lain yang masih menggelayuti proyek Bribin adalah belum adanya transfer teknologi kepada Indonesia. Tim peneliti dari Jerman mengaku terbuka untuk membagi ilmu dan meminta Perusahaan Daerah Air Minum yang nantinya akan mengelola jaringan air ini untuk mulai belajar tentang teknologi pengelolaan turbin mikrohidro di Goa Bribin. Apalagi pengoperasian seluruh turbin ini nantinya menggunakan sistem pengendali yang tidak manual.

Camat Semanu Suhadi yang ditemui sedang mengunjungi lokasi proyek Bribin mengaku sama sekali belum tahu-menahu tentang apa yang harus dilakukannya setelah proyek tersebut rampung. Sejauh ini, ia mengakui, belum ada rencana untuk memperbaiki jaringan air atau membangun sistem perpipaan baru ke rumah-rumah penduduk.

Lepas dari proyek Bribin, peneliti dari Jerman akan mulai menggarap Goa Seropan pada 2010. Pengangkatan air di Goa Seropan ini menggunakan teknologi yang berbeda dengan pemanfaatan tenaga air terjun di aliran sungai bawah tanah Seropan. Menurut Nestmann, timnya juga akan menggunakan pipa dari kayu di dalam goa yang lebih awet untuk mengalirkan air bagi 42.510 jiwa. Mawar Kusuma



Post Date : 05 Agustus 2009