Air, Privatisasi, dan Hak Asasi Manusia

Sumber:Sinar Harapan - 22 Maret 2006
Kategori:Air Minum
Air sebagai bagian dari hak asasi manusia (HAM) semakin bergeser fungsinya menjadi komoditas bisnis dan politik sehingga mengancam pemenuhan HAM bagi 1,1 miliar jiwa yang belum bisa mengakses air bersih dan 2,4 miliar jiwa tanpa fasilitas sanitasi memadai yang sebagian besar hidup di Afrika dan Asia. Air komponen paling dasar bagi manusia.

Penyakit yang terkait dengan kekurangan air pun semakin meningkat. Menurut Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 80 persen penyakit di dunia (kolera, disentri, hepatitis), akibat manusia mengonsumsi air tidak memenuhi standar kesehatan. Kesenjangan ekonomi antara negara-negara barat dan timur, juga menimbulkan adanya ketidakadilan atas akses air yang sangat serius. Di AS, setiap orang mengonsumsi 158 galon air setiap hari, sedangkan di Senegal, hanya 7,6 galon per orang. Pola konsumsi yang boros ini pada akhirnya akan menjerumuskan pada ketidakadilan yang lain, karena perilaku sebagian kecil manusia akan ditanggung oleh sebagian besar umat manusia lainnya.

Hak atas Air

Sebagian besar permukaan bumi terdiri atas air, namun hanya 1 persen air tawar layak konsumsi. Lainnya air asin, dan air padat di kutub. Ketersediaan air yang sangat terbatas tersebut semakin tidak bisa memenuhi kebutuhan manusia yang jumlahnya semakin bertambah. Dalam kurun waktu 50 tahun, populasi dunia meningkat hampir 60 persen, dari 2,5 miliar jiwa pada tahun 1950 menjadi sekitar 6 miliar jiwa pada tahun 2005. Akibatnya eksploitasi atas sumber daya alam, termasuk air semakin besar, sehingga tingkat konsumsi air yang tersedia per orang menurun 58 persen. Industrialisasi yang dipusatkan di perkotaan telah menciptakan permukiman kumuh yang sangat sulit dijangkau jaringan air bersih, meningkatnya tingkat pencemaran air dan berbagai macam penyakit lainnya.

Privatisasi air juga menjadi ancaman serius. Air ditempatkan sebagai komoditas, sehingga makin menjauhkan fungsi esensial air sebagai komoditas publik. Dengan privatisasi, hanya mereka yang berkemampuan ekonomi yang bisa mengakses air. Privatisasi yang hanya bertujuan mencari profit bukan menjadi solusi bagi kelangkaan air, namun menjadi masalah baru dan menjerumuskan negara dalam jebakan utang yang semakin dalam.Contohnya Perusahaan Air Minum Jaya di Jakarta yang terjebak utang Rp 1,6 triliun dan Perusahaan Daerah Air Minum di Kabupaten Sleman Yogyakarta yang terjerat utang Rp 10 miliar.

Bocor dan Tercemar

Pentingnya fungsi air bagi kehidupan manusia menjadikan air sebagai emas biru. Terjadi konflik perebutan akses dan sumber daya air antara negara berkembang. Di tingkat lokal, antara kebutuhan pertanian dan komersial. Manajemen air sangat buruk, mengakibatkan tidak efisiennya distribusi air. Banyak air hilang di jalan. Di Asia, tingkat kebocoran air 42 persen, Afrika 39 persen, Amerika Latin 42 persen, dan Amerika Utara 15 persen. Pencemaran air di Asia sangat tinggi (90 persen) limbah air langsung dibuang ke sungai tanpa proses pengolahan.

Dalam Konvensi Hak Anak, hak atas air diakomodasi dalam artikel 24: Negara wajib melakukan tindakan untuk memerangi penyakit dan kekurangan gizi pada anak melalui penyediaan nutrisi yang berkecukupan dan air minum yang bersih, dan juga memperhatikan bahaya dan resiko dari polusi lingkungan. Skema MDGs (Millenium Development Goals) yang merupakan komitmen para kepala negara/pemerintahan anggota PBB untuk memerangi kemiskinan global sampai tahun 2015 (dicetuskan di Millenium Summit September 2000 di New York) menyerukan adanya jaminan kelestarian lingkungan hidup dalam melaksanakan pembangunan dan menyediakan akses air bersih dan sanitasi yang memadai bagi masyarakat yang saat ini belum bisa menikmatinya.

Belum ada implementasi yang kongkret dari berbagai macam konvenan maupun komitmen internasional tersebut untuk menjamin fungsi air sebagai HAM. Yang dibutuhkan sekarang kebijakan keadilan air bagi semua. Tanpa itu, air hanya akan jadi komoditas bisnis dan politik yang tiada akhir, padahal lebih dari 3 miliar jiwa meminta jaminan atas air sebagai hak asasi.

Mimin Dwi Hartono Penulis adalah pengamat masalah lingkungan

Post Date : 22 Maret 2006