Air Sungai Tak Layak untuk Mandi

Sumber:Koran Sindo - 11 Juli 2011
Kategori:Sanitasi

MALANG– Kondisi air sungai di Kota Malang sudah sangat memprihatinkan. Tingginya jumlah perumahan di kawasan daerah aliran sungai (DAS) serta buruknya sanitasi, membuat tingkat pencemarannya sangat tinggi.

Berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kota Malang, tingkat pencemaran air yang paling tinggi terjadi akibat limbah domestik rumah tangga.Salah satu yang mencolok adalah kandungan deterjen terlarut di dalam air sungai. Menurut Kepala Bidang Pengawasan dan Pengendalian Lingkungan BLH Kota Malang Wasana Putri,saat ini air sungai di wilayah Kota Malang masuk golongan kelas tiga.

”Artinya air sungai sudah tidak bisa dikonsumsi, hanya bisa untuk usaha pertanian, ”tegasnya. Bukan hanya tak layak untuk dikonsumsi, air sungai golongan kelas tiga juga tidak sehat untuk digunakan mandi, cuci, dan kakus. Menurut Wasana Putri, apabila digunakan untuk kegiatan mandi, air sungai golongan ini bisa menyebabkan penyakit kulit, seperti gatal-gatal.

Masuknya air sungai di wilayah Kota Malang dalam golongan kelas tiga, dipicu beberapa faktor.Seperti faktor lingkungan, di mana banyak ditemukan permukiman di pinggir sungai dan sanitasi masyarakat yang langsung mengarah ke sungai. Selain itu, juga karena faktor pencemaran air dari wilayah hulu, termasuk penggunaan pupuk kimia untuk pertanian yang berlebihan.

Berdasarkan pemantauan pada 2010 silam, pencemaran tertinggi yang ditemukan di dalam air sungai adalah deterjen. Seharusnya,kandungan deterjen di dalam air sungai maksimal 16 miligram (mg)/liter. Namun,di wilayah Kota Malang sudah mencapai 200 mg/liter. Sementara untuk residu atau bahan-bahan yang memicu tingkat kekeruhan air sungai sudah mencapai 400 mg/ liter.

Seharusnya, batas maksimal hanya 21 mg/liter. Sedangkan Oksigen terlarut mencapai 3 mg/liter, seharusnya mencapai 7,5 mg/liter. Meski sudah masuk golongan kelas tiga dan memiliki pencemaran deterjen tinggi. Namun, menurut Wasanah, air sungai ini masih bisa digunakan untuk perikanan, seperti budidaya ikan lele dan nila. Pihaknya juga terus melakukan pengawasan agar kualitas air sungai dapat terus terjaga. ”Sedikitnya ada 17 titik pemantauan kualitas air sungai.

Semuanya tersebar di Sungai Brantas,Amprong, Bango,Metro, dan Sukun,”tegasnya. Terjadinya pencemaran air yang dipicu buruknya sanitasi perumahan ini, juga diakui Kepala Unit Pelaksana Teknis (UPT) Pengolahan Sampah dan Limbah Dinas Kebersihan dan Pertamanan (DKP) Kota Malang Agus Gunarto.”Apabila dibiarkan terus-menerus, bisa mengancam kelestarian air bawah tanah dan air sungai,”tuturnya.

Mengantisipasi semakin tingginya tingkat pencemaran air bawah tanah dan sungai, solusi yang paling mutakhir adalah dengan pembuatan sistem sanitasi masal yang dibangun secara komunal dalam satu wilayah perkampungan.”Limbah rumah tangga yang bersifat cair,harus masuk dalam saluran sanitasi komunal.

Kemudian diolah di dalam bak-bak penampung, sebelum akhirnya air yang sudah bersih dialirkan secara bebas,”imbuh Agus. Sistem sanitasi bersama ini sudah dilaksanakan di sejumlah kelurahan. Utamanya di wilayah perkampungan padat penduduk, sepertiKelurahanMergosono, Ciptomulyo, Samaan, dan Telogomas.

Selama 2010 juga dibangun sanitasi komunal di Kelurahan Bandungrejosari,Samaan, Jatimulyo dan Mojolangu. Menurut Kabid Tata Kota Badan Perencanaan dan Pembangunan Daerah (Bappeda) Kota Malang, Erik Santoso berdasarkan hasil survei yang dilaksanakan pada 2009 silam, tercatat ada 15% atau sekitar 9 dari 57 kelurahan di Kota Malang yang warganya masih menggunakan sungai sebagai MCK. yuswantor



Post Date : 11 Juli 2011