AIR UNTUK BEIJING

Sumber:Koran Tempo - 23 September 2008
Kategori:Air Minum

CHANGGUCHENG -- Tiga tahun lalu, Jia Jianguo tak mengerti kenapa pejabat pertanian setempat memintanya berhenti mengambil air dari dam. Kalaupun butuh air, ia diharuskan menggali sumur sendiri. "Saat itu cuma dibilang bahwa air dalam dam sudah tidak cukup lagi," kata petani berusia 60 tahun itu.

Jia dan para petani lainnya di desa di Provinsi Hebei itu akhirnya menggali sebuah sumur sedalam 30 meter. Memang, ladang gandum dan jagung mereka akhirnya bisa segar kembali. Tapi, muka air tanah yang terus melorot memaksa Jia dan kawan-kawannya terus memburu air hingga kedalaman sumurnya itu kini sudah lebih dari 40 meter.

Jia sampai saat ini tak pernah tahu bahwa air dalam dam yang biasa mengairi ladangnya justru "ditimbun" untuk dialirkan ke Beijing. Ini adalah bagian dari proyek raksasa penyodetan Sungai Yangtze di selatan untuk wilayah Cina di utara yang sedang dibangun sejak 2002 lalu.

Khusus di Beijing, laju urbanisasi telah menggandakan tingkat konsumsi air selama 1995 sampai 2005 menjadi 9,4 juta meter kubik per hari. Angka itu, ditambah dengan musim kering yang menggila selama satu dekade, telah membuat ibu kota nelangsa. Total, untuk kebutuhan pemukiman, pertanian, dan industri, air dalam tanah Beijing sudah defisit sebesar 400 juta meter kubik setiap tahunnya.

"Transfer air darurat ke ibu kota, Beijing, secara politik adalah sebuah isu penting dari kepentingan besar ekonomi provinsi kita," begitulah bunyi pernyataan resmi dari pemerintahan di Hebei, Kamis pekan lalu. Hari itu, kanal sejauh 305 kilometer yang membentang dari ibu kota Provinsi Hebei di Shijiazhuang hingga ke Beijing sudah mulai berfungsi.

Jia, kalaupun ia tahu, tentu tak bisa berbuat apa-apa. Keputusan sudah diketuk di kabinet Pemerintahan Komunis Cina yang memaksa Hebei--sejatinya bersama Beijing dan wilayah Cina Utara lainnya terbelit kekeringan sejak 1999--merelakan sumber airnya yang sudah sangat terbatas itu untuk dibagi lagi.

Total, ada empat dam di Provinsi Hebei yang diminta untuk "melunaskan dahaga" ibu kota dan 17,5 juta penduduknya. Rencana itu sempat akan dimajukan menjelang Olimpiade pada Agustus lalu. Saat itu, pemerintah Cina kebat-kebit karena pesta olahraga dunia itu diperkirakan bakal meningkatkan lagi tingkat konsumsi air sebesar lima persen.

Belum lagi kebutuhan untuk tampil "hijau" yang mensyaratkan venue-venue selalu bersih serta "mengganti" air sungai dan danau-danau yang sebenarnya sudah kotor dan tercemar. Tapi, pertengahan Agustus lalu, Menteri Perairan Hu Siyi tiba-tiba saja mengaburkan rencana penyodetan yang memicu protes dari kelompok pembela lingkungan karena dianggap tidak menyelesaikan masalah. Hu Siyi menyatakan bahwa Olimpiade tidak akan berpengaruh banyak terhadap suplai kebutuhan air di ibu kota.

Kini, setelah sebulan pesta Olimpiade berlalu dan seiring dengan musim kering yang kembali mendekati Cina Utara, Hu Siyi tak bisa berpura-pura lagi. Beijing harus benar-benar diamankan. Di sinilah peran Hebei yang akan memompa air sampai 300 juta meter kubik. Jumlah yang dipasok hingga 174 hari, sampai Maret tahun depan, itu (hanya) cukup untuk kebutuhan air di ibu kota selama sebulan.

"Kanalisasi ini memang sudah menjadi bagian dari rencana awal," ujar Lu Shengfang, Wakil Direktur Proyek Penyodetan Utara-Selatan. "Cina Utara mengalami defisit air yang kronis, termasuk Beijing. Dengan musim hujan yang baru lalu, kami yakin tiga dam di Hebei terisi air sekitar 1,33 miliar meter kubik yang cukup untuk membantu Beijing."

Total, Xinhua memberitakan, pada 2010 nanti ketika proyek sodetan Utara-Selatan sudah semakin menunjukkan rupanya, Beijing bisa menerima sampai satu miliar meter kubik air setiap tahun dari Sungai Yangtze.

Melepas Dahaga dengan Minum Racun

Kanal yang dibangun sejauh 309 kilometer dari Shijiazhuang ke Beijing hanyalah bagian kecil dari Proyek Sodetan Air Selatan ke Utara. Proyek darurat senilai US$ 25 juta itu tergolong raksasa yang setara dengan pembangunan Tembok Raksasa. Proyek ini melengkapi ambisi Cina dengan beragam proyek raksasa lainnya yang dimulai pada tahun ini, yakni pembangunan bendungan pembangkit listrik terbesar di dunia dan jaringan rel tertinggi di dunia yang menyeberangi daratan beku Tibet.

Tapi, proyek sodetan dinilai terlalu instan dan mahal. Yang memprotes bukan cuma para petani yang sumber airnya terserobot, tapi juga pemerintahan daerah setempat dan kelompok-kelompok pembela lingkungan. Para aktivis pembela lingkungan menyatakan sodetan raksasa hanya akan menambah sampah di ibu kota.

Wen Yibo, presiden sebuah perusahaan teknologi lingkungan, Sound Group, mengungkapkan bahwa kanal-kanal yang digunakan nanti bisa jadi terpolusi karena kota-kota yang akan dilewatinya memiliki sejarah pengolahan limbah yang buruk. Menurut dia, ada banyak metode yang lebih cepat dan murah untuk menggantikan metode sodetan jarak jauh itu.

"Untuk mengalihkan aliran satu ton air, biaya yang dibutuhkan adalah 6 hingga 10 yuan. Tapi pengolahan air sampah hingga memenuhi kualitas air yang setara hanya memakan biaya 3 sampai 4 yuan," ujar Wen.

Aktivis lainnya, termasuk Liang Congjie dari Friends of Nature, juga menginginkan pemerintah menghentikan penggalian sumur dan memperbaiki kebocoran pipa distribusi air bersih yang marak di mana-mana. Pernyataannya ini senada dengan hasil studi yang ditelurkan Probe International.

Menurut pihak Probe, penyodetan air dari selatan ke utara serta menjamurnya sumur-sumur ultradalam di pegunungan kapur di sekeliling kota adalah resep untuk kehancuran lingkungan Beijing.

"Kebijakan yang mengedepankan pengambilan air dari sumber lain yang jauh mungkin merupakan langkah darurat untuk menyelamatkan Beijing dari kelangkaan air dan flush out sungai dan danaunya yang tercemar, tapi semua itu bukanlah solusi yang mendasar," tulis Probe International dalam laporannya.

Probe International juga menyebutkan bahwa menyodet air hanya akan menambah kebutuhan, dan dalam skala yang sangat besar akan menimbulkan masalah lingkungan serta ekonomi. "Penyodetan air permukaan ataupun menggali sumur lebih dalam, itu sama saja dengan mencoba menghapus dahaga dengan meminum racun," tulis Probe.

Meski begitu, pemerintahan Beijing tetap memasang kacamata kuda. Proyek itu tetap berjalan sejak 2002 lalu. Mereka cuma mengatakan bahwa ini adalah solusi untuk krisis air yang semakin parah sejak 50 tahun terakhir.

Sebanyak satu juta warganya siap dipindahkan untuk memberi kemudahan bagi jalannya air di tiga kanal yang saling menghubungkan Sungai Yangtze dengan Sungai Kuning, Sungai Huai, Sungai dan Hai. Sodetan terdiri dari kanal timur sejauh 1.150 kilometer dan kanal pusat yang terentang 1.246 kilometer.

Sementara itu, kanal di bagian barat yang dianggap paling mahal--dari dataran tinggi Tibet--masih dirancang. Kedua kanal yang lain dijadwalkan selesai pada 2010.

Mission Impossible?

Beijing adalah satu di antara megakota di dunia yang paling miskin air. Penyedotan air tanah secara berlebihan yang menyebabkan muka airnya anjlok cepat (turun 30 meter sejak 1959) telah melahirkan masalah yang luar biasa untuk kota ini dan Cina Utara pada umumnya.

Namun, krisis air bukanlah masalah baru untuk Beijing dan Cina. Sejak hampir 60 tahun lalu penduduk di Beijing sudah "bermain-main" di batas garis kemiskinan air, 1.000 meter kubik air per kapita. Pada 2007 lalu, angkanya sudah kurang dari 230 meter kubik. "Kini, dengan dua dam terbesar yang terus mengering yang dimiliki kota itu, sangat sulit melihat sebuah gelas bisa terisi air sampai sepersepuluhnya," tulis situs Ecoworldly.

Kini, Beijing menghadapi sebuah misi yang kelihatannya impossible, yang mungkin berguna sebagai pelajaran untuk negara lain, termasuk Indonesia: terlalu banyak orang tapi terlalu sedikit sumber daya. Berikut ini gambarannya:

Separuh dari 617 kota besar di Cina, termasuk Beijing, mengalami kelangkaan air.

Sedikitnya, 300 juta orang di Cina tidak memiliki akses terhadap air minum yang aman dan bersih.

Sebanyak 90 persen air tanah di kota-kota dan 75 persen air sungai serta danau terpolusi.

Setiap tahun, industri di Cina membuang begitu saja--tanpa mengolah lebih dulu--40 miliar sampai 60 miliar ton limbah cair ke sungai dan danau.

Setiap hari, 90 juta warga menggunakan air yang tercemar.

WURAGIL/AFP/SFGATE/CHINAPOST



Post Date : 23 September 2008