Akses Air Mengalir di Malioboro Terbatas

Sumber:Kompas - 04 November 2009
Kategori:Lingkungan

Yogyakarta, Kompas - Pedagang makanan di kawasan wisata Malioboro kesulitan mendapatkan akses air bersih karena terbatas. Selama ini, untuk tetap menjaga kebersihan dan kesehatan, para pedagang berinovasi. Kebersihan di samping keramahtamahan menjadi daya pikat Malioboro sebagai kawasan wisata. "Agar tetap higienis, pedagang harus mencuci piring, gelas, dan sebagainya dengan air mengalir. Tapi, ruang di Malioboro terbatas sehingga sulit membangun keran air. Jika ada, debit airnya juga terbatas. Nah, ini tinggal nanti bagaimana inovasi dari pedeagang," ujar Ketua Lembaga Pemberdayaan Komunitas Kawasan Malioboro Rudiarto, Selasa (3/11).

Staf Seksi Penyehatan Lingkungan Dinas Kesehatan DIY Jaka Widada mengatakan, kesulitan air mengalir di Malioboro bisa disiasati dengan membuat dispenser. Namun, langkah itu perlu dikomunikasikan dengan Pemerintah Kota Yogyakarta.

Pedagang bakso, Mugiyono, mengatakan, untuk mencuci piring, ia masih menggunakan air dalam ember karena sulit mencari air mengalir di kawasan Malioboro. Selain mengambil air dari kawasan kantor gubernur, ia juga biasa membeli air bersih dari pedagang.

Meski banyak kendala untuk meningkatkan kebersihan, lanjut Mugiyono, pedagang sepertinya tetap perlu mendapat pelatihan dan pembinaan. Sejak mengikuti pelatihan, ia mengaku telah mengubah kebiasaan memasak. "Kalau dulu bikin bakso pakai tangan saja, sekarang saya pakai sarung tangan karet," ujarnya.

Menurut dia, menjaga kebersihan dan bersikap ramah sebenarnya berguna bagi kepentingan pedagang. Wisatawan akan semakin nyaman datang ke Malioboro sehingga penghasilan pedagang bisa meningkat. Pembinaan pedagang Rudiarto menuturkan, pedagang perlu terus mendapat pembinaan agar memahami pentingnya menjaga kebersihan dan menjaga keramahtamahan. Untuk menjaga kebersihan itu, pedagang kuliner sudah beberapa kali mendapat pelatihan.

"Pelatihan belum bisa menyentuh semua pedagang sehingga perubahan perilaku yang diharapkan kurang maksimal. Perlu ada pelatihan dan pembinaan terus-menerus bagi pedagang," kata Rudiarto, di acara Pemberdayaan Masyarakat di Kawasan Malioboro 2009.

Dalam acara yang diadakan Dinas Pariwisata DIY ini, sekitar 100 pedagang kuliner mendapat pelatihan tata tertib pedagang, pengelolaan limbah, sanitasi makanan, gizi makanan, hingga praktik memasak yang sehat.

Rudiarto menuturkan, dari pelatihan sebelumnya, ada perubahan perilaku pedagang, antara lain komitmen memasang daftar harga makanan. Pemasangan daftar harga penting karena selama ini banyak wisatawan yang mengeluh harus membayar makanan terlalu mahal. (ARA)



Post Date : 04 November 2009