Alternatif Itu MCK plus-plus...

Sumber:Kompas - 23 Maret 2007
Kategori:Sanitasi
Kisah berawal pada akhir tahun 1999, ketika fasilitas mandi-cuci-kakus atau MCK plus-plus hadir di Kelurahan Alam Jaya, Jatiuwung, Tangerang. "Enam tahun sudah saya selalu ke sini," kata Uda (50-an), pengontrak rumah di kawasan tersebut. Itulah jawaban atas pertanyaan seberapa penting keberadaan fasilitas umum itu.

Bukan dia saja, istri, anak, dan ratusan penduduk menjadi "pelanggan tetap" MCK plus-plus. Setiap pagi, sore, atau kapan saja hasrat buang air besar tiba, sebagian besar warga di kawasan padat penduduk yang mayoritas buruh pabrik itu bergegas ke sana.

Sebelumnya, coba bayangkan. Akibat keterbatasan fasilitas MCK yang disediakan pemilik kontrakan yang berjumlah puluhan petak, terjadi antrean panjang hampir setiap hari. Tak tahan, silakan mencari tempat terlindung lalu tuntaskan hasrat buang air.

Kini, soal air bersih layak untuk mandi dan mencuci, sesekali untuk memasak, juga tak lagi mengkhawatirkan. Ember-ember besar di depan rumah setiap saat siap diisi air bersih, baik membeli dari gerobak dorong atau MCK plus-plus.

MCK plus-plus merupakan fasilitas umum yang dibangun lembaga non profit Bina Ekonomi Sosial Terpadu (BEST). Selain sarana mandi-cuci-kakus, di sana terdapat fasilitas air bersih dari pompa air tanah sedalam 100 meter, pengolahan limbah MCK, sanitasi, dan pemanfaatan energi biogas.

Hingga kini, sudah 27 MCK plus-plus dibangun di Kota dan Kabupaten Tangerang. Rata-rata memanfaatkan tanah yang dibeli dari warga di kawasan padat penduduk seluas 150 meter persegi.

Pada setiap lokasi, dibangun enam kamar mandi dan enam kloset yang dipisahkan antara perempuan dan laki-laki. Lantai dan dindingnya berkeramik dan terjaga kebersihannya. Tak tercium bau sengak amoniak atau menyengat di sana.

Umumnya kaum lelaki di kawasan padat penduduk seperti di kampung Doyong, Alam Jaya, yang mayoritas buruh pabrik itu, para pengguna MCK plus-plus cukup menenteng peralatan mandi dan handuk yang dibelitkan di pinggang. Tarifnya, Rp 400 untuk mandi, Rp 300 untuk buang air besar, dan Rp 300 per 20 liter air bersih yang diambil menggunakan ember.

Bila Uda mandi dan buang air besar di sana, Sunaryo (40) beda lagi. Ia hanya memanfaatkan WC di MCK plus-plus karena untuk mandi sudah tersedia air sumur di rumahnya.

Menurut Faizin (37), penjaga MCK plus-plus di Alam Jaya, jumlah pengguna per harinya rata-rata sekitar 150 orang. Jumlah itu meningkat pada musim kemarau, ketika sumur-sumur di rumah warga debit airnya menurun drastis.

Sebaliknya, jumlah pengguna berkurang ketika musim penghujan tiba. "Kata warga hawanya dingin, jadi mendingan tidak mandi," kata dia, yang sudah enam tahun menjaga MCK plus-plus.

Seperti halnya di Alam Jaya, fasilitas serupa dibangun di Selapajang Jaya, Kecamatan Neglasari, Kota Tangerang, sekitar satu kilometer di sebelah barat Bandara Internasional Soekarno-Hatta. Rata-rata 50 pengguna mandi, mencuci, dan buang air besar di sana.

Seusai subuh dan sebelum petang hari menjadi saat paling sibuk di sana. Warga yang akan berangkat kerja giliran mandi. Tak lama, giliran para ibu rumah tangga mencuci. Enam kran air untuk mencuci tersedia di sana.

"Balada" pematang

Disadari atau tidak, kehadiran MCK plus-plus dan fasilitas serupa yang dikelola perseorangan berdampak positif bagi warga. Meskipun tak ada data matematis, jumlah kasus penyakit seperti diare atau yang disebut warga dengan sakit perut, menurun.

Sebelum ada fasilitas MCK plus-plus, seperti tak ada pilihan lain, warga di beberapa kawasan di Tangerang buang hajat di pematang sawah, sungai, semak-semak, bawah pohon, atau tempat terlindung lainnya.

Sementara, sumur-sumur sumber air bersih mereka dibiarkan tanpa bibir tembok. Genangan air hujan sewaktu-waktu siap membawa bakteri sumber penyakit ke dalam sumur.

Bukan itu saja, bau tak sedap membayangi siapapun yang memasuki perkampungan tanpa MCK plus-plus. Embusan angin malam yang dingin mengalahkan uap bau tanah seusai hujan. Bau "sedep malem" mereka menyebutnya.

"Dulu, berderet di pematang sudah sangat biasa. Berdekatan tak masalah. Bahkan, ada yang pernah dipatok ular ketika buang air besar," kata Amin (35), warga Selapajang Jaya, yang kini menjaga MCK plus-plus.

Meskipun begitu, pematang terus menjadi lokasi favorit pilihan warga Selapajang. Ancaman ular nakal yang siap mematok malah menjadi lelucon tersendiri.

Hal sama merata hampir di setiap kampung. Tak heran, bakteri Escheria coli penyebab diare leluasa berkembang, siap menerkam korban-korban baru. Soal yang satu ini, secara nasional ditemukan 300 kasus diare per 1.000 penduduk Indonesia.

Bahkan, laporan Departemen Kesehatan memposisikan diare sebagai penyakit mematikan bayi di bawah lima tahun (balita) kedua di bawah radang paru. Kisarannya, 46 kasus per 1.000 kelahiran hidup.

Temuan Badan Pengelolaan Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Provinsi DKI Jakarta tahun 2006, akibat sanitasi buruk seperti pembangunan septik tank yang tidak berkualitas, dari sampel air tanah yang diambil di 75 kelurahan, sebanyak 80 persennya memiliki kadar bakteri E-coli di atas ambang batas.

Libatkan masyarakat

Menurut Direktur Eksekutif BEST Hamzah Harun Al-Rasyid, melibatkan masyarakat calon pengguna sebelum pembangunan susah-susah gampang. Umumnya, mereka menerima rencana pembangunan fasilitas, tetapi butuh waktu sebelum setuju adanya tarif setiap penggunaan.

"Prinsipnya, mau tetap di pematang atau di sungai silakan, tetapi kami memberi alternatif," kata dia. Adapun rata-rata biaya pembangunan MCK plus, termasuk pembelian tanah minimal 150 meter persegi untuk kawasan Tangerang sekitar Rp 200 juta.

Pengalaman menunjukkan, maksud baik melibatkan masyarakat dengan sistem padat karya tak sepenuhnya sukses. Seringkali target waktu molor gara-gara tidak semua warga memiliki kemampuan teknis.

"Kami memilih warga yang benar-benar bisa bekerja profesional sebagai tukang, sedangkan yang tidak mampu tidak dilibatkan," kata dia. Rasa kepemilikan bersama diwujudkan dengan membayar seusai menggunakan fasilitas.

Dari sanalah penjaga MCK plus-plus digaji per bulannya Rp 310.000. Penghasilan tambahan diperoleh dari uang sisa setoran yang dipatok berbeda per lokasi MCK plus-plus.

Perintisan menyediakan air bersih dan sanitasi langsung di tengah masyarakat tersebut, akhirnya diakui pemerintah. Proyek berkelanjutan itu diyakini menjadi salah satu cara mengurangi keterbatasan akses air bersih masyarakat, sesuai program Tujuan Pembangunan Bersih (MDGs).

Program MDG mencanangkan pada tahun 2015, 69 persen penduduk Indonesia memiliki akses air bersih yang layak dan 72,5 persen memperoleh layanan sanitasi yang memadai. Kini, hanya 18 persen penduduk yang mengakses air bersih yang layak dan 45 persen mengakses sanitasi memadai.

Di antara yang sedikit itu termasuk ribuan penduduk Tangerang melalui sarana MCK plus-plus. Uda, Sunaryo, Amin, dan warga lain setidaknya tak perlu lagi celingukan sebelum buang air besar di tempat terbuka yang membahayakan kesehatan warga. Sementara, bagi jutaan warga lain masih sebuah kemewahan. (GESIT ARIYANTO/SOELASTRI SOEKIRNO)



Post Date : 23 Maret 2007