Anak-anak Itu Terkapar di Koja

Sumber:Kompas - 15 Februari 2007
Kategori:Sanitasi
Sudah jatuh tertimpa tangga pula. Begitulah nasib warga yang setelah bebas dari banjir, belenggu rasa lapar di pengungsian, dan rusaknya harta benda, kini harus masuk rumah sakit untuk mengurusi anak mereka yang terkapar akibat diare. Rumah sakit pun kewalahan menghadapi penyakit itu.

Siti Aminah (23) tampak gelisah saat berdiri di teras tepat di depan pintu Instalasi Gawat Darurat (IGD) Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Koja, Jakarta Utara, Rabu (14/2) siang. Ia berkali-kali menatap Alia Fitriani, anak petamanya yang berusia tiga bulan, di gendongan sarung batik lusuh.

"Saya khawatir, bingung, takut. Semua perasaan ini jadi campur aduk. Tadi saya sudah ke loket pendaftaran. Petugasnya minta agar saya melengkapi dengan surat pengantar dari ketua RT, baru boleh mendaftar," kata Siti dengan suara berat.

Keterangan petugas itu membuatnya bingung. Suhu badan Alia yang tinggi sejak pagi dan sudah enam kali mencret membuatnya khawatir jika harus ke rumah lagi hanya untuk meminta surat keterangan dari ketua RT. Wajah Alia pucat pasi, matanya cekung, kulitnya pun keriput. Sekali-sekali Alia menjulurkan lidahnya. "Beratnya sudah turun dua ons. Terus terang saya takut terjadi apa-apa pada Alia," katanya.

Rumah mereka di Jalan Tipar Timur, RT 10 RW 04, Kelurahan Semper Barat, yang sempat terendam banjir hingga setinggi 1 meter, cukup jauh dari RSUD Koja. Ia baru saja membawa anaknya dari rumah dengan naik ojek sepeda motor. Jalan dari rumahnya ke rumah sakit selalu macet setiap saat. Belum lagi suaminya, Iman (25), yang bekerja sebagai juru parkir, saat ini sedang tidak bersamanya. "Lalu pak ketua RT, apa ada di tempat atau tidak?" ucapnya.

Ongkos ojek dari rumahnya ke RSUD Koja Rp 15.000- Rp 16.000 untuk sekali jalan, atau setara dengan penghasilan bersih sehari suaminya. Naik angkutan kota memang murah, Rp 5.000, tetapi waktu tempuh bisa berjam-jam akibat terjebak macet. Gundah gulana hati Siti. "Kepalaku jadi pusing, benar-benar pusing," katanya.

Di tengah kebingungan itu datang dua petugas keamanan menjelaskan, surat keterangan ketua RT tidak diperlukan. Ada kesalahpahaman antara petugas loket dan Siti Aminah. Siti pun langsung dibimbing ke ruang IGD. Di ruangan ini sudah ada lebih dari 20 anak sedang ditangani dokter dan paramedis.

Jerit dan tangis

Suara tangisan, jeritan, dan erangan anak-anak di dalam ruang IGD bersahut-sahutan saat jarum infus menembus tubuh mereka. Salah satunya adalah Satria, berusia dua bulan, anak pasangan Sudarman (47) dan Siti Aisyah (28), warga RT 15 RW 12, Semper Barat, Jakarta Utara.

Satria mengerang kesakitan saat seorang suster mencabut jarum infus dari pergelangan tangan kirinya. Anak itu pun kembali menjerit ketika suster menusukkan jarum infus ke nadi pergelangan tangan kanannya. Suster sempat bersusah payah menemukan nadi di lengan mungil Satria itu. Meski jarum sudah masuk ke nadinya, Satria terus menangis sejadi-jadinya.

Ibunya, Siti Aisyah, sampai menitikkan air mata karena tidak tega menyaksikan bayi tak berdaya itu mengerang histeris. Sejak masuk ke ruang IGD Rabu pagi, cairan infus baru habis seperempat botol (satu botol isi 500 mililiter).

"Anak saya ini tadinya panas tinggi dan diare. Sempat dibawa ke bidan Jumat lalu. Suhu badannya sudah turun, tetapi diarenya masih ngocor sehingga kami membawanya ke sini," kata Aisyah.

Berat badan Satria merosot delapan ons, dari kondisi normal sebelumnya lima kilogram.

"Sejak terkena diare Jumat lalu, berat badannya terus turun. Sekarang 4,2 kilogram," tutur Sudarman.

Pasangan Sudarman-Siti Aisyah mempunyai tiga anak, yang semuanya terkena diare ketika banjir surut pekan lalu. Dua anaknya yang lain, Mutia (8) dan Regita (1 tahun empat bulan), sudah sembuh. Ketika Satria masuk rumah sakit, Rabu, Mutia dan Regita sudah terlebih dahulu diungsikan ke orangtua Aisyah di Bekasi. Rumah mereka yang terendam banjir belum sempat dibersihkan.

Suasana di RSUD Koja kemarin padat pasien. Tiga tenda dipasang di halaman depan IGD dan semuanya penuh pasien. Di selasar di belakang IGD, lorong lantai dua dan tiga rumah sakit itu juga penuh pasien. Penderita paling banyak adalah akibat diare. Mereka umumnya anak-anak balita dan dirawat silih berganti. Ada yang kondisinya kritis, bahkan dua orang di antara ratusan anak balita itu dilaporkan telah meninggal Selasa malam.

Humas dan Kepala Seksi Pelayanan RSUD Koja Caroline K mengaku pihaknya sampai kewalahan melayani pasien pascabanjir. Ia juga mengakui, dokter dan paramedis sampai tidak bisa istirahat karena tingginya tuntutan pelayanan terhadap pasien. Pengobatan pasien pascabanjir adalah gratis. Pascal S Bin Saju



Post Date : 15 Februari 2007