Atasi Banjir Harus Secara Holistik

Sumber:Media Indonesia - 31Januari 2005
Kategori:Banjir di Jakarta
BOGOR (Media): Masalah banjir yang terjadi di DKI Jakarta dan beberapa wilayah Indonesia tidak mungkin teratasi tanpa penyelesaian secara holistik dengan melibatkan semua pihak terkait, termasuk masyarakat.

Hal tersebut diungkapkan pakar kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB) Dr Ir Hendrayanto dalam diskusi terbatas Burning Issue di Kampus Dramaga IPB, kemarin. "Taruhlah kita mengatasi masalah itu secara holistik, tetapi minimal diperlukan waktu lima tahun untuk menahan laju peningkatan debit gelontoran banjir yang meningkat setiap tahun secara nyata," kata Hendrayanto.

Diskusi itu dihadiri juga oleh pengamat banjir IPB Prof Dr Hidayat Pawitan, pakar lanskap pertanian Dr Alinda FM Zain, dan pakar lingkungan Dr Etty Riyani.

Menurut Hendrayanto, selagi seluruh elemen di Indonesia sudah lupa budaya gotong-royong dan masih mementingkan ego sektoral dan ego kedaerahan, tidak akan ada perbaikan penanganan.

Karena itu, dia menyarankan agar penanganan banjir di Tanah Air dilakukan secara menyeluruh.

Ia menambahkan, pendekatan tersebut termasuk di dalamnya perlunya diberlakukan sistem insentif hulu-hilir.

Sementara itu, berdasarkan pengalaman hidupnya selama di Jepang, Hidayat Pawitan mengatakan, di Negara Matahari Terbit tersebut hingga tahun 1960-an korban banjir yang disebabkan oleh musim hujan dan pasang ombak lautan Pasifik masih banyak.

Tetapi, Jepang kemudian segera menerapkan pendekatan holistik yang melibatkan aspek budaya, sosial, perencanaan lanskap kota, dan kebijakan yang tepat di samping pengadaan teknologi.

Karena itu, sekarang di negara itu warga dapat keluar rumah dan berbelanja sesuka hati meskipun badai besar menerjang. "Mungkin Indonesia cenderung memilih pola penyelesaian banjir di Bangladesh, yang terkesan apatis menyikapi banjir yang datang setiap tahunnya," katanya.

Hendrayanto menggambarkan bahwa kebijakan pemerintah yang berkaitan dengan penanggulangan banjir selama ini hanya berlaku untuk tataran normatif saja. "Mana mungkin petani di kawasan hulu (Puncak) disuruh-suruh membuat terasering sementara tidak ada support dana dari pemerintah," katanya.

Seharusnya, kata dia, pemerintah memberikan insentif bagi upaya konservasi karena lahan dan air untuk kepentingan bersama, baik bagi petani di hulu maupun warga di daerah hilir. (DC/J-4)

Post Date : 31 Januari 2005