Aturan Perdagangan Karbon Sedang Digodok Pemerintah

Sumber:Kompas - 07 November 2008
Kategori:Climate

Makassar, Kompas - Pemerintah melalui Dewan Nasional Perubahan Iklim atau DNPI tengah menggodok aturan perdagangan karbon di Indonesia. Kementerian Negara Lingkungan Hidup telah mengajukan sejumlah konsep pengaturan itu, termasuk mekanisme keringanan atau pembebasan pajak untuk merangsang pengurangan emisi karbon dan aturan perjanjian kerja sama Reduced Emissions from Deforestation and Degradation.

Menteri Negara Lingkungan Hidup Rachmat Witoelar seusai membuka Rapat Koordinasi Regional Pengelolaan Lingkungan Hidup Se-Sulawesi, Maluku, dan Papua di Makassar, Kamis (6/11), menyatakan, draf aturan perdagangan karbon di Indonesia sedang dibahas DNPI.

”Itu bisa berupa kesepakatan nasional, bisa diatur melalui peraturan pemerintah, bisa melalui keputusan presiden. Yang jelas aturan itu harus tunduk kepada kesepakatan internasional tentang perdagangan karbon. Karena para pembeli (jasa lingkungan perdagangan karbon) adalah masyarakat internasional. Dan aturan internasional itu masih akan dimatangkan (dalam konferensi perubahan iklim di Copenhagen, 2009). Tetapi, kita sendiri sedang menggodok aturan perdagangan karbon di Indonesia,” katanya yang juga Ketua Harian DNPI.

Perdagangan karbon adalah jasa lingkungan yang dilakukan dengan mengurangi emisi karbon sebagai salah satu cara menghambat perubahan iklim. Pengurangan emisi, antara lain, bisa dilakukan dengan konversi energi dengan emisi karbon rendah oleh pelaku industri, atau mengurangi penebangan hutan tropis yang berfungsi sebagai penyerap emisi karbon.

Rachmat menyatakan, kawasan Indonesia timur sebagai kawasan dengan hutan tropis yang masih bagus memiliki potensi besar menawarkan jasa lingkungan perdagangan karbon.

Deputi III Bidang Peningkatan Konservasi Sumber Daya Alam dan Pengendalian Kerusakan Lingkungan, Masnellyarti Hilman, menjelaskan, konsep pengaturan perdagangan karbon itu di antaranya, pengaturan keringanan atau pembebasan pajak untuk mendorong pengurangan emisi karbon melalui konversi energi.

”Misalnya, pengurangan atau pembebasan pajak impor peralatan yang mendukung konversi energi atau yang menginvestasikan peralatan, kami usulkan mendapat insentif perpajakan. Lalu, jika ada pihak melakukan transaksi pengurangan emisi karbon, apakah fee-nya dikenai pajak atau tidak,” katanya.

Menurut dia, sejumlah negara membebaskan biaya impor teknologi dan peralatan konversi energi, tetapi menarik pajak dari fee jasa lingkungan. Misalnya, China dan India. Draf aturan itu juga akan mengatur tata cara perjanjian REDD atas hutan tropis di Indonesia, melibatkan Dephut.

”Seperti jasa lingkungan pengurangan emisi karbon lainnya, draf itu mengusulkan perjanjian REDD dilakukan pemerintah pusat. Daerah tak bisa melakukan perjanjian karena di tingkat nasional harus ada komisi yang menyatakan bahwa itu dilakukan sesuai pembangunan berkelanjutan. Hutan kita terbagi kewenangan pengelolaannya di pemerintah pusat dan pemerintah provinsi. Itu digodok tim Departemen Kehutanan,” katanya. (ROW)



Post Date : 07 November 2008