Australia Ingatkan Konferensi Iklim Gagal

Sumber:Jurnal Nasional - 15 Desember 2009
Kategori:Climate

Konferensi Perserikatan Bangsa-Bangsa tentang Perubahan Iklim di Kopenhagen, Denmark, yang sudah berlangsung selama sepekan belum menunjukkan kemajuan berarti.

Menjelang kehadiran para pemimpin negara peserta dalam dua hari ke depan, Australia mengingatkan bahwa konferensi ini terancam gagal jika tak ada kesepakatan yang berhasil digariskan.

"Ada risiko besar terjadinya konflik antara negara-negara maju dan berkembang. Dan akan selalu ada risiko kegagalan di sini," kata Perdana Menteri Australia Kevin Rudd.

Menurut dia, pengurangan emisi gas rumah kaca, keuangan dan verifikasi akan menjadi masalah besar dalam perundingan, yang diharapkan mencapai kesepakatan bersejarah yang didukung sekitar 120 pemimpin dunia, Jumat mendatang.

Dia mengatakan Australia punya kepentingan dalam mengendalikan kenaikan temperatur karena bumi yang makin panas dan benua yang makin kering akan menjadi dampak pertama pemanasan global. "Kami punya kepentingan nasional yang mendasar dalam hal menjamin perjanjian global itu sekeras mungkin, karena hal itu akan berdampak pada Australia."

Presiden Kuba Raul Castro juga menunjukkan pesimisme terhadap Konferensi Perubahan Iklim. Dalam pidatonya pada pertemuan dua hari Bolivarian Alternatif untuk kelompok perdagangan Amerika, adik kandung Fidel Castro itu mengatakan tidak akan ada kesepakatan yang akan dirumuskan dalam konferensi tersebut.

"Meskipun Kopenhagen mestinya menghasilkan langkah konkret untuk mencari solusi atas efek perubahan iklim, kami sudah mengetahui bahwa tidak akan ada perjanjiaan yang disepakati," katanya, Minggu (13/12). Menurutnya, dunia akan mendengarkan pernyataan politik saja.

Kuba tidak mengirimkan perwakilan untuk berpartisipasi dalam Konferensi Perubahan Iklim. Castro justru menyerukan para pemimpin sembilan negara beraliran kiri yang tergabung dalam kelompok tersebut merumuskan posisi mereka dalam upaya menyelamatkan kehidupan umat manusia di masa mendatang.

Kelompok perdagangan yang didirikan Presiden Venezuela Hugo Chavez itu beranggota Kuba, Nikaragua, Honduras, Ekuador, Bolivia, Antigua, Barbuda, San Vincent, Granada, dan Dominika. Presiden Honduras Daniel Ortega dan Presiden Bolivia Evo Morales hadir dalam pertemuan di Havana Convention Center itu.

Perbedaan Pendapat

Perbedaan pendapat antara negara-negara kaya dan miskin masih sangat terasa, diwakili dengan saling balas kritik Amerika Serikat (AS) dan China.

Wakil Menteri Luar Negeri China, Ha Yafei menegaskan bahwa negara-negara kaya harus mengucurkan dana pembiayaan perubahan iklim untuk negara miskin yang lebih besar jika mengharapkan tercapai kesepakatan.

"Sumber daya finansial untuk negara berkembang mengatasi perubahan iklim adalah sebuah kewajiban legal," kata Ha Yafei. "Itu bukan berarti China tidak akan ambil andil. Kami tidak mengharapkan uang yang mengalir dari AS, Inggris untuk China."

Mengenai target karbon, China berjanji mengurangi emisi karbonnya per unit produk domestik kotor seberat 40-45 persen pada 2020. AS belum mengubah keputusannya untuk memangkas karbon hanya 17 persen di bawah level 2005 pada 2020.

Meski begitu, tuan rumah konferensi Perdana Menteri Denmark Lars Lokke Rasmussen masih optimistis akan ada kesepakatan global mengenai perubahan iklim yang dicapai pada penutupan konferensi 18 Desember mendatang.

"Dalam kurang dari sepekan, saya yakin kita akan mencapai kesepakatan global mengenai perubahan iklim,” kata dia.

Walau konferensi libur sehari, Minggu (13/12), lebih dari 40 menteri lingkungan dan negosiator tingkat tinggi tetap bertemu untuk mengadakan pembicaraan informal. Para delegasi mencoba merumuskan kesepakatan lebih tajam mengenai pemangkasan emisi gas rumah kaca dan pembiayaan perubahan iklim untuk negara miskin.

"Diskusi inti benar-benar telah dimulai," kata Presiden COP 15 Connie Hadegaard kepada AFP.

Aksi unjuk rasa di luar lokasi konferensi berlanjut. Polisi menahan 200 orang demonstran kemarin, setelah sehari sebelumnya menahan 968 orang lalu membebaskannya. "Mereka telah menangkap 1.000 orang dalam dua hari," kata Ida Thuesen, juru bicara Amnesty International kepada Al Jazeera. Astri Ihsan/Rizky Andriati Pohan/AFP/Al Jazeera/AP



Post Date : 15 Desember 2009