Banjir Besar seperti 2002 Tak Terjadi

Sumber:Kompas - 06 Februari 2006
Kategori:Banjir di Jakarta
Seperti dinyatakan oleh Doswell III (1996), terdapat beberapa faktor yang menentukan terjadinya hujan lebat, yaitu laju hujan (rainfall rate) atau intensitas hujan besar dan berlangsung dalam waktu yang panjang. Sementara itu Chappel (1986) menyatakan, kebanyakan banjir besar diakibatkan oleh hujan lebat dari sistem konvektif yang seolah tidak bergerak atau pergerakannya sangat lambat, di mana sistem tersebut mencapai tingkat matang dan menghasilkan hujan lebat praktis pada area yang relatif sama.

Intensitas atau laju hujan sendiri ditentukan oleh efisiensi proses hujan di dalam awan, yaitu rasio antara air cair yang mengendap di dasar awan yang kemudian jatuh ke tanah dan limpahan uap air yang masuk ke dalam awan.

Jadi, jumlah uap air di atmosfer pada suatu tempat sangat menentukan apakah awan dapat berkembang tinggi dan besar untuk kemudian menghasilkan hujan lebat yang berlangsung lama.

Bahan baku hujan adalah uap air yang terkandung dalam udara di atmosfer. Udara terangkat ke lapisan yang lebih tinggi, uap air yang terdapat dalam udara mengembun membentuk awan dan menghasilkan hujan. Daerah Bogor dan Puncak di selatan Jakarta yang berbukit dan bergunung merupakan mesin pembentuk awan-hujan karena sangat membantu dalam terangkatnya udara lembab yang mengandung banyak uap air seperti pada musim hujan. Karena itu, di daerah ini selalu banyak terbentuk awan yang menghasilkan hujan.

Sebagian Jakarta merupakan bagian dari DAS Ciliwung dan beberapa sungai lain yang lebih kecil seperti Kali Pesanggrahan. Sungai-sungai ini mengalirkan air yang turun dalam DAS Ciliwung melewati beberapa daerah di Jakarta menuju ke Teluk Jakarta.

Dalam sistem DAS yang luas seperti DAS Ciliwung ini, massa air yang mengalir pada sungai-sungai tersebut bisa berasal dari hujan yang turun langsung dari awan yang berada di atasnya, tetapi bisa juga berasal dari awan-awan yang berada di bagian hulunya.

Besarnya curah hujan dan lokasi turunnya sangat menentukan banjir di Jakarta. Jika seluruh DAS Ciliwung tertutup awan besar yang menghasilkan hujan lebat, atau terdapat awan hujan besar yang bergerak perlahan dari selatan ke utara melewati Jakarta, dipastikan Jakarta mengalami banjir yang tinggi dengan genangan luas. Pada keadaan ini Jakarta menjadi tempat pertemuan atau akumulasi massa air dari hujan yang turun langsung di atas Jakarta dan massa air yang berasal dari hujan di daerah hulu.

Debit sungai menjadi sangat besar dan sungai tidak lagi mampu mengalirkan air sehingga melimpas ke kiri dan kanannya. Inilah yang terjadi saat banjir besar tahun 2002.

Apabila hujan besar turun langsung di atas Jakarta, daerah-daerah rendah, seperti Jatinegara, Cawang, Kampung Melayu, dan Jakarta Utara, umumnya tergenang cukup tinggi. Jakarta juga dapat mengalami banjir ketika di daerah hulu terjadi hujan lebat meskipun di Jakarta sendiri tidak terjadi hujan.

Kondisi awal 2006

Kondisi uap di atas Jakarta telah dimonitor melalui sounding atmosfer dari stasiun pengamatan di Bandara SoekarnoHatta yang datanya bisa diperoleh dari hompage University Wyoming, http://weather,uwvo.edu/upperair/sounding.html untuk November 2005 hingga Januari (tanggal 15) 2006, dan kemudian dibandingkan dengan data ketika terjadi banjir besar tahun 2001/2002, yaitu November 2001 hingga Februari 2002.

Data itu kemudian di rata-ratakan untuk 15 harian, dimulai pada 1 November, sehingga untuk tiap bulan diperoleh dua set data, masing-masing dengan indeks I dan II. Hasilnya ditampilkan pada tabel yang menyertai tulisan ini.

Dari hasil analisis dapat diperlihatkan bahwa banyaknya uap air rata-rata pada tahun 2005/2006 (6,2 gr/kgr pada periode November I hingga Desember I) jauh lebih kecil daripada uap air rata-rata untuk periode yang sama tahun 2001/2002, (7,7 gr/kgr). Pada periode bulan Januari hingga Februari 2006, (6,6 gr/kgr) juga lebih kecil daripada tahun 2001/2002 (8,1 gr/kgr).

Dari sini dinyatakan, secara umum banyaknya uap air pada udara di atmosfer Jakarta tahun 2005/2006 lebih kecil dibandingkan ketika terjadi banjir besar di Jakarta tahun 2001/2002.

Curah hujan terbesar di Jakarta tahun 2006 diperkirakan jatuh pada periode Januari II hingga Februari I. Ada kemungkinan terjadi genangan, tetapi tidak sampai menyebabkan banjir besar seperti tahun 2002.

U Haryanto Profesor pada BPP Teknologi

Post Date : 06 Februari 2006