Banjir Datang Saat Berkabung

Sumber:Pikiran Rakyat - 22 Februari 2005
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
BENDERA setengah tiang masih terpancang di halaman depan Asrama Batalyon Zeni Tempur (Zipur) III karena penghuninya sedang berduka. Sementara seluruh kompleks tersebut terendam air, tidak ada satu lahan pun yang bebas dari banjir.

Di tengah suasana duka karena salah seorang prajurit yaitu Serka Marsodkuh yang mengemban tugas ke Nanggroe Aceh Darussalam meninggal dunia, Kompleks Zipur III sejak Minggu (20/2) sore telah terendam banjir. Suasana duka belum juga sirna, disusul musibah banjir yang menyergap warga Asrama.

Tinggi air yang mengepung kompleks tersebut mencapai hidung orang dewasa atau sekira 1,5 meter. Bahkan, lokasi yang paling ujung bisa mencapai dua meter karena berada di sekira 20 - 25 meter dari bibir Citarum. Genangan banjir ini memaksa seluruh penghuni asrama sebanyak 112 KK diungsikan ke tempat yang lebih aman. Dari jumlah 112 KK tersebut, ada 89 prajurit yang tengah ditugaskan ke Aceh.

Menurut Kepala Komando Rumah Zipur III, Lettu.C.Z.I. Kris Aryanto, pada Minggu sore air sudah mulai menggenangi kompleks. Seluruh warga asrama sempat diungsikan ke aula B. Handoyo karena dikira tempat tersebut tidak akan tergenang banjir. Namun, pada tengah malam tiba-tiba air menyergap aula dan seluruh tempat di kompleks itu.

Warga tidak sempat menyelamatkan barang-barang, cuma sempat membawa pakaian. Ada pula yang membawa barang elektronik, tetapi tak bisa dibawa keluar kompleks. Meski prajurit yang ada cukup sigap membantu pengungsian, kesedihan ibu-ibu yang ditinggalkan suami karena tugas ke Aceh tetap tampak.

Kris akhirnya memerintahkan untuk mengungsikan warga ke Yon Zipur Kompi A di Bojongsoang, sekitar 300 meter dari lokasi banjir. Upaya pengungsian mendapat bantuan dari Zidam III Siliwangi dan satu peleton dari Korps Armed IV Cimahi.

Menurut Kris, banjir kali ini merupakan yang terbesar. Musibah banjir yang pernah terjadi pada tahun 1986 lalu tidak sampai menggenangi seluruh kompleks. Bahkan, salah seorang warga di sekitar kompleks tersebut membayangkan banjir besar ini sama dengan peristiwa banjir yang terjadi pada tahun 1957.

**

TIDAK selamanya musibah banjir menjadikan penderitaan. Buktinya sejumlah tukang perahu, ojek, dan andong seperti di Dayeuhkolot dan Baleendah bisa mendapatkan banyak rezeki. Mereka yang terkena musibah banjir tengah bersedih, justru para penjual jasa angkutan musiman itu marema karena banyak warga yang membutuhkan transportasi yang mampu menembus banjir, termasuk ojek dan andong di lokasi-lokasi tertentu.

Namun, mereka mau dibayar alakadarnya oleh para penumpang. Meski saya cari uang, tapi suasananya kan sedang ada musibah sehingga saya siap dibayar seikhlasnya, kata Umae (40), salah seorang tukang andong, Senin (21/2).

Kendati banyak pengojek yang baik dan mau dibayar alakadarnya, namun ada pula oknum yang memanfaatkan situasi. Dia menawarkan jasa kepada calon penumpang di Baleendah, yang menyatakan dirinya bersedia mengantarkan sampai ke Kota Bandung tetapi nyatanya tidak mencapai Bandung karena terjebak banjir. Antara penumpang dan tukang ojek pun akhirnya bersitegang. (Hazmirullah/Akim/PR)

Post Date : 22 Februari 2005