|
PALANGKARAYA (Media): Banjir di jalan Trans Kalimantan, ruas jalan Palangkaraya-Banjarmasin, tepatnya di Desa Tumbang Nusa, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah (Kalteng) semakin meluas. Bila dua hari sebelumnya jalan Trans Kalimantan yang terputus akibat banjir sepanjang 1 km, sejak Senin (10/5), jalan yang tergenang air mencapai 3 km dengan ketinggian lebih dari 1,5 meter. Akibatnya, puluhan truk yang mengangkut sembilan bahan kebutuhan pokok (sembako) dari Banjarmasin, Kalimantan Selatan (Kalsel) terjebak banjir, karena tidak berani melanjutkan perjalanan, menunggu air sungai surut. Menurut pantauan Media di lapangan, kemarin, di Desa Tumbang Nusa yang merupakan desa langganan banjir, tampak ratusan penumpang kendaraan yang baru datang dari Banjarmasin, baik yang menggunakan bus, taksi, maupun mobil pribadi, memenuhi jalan dekat jembatan layang kedua, yang terhenti pembangunannya. Sementara anggota Polres Pulang Pisau tampak sibuk mengatur lalu lintas yang keluar dan masuk jembatan layang. Harus antre Para penumpang yang akan menyeberangi daerah banjir harus antre bila akan menggunakan perahu klotok (perahu kayu yang diberi mesin). Untuk satu kali penyeberangan, penumpang dikenai biaya Rp2.000 per orang, sedangkan untuk sepeda motor Rp25.000 sampai Rp50.000 per unit. Bagi penumpang yang menggunakan mobil pribadi atau taksi, untuk menyeberangkan kendaraan, masyarakat menyewakan perahu dengan tarif Rp150.000 sekali jalan. Sedangkan bagi penumpang bus, harus melakukan perjalanan estafet, yakni menyeberang dengan klotok, kemudian dilanjutkan dengan bus yang telah menunggu di seberang. Rudiansyah, 39, pengguna jalan yang melakukan perjalanan dari Banjarmasin ke Palangkaraya dengan mobil pribadi mengeluhkan tingginya tarif klotok untuk menyeberangkan mobil. "Ketika berangkat dari Palangkaraya dua hari lalu (Jumat, 7/5) tarif klotok Rp100.000 per mobil. Mengapa pada hari ini (Senin, 10/5) tarifnya naik menjadi Rp150.000 per mobil. Dengan tarif yang pertama saja kita merasa mahal apalagi dengan tarif yang baru," ujarnya kesal. Naiknya tarif penyeberangan juga diakui oleh Junai, 34, warga desa setempat yang menyewakan perahunya untuk mengangkut mobil. "Memang dua hari lalu tarifnya masih Rp100.000 per mobil. Namun sekarang kita naikkan karena perjalanan yang harus ditempuh semakin jauh, yakni sekitar 3 km. Tentunya biaya solar juga semakin besar," ujarnya. Ketika Media berada di lokasi penyeberangan, tampak 20 unit mobil truk pengangkut sembako dari Banjarmasin yang menuju Palangkaraya terjebak banjir. Kedalaman air ketika itu mencapai 1,5 meter, menyebabkan pengemudi truk tidak berani melintas, dan memilih tetap bertahan di tengah-tengah banjir sambil menunggu air surut. Wakil Ketua DPRD Kalteng, Rinco Norkim yang dihubungi Media, kemarin, mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) Kalteng tidak tanggap, dan lamban melakukan penanganan banjir yang setiap tahun terjadi. "Pemerintah kabupaten dan provinsi melalui Dinas Pekerjaan Umum seharusnya proaktif, membuatkan alat penyeberangan, agar para pengguna jalan tidak merasa tercekik dengan tingginya tarif penyeberangan rakyat yang mencapai Rp150.000 per mobil. Harusnya mereka memberikan solusi pemecahan seperti membuatkan alat penyeberangan darurat yang dikelola masyarakat," katanya. Untuk itu, lanjut Rinco yang juga Ketua DPW Partai Amanat Nasional (PAN) Kalteng, pemerintah harus melakukan pendekatan dengan pengelola feri sekarang agar tarif tidak menjadi beban pengguna jalan. Dia juga mengharapkan agar pemerintah provinsi jangan hanya berpangku tangan dengan menunggu hasil lelang proyek lanjutan jembatan layang yang terhenti. "Selama bertahun-tahun daerah ini langganan banjir, selama itu pula tidak ada action dari pemerintah. Jadi, saya berharap pemprov jangan hanya menunggu bantuan luar yang tidak jelas realisasinya tapi harus segera menangani masalah ini," kata Rinco. Untuk sembako yang beberapa hari ini di Palangkaraya harganya naik, dia mengimbau para pengusaha melakukan distribusi dengan cara lama, yakni melalui jalur sungai dengan kapal dagang. Dari Donggala dilaporkan sedikitnya empat desa, yakni Desa Pakuli, Simoro, Omu, dan Desa Tuwa, Kecamatan Sigi Biromaru, Kabupaten Donggala Sulawesi Tengah (Sulteng) sejak Jumat (7/5), dilanda banjir yang mengakibatkan lebih dari 100 rumah penduduk terendam lumpur, puluhan hektare lahan perkebunan dan pertanian milik masyarakat rusak. Dari empat desa yang dihantam banjir tersebut, yang terparah adalah Desa Pakuli, sekitar 40 kilometer arah selatan Kota Palu. Selain itu, tiga unit jembatan terancam putus, satu unit puskesmas pembantu juga terancam roboh. (SS/HF/N-1) Post Date : 12 Mei 2004 |