Banjir di Riau Merusak Infrastruktur

Sumber:Kompas - 21 Desember 2004
Kategori:Banjir di Luar Jakarta
Pekanbaru, Kompas - Bencana banjir kembali melanda Provinsi Riau di penghujung tahun 2004. Dua bulan sudah sejak Oktober lalu, air bah mengamuk. Luapan air Sungai Siak, Sungai Rokan, Sungai Kampar, serta anak-anak sungainya merendam puluhan desa di tujuh wilayah berbeda di provinsi ini.

Data dari Badan Kesejahteraan Sosial Riau menunjukkan, banjir telah merendam sedikitnya 37 desa di Kabupaten Rokan Hulu, Kabupaten Rokan Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Siak, Kabupaten Kampar, Kabupaten Pelalawan, dan mulai menggenangi pinggiran Kota Pekanbaru. Di daerah rendah, seperti di Rokan Hilir, Siak, Kampar, banjir terus menggenang sepanjang November hingga pertengahan Desember ini.

Hingga Minggu (19/12), enam orang tewas menjadi korban banjir yang berkepanjangan. Korban banjir pertama yang terenggut hidupnya, Darwin (7), warga Desa Sedinginan, Kecamatan Tanah Putih, Rokan Hilir. Bocah cilik ini tergelincir di depan rumahnya dan terseret arus Sungai Rokan.

Korban lain, Mardiono (40), warga Desa Tandun, Kecamatan Tandun, Rokan Hulu; Melda Yunita (13), warga Desa Taratak Buluh, Kecamatan Siak Hulu, Kampar; Aben Ezer Panggabean (14), warga Kecamatan Tampan, Pekanbaru, yang hanyut di Sungai Siak; Sumarni (30), warga Desa Rawa Bangun, Kecamatan Rengat, Indragiri Hulu; dan Novianti (9 bulan), warga Desa pasir Keranji, Pasir Penyu, Inhu, yang tewas tenggelam di depan rumah saat mengungsi.

Banjir terkadang datang dan pergi bersamaan di beberapa daerah, khususnya yang memiliki topografi lebih rendah dari wilayah lain. Di Indragiri Hulu dan Rokan Hulu, banjir sering kali dipahami sebagai kiriman luapan air dari daerah lain. Daerah Pasaman, Sumatera Barat, misalnya, sering menjadi "tertuduh" sumber banjir di sebagian besar wilayah Riau.

Merusak fasilitas umum

Banjir yang datang bolak-balik seiring tingginya curah hujan yang meluapkan air sungai biasanya berarus kencang dan sangat membahayakan keselamatan warga. Kerusakan atas fasilitas umum juga lebih parah, seperti rumah- rumah dan fasilitas sosial (umum).

Banjir di daerah rendah yang berbatasan dengan pantai, misalnya, hampir tidak berarus. Namun, genangannya mampu bertahan lebih dari satu bulan. Air seakan tertampung dari bagian hulu sungai dan sulit menyusut. Kemungkinan berkembangnya bibit penyakit lebih tinggi dan akibatnya kerusakan fasilitas sosial (umum) pun sangat besar.

Di Kabupaten Rokan Hilir, banjir telah merendam 12 desa di Kecamatan Pujud dan Kecamatan Tanah Putih. Hampir 4.000 rumah dan berbagai fasilitas umum yang dimiliki, seperti gedung sekolah, masjid, balai desa, jalur jalan antardesa, kecamatan, dan kabupaten, rusak berat.

Areal perkebunan tak luput dari hajaran banjir. Lebih dari Rp 40 miliar mesti ditanggung pemerintah kabupaten ini untuk pembangunan kembali berbagai sektor yang hancur.

Sarana prasarana

Kerugian material terbesar yang harus ditanggung Kabupaten Rokan Hilir yang ditimbulkan akibat kerusakan fasilitas sarana dan prasarana perhubungan darat berupa jalan lintas provinsi, kabupaten, kecamatan, dan antardesa mencapai Rp 32,8 miliar.

Menurut Bupati Rokan Hilir Thamrin Hasyim, hal ini dikarenakan terjadi pengelupasan aspal hampir sepanjang 31 kilometer ruas jalan. Lubang-lubang menganga muncul di permukaan jalan, membahayakan bagi pengguna jalan.

Luas lahan untuk tanaman pangan yang terendam mencapai 295,21 hektar. Kacang-kacangan, ubi, dan jenis-jenis tanaman lain tempat warga menggantungkan hidupnya, seluas 295,21 hektar, rusak tak dapat dipanen. Kerugian yang harus ditanggung petani mencapai Rp 6 miliar.

Sebagian areal perkebunan sawit seluas 23,5 hektar menurun drastis hasilnya karena kehilangan pupuk penyubur dan racun pembasmi serangga yang ditaburkan di sela-sela tanaman. Pemanenan juga sulit dilakukan karena harus menggunakan sampan yang berkapasitas terbatas. Tak semua buah sawit dapat dipanen dan akibatnya petani merugi hingga Rp 1,5 miliar.

Pemerintah kabupaten belum dapat menghitung biaya yang dibutuhkan untuk perawatan warga yang banyak terjangkit penyakit menular. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, malaria, demam berdarah, dan penyakit kulit mulai menjadi momok masyarakat.

Cepatnya penularan penyakit ini meningkat karena kondisi lingkungan yang buruk dan kondisi korban banjir yang menurun akibat kekurangan gizi. Mereka terkurung di tempat masing-masing dan tergantung pada bantuan pemerintah.

Bantuan makanan untuk korban banjir diterima satu hingga dua kali di setiap lokasi bencana. Penyaluran bantuan berupa paket berisi beras, mi instan, minyak goreng, dan susu kaleng diterima setiap keluarga korban banjir.

Merendam sekolah

Puluhan sekolah dasar hingga sekolah menengah atas dilaporkan tak dapat digunakan akibat air menggenangi kelas-kelas. Seluruh siswa terpaksa diliburkan hingga batas waktu tak terbatas, sebagian lagi mengungsi belajar di lokasi yang tidak tergenang ataupun di tenda-tenda darurat beralas tikar.

Terhambatnya proses belajar- mengajar ini menimpa ratusan murid di dua SD, satu SMP, dan satu SMA di Rantau Bais, Rokan Hilir; 11 sekolah di Kabupaten Siak, serta 14 SD dan 2 SMP di Kabupaten Pelalawan. Di kabupaten lain belum didata jumlah sekolah yang mengalami kerusakan sehingga tak dapat difungsikan.

Kesulitan hidup masyarakat yang terkena bencana banjir diperkirakan masih akan berlangsung lama. Menurut prediksi cuaca dari Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), hujan akan tetap berlangsung hingga Februari 2005.

Mengingat kompleksitas masalah dampak langsung bencana banjir ini, pemerintah daerah mulai kalang kabut menghimpun bantuan dan dana penanggulangan.

Besarnya nilai kerugian lebih disebabkan akumulasi kerusakan akibat banjir yang telah melanda rutin empat tahun terakhir. Dibutuhkan dana ratusan miliar guna membangun kembali seluruh kerusakan infrastruktur yang terjadi di Riau.

Setiap pihak, khususnya pemerintah daerah di Riau, menyadari bahwa banjir terjadi bukan karena faktor alam. Bencana yang baru muncul sejak tahun 2004 menguatkan keyakinan akan parahnya kerusakan lingkungan hidup.

"Kita semua menyadari bahwa penggundulan hutan oleh para penebang liar sebagai penyebab utama gangguan lingkungan," demikian disampaikan Gubernur Riau Rusli Zainal saat bertatap muka dengan warga korban banjir dalam setiap kunjungannya.

Rusli menambahkan, pihaknya mengimbau semua pihak agar menunjukkan kebulatan tekad menghentikan tindakan penghancuran lingkungan itu.

Imbauan Gubernur Riau tersebut agaknya harus diikuti aksi nyata dari berbagai pihak yang digalang bersama, khususnya keseriusan pemerintah dan kalangan penegakan hukum. (nel)

Post Date : 21 Desember 2004