Banjir Terus, Keraguan Muncul

Sumber:Kompas - 23 November 2009
Kategori:Banjir di Jakarta

Hujan deras pada Jumat (13/11) malam membuat geger Jakarta. Genangan hingga setinggi 50 sentimeter muncul di lima wilayah kota. Guyuran selama dua jam itu berbuntut kemacetan lalu lintas hampir di semua jalur protokol dan lintas kota akibat terhambat banjir-banjir kecil hingga Sabtu dini hari.

Warga pun geram. Banjir lagi? Apa sebenarnya kerja pemerintah selama dua tahun terakhir pascabanjir besar 2007?

Senin pekan lalu DPRD DKI menggelar rapat dengar pendapat dengan Pemerintah Provinsi DKI. Kebobrokan terkuak. Ternyata, banyak saluran drainase yang tersumbat sampah. Program pembersihan saluran drainase itu terkatung-katung, padahal anggarannya mencapai Rp 762 miliar. Sementara program pengerukan dan normalisasi sungai baru mulai pengerjaannya.

Sebuah pukulan kembali mendarat setelah satu fakta lagi terbongkar. Proyek Banjir Kanal Timur yang dimulai sejak 2003 dan didengungkan bakal tembus ke laut akhir Desember ini terancam gagal. Sebabnya, pembebasan lahan belum selesai.

Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Jakarta Ubaidillah menyatakan, Pemprov DKI dinilai tidak berkomitmen kuat untuk menanggulangi banjir.

Di sisi lain, segudang masalah terus berkembang. ”Sebut saja masalah ruang terbuka hijau yang lamban sekali bertambah, banjir air laut pasang karena kerusakan lingkungan pesisir tak tertanggulangi, hingga masalah fundamental, seperti penataan 13 aliran sungai. Sampai saat ini belum terlihat program yang jelas dengan target waktu dan tahapan pencapaiannya,” katanya.

Berdasarkan analisis Walhi, kerusakan pesisir Jakarta menyebabkan banjir rob terus melebar. Saat ini wilayah banjir rob adalah Marunda, Cilincing, Ancol, Pademangan, Muara Baru, Muara Angke, dan wilayah lain di sepanjang 32 kilometer garis pantai Jakarta.

Ubaidillah menambahkan, kondisi makin runyam karena beberapa wilayah di Jakarta melanggar tata ruang dengan mengalihkan fungsi lahan terbuka menjadi bangunan sehingga memperluas daerah banjir.

”Di Jakarta terdapat lebih dari 300 pusat perbelanjaan. Saya yakin, banyak di antaranya yang melanggar tata ruang. Setiap hari sekitar 20 persen dari 6.500 ton sampah Jakarta tidak terolah dan justru berakhir di saluran air dan sungai. Bagaimana menangani ini, lagi-lagi tidak ada program pemerintah yang jelas,” katanya.

Data musibah banjir Pemprov DKI dan pantauan Walhi menunjukkan, tahun 2008 sebanyak 514 RW di 151 kelurahan terendam banjir. Korban yang dirawat sedikitnya 542 orang dan pengungsi 2.451 jiwa. Diperkirakan awal tahun 2010 terjadi penambahan 5-10 persen wilayah yang terkena banjir.

”Kami imbau, 1,5 bulan di akhir 2009 dipakai pemerintah untuk membuat tanggap bencana. Harus cepat karena banjir tak bisa dihindari lagi,” katanya.

Ditambah faktor alam akibat pemanasan global, yaitu kenaikan muka air laut, jika antisipasi banjir terus melempem seperti ini, pada 2030 Jakarta terancam tenggelam permanen.

Seniman penghancur

Saat ini Pemprov DKI harus serius membuat antisipasi mencegah banjir tahun-tahun berikutnya. Ubaidillah menyatakan, tata kota Jakarta harus diubah. Ketersediaan ruang terbuka hijau, drainase yang baik, dan segala aspek kota wajib dibenahi.

Sebagai pembanding, mungkin bisa dilihat penataan kota Paris di Perancis pada pertengahan 1800. Kala itu, di bawah kepemimpinan Napoleon Bonaparte III yang merekrut prefek Seine sekaligus ahli tata kota, Baron Haussmann, dilakukan penataan ulang Paris secara radikal.

Dalam berbagai artikel terkait sejarah Perancis dikatakan, Paris pada awal 1800-an begitu berkembang dan menjadi kawasan kumuh. Kota dipenuhi gang sempit. Saluran air dan sungai tidak berfungsi baik dan Paris menjadi kota sumber penyakit. Tingkat kematian warga tergolong tinggi saat itu.

Haussmann kemudian menggusur banyak bangunan yang sudah berdiri sejak abad XI-XII, termasuk beberapa gedung di Ille de la Cite, di mana Notre Dame berdiri. Ia menggusur banyak bangunan guna menambah tujuh boulevard baru selebar 30 meter.

Haussmann dijuluki seniman penghancur, kritik pedas pun bermunculan. Namun, ketetapan visi, menjadikan Paris lebih teratur dan manusiawi, membuat kerja Napoleon-Haussmann tak terbendung. Didukung pembiayaan pemerintah, pemilik bangunan diwajibkan berpartisipasi mengubah bentuk gedung, memeliharanya, dan menjaga tetap berfungsinya utilitas kota.

Hasilnya, Paris menjelma menjadi salah satu kota terindah dan terstruktur dari sisi fasilitas publik. Kota ini penuh bangunan cantik, pohon, dan taman di segala sudut, trotoar yang nyaman, serta tentu saja drainase memadai.

Apakah pimpinan Jakarta bisa mengambil langkah seradikal itu? Kita lihat saja.... Neli Triana



Post Date : 23 November 2009