Basis Data Lintas Sektoral Disusun

Sumber:Kompas - 31 Maret 2010
Kategori:Climate

Jakarta, Kompas - Lokakarya internasional Climate Information Services in Supporting Mitigation and Adaptation to Climate Change in Infrastructure and Health Sectors yang berlangsung di Jakarta, Senin dan Selasa (29-30/3) menyepakati penyusunan basis data sektor kesehatan, kelautan, dan perikanan serta infrastruktur yang dipadukan dengan data perubahan iklim. Basis data itu diperlukan untuk memperkirakan dan mengantisipasi dampak perubahan iklim.

Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) Edvin Aldrian menjelaskan, penyusunan basis data dan informasi sektor kesehatan dan infrastruktur itu akan berlangsung dua tahun. ”Itu melibatkan BMKG, Kementerian Kesehatan, Kementerian Pekerjaan Umum, perguruan tinggi, dan instansi terkait lainnya,” kata Edvin seusai lokakarya.

Pemanasan global yang berdampak naiknya suhu udara di darat ataupun lautan, meningkatkan suhu air laut, intensitas curah hujan, dan mengubah pergerakan gelombang, menimbulkan dampak di berbagai sektor.

Team Leader Malaria & VBDC Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) untuk Indonesia Anand Ballabh Joshi menyebutkan, dampak perubahan iklim memperluas penyebaran wabah demam berdarah. ”Kenaikan suhu udara akan mempersingkat masa inkubasi virus, memperpendek siklus perkembangbiakan, dan meningkatkan efektivitas penularan oleh nyamuk,” kata Anand.

Persebaran wabah demam berdarah di dunia akan meluas. Populasi berisiko diperkirakan naik dari 1,5 juta jiwa pada 1990 menjadi 5-6 juta jiwa (2085). Menurut Anand, dampak perubahan iklim juga memperluas sebaran wabah chikungunya, malaria, dan Schistosomiasis.

Ahli model perhitungan gelombang laut Deltares—sebuah lembaga penelitian independen Belanda untuk penelitian air, tanah, dan masalah bawah permukaan, Deepak Vatvani, menyatakan antisipasi dampak perubahan iklim dalam perencanaan pembangunan kawasan pesisir membutuhkan basis data iklim yang kompleks dan lengkap.

”Pascatsunami Aceh, dibuat berbagai model penghitungan gelombang untuk merancang berbagai infrastruktur yang dibutuhkan untuk antisipasi perubahan iklim. Untuk merancang konsep pembangunan kawasan pesisir yang mampu mengantisipasi dampak perubahan iklim, kita harus membuat perkiraan dampak berdasar data iklim,” ujar Vatvani.

Edvin menyatakan, Indonesia belum merancang antisipasi dampak perubahan iklim di sektor kesehatan dan infrastruktur karena belum ada basis data perubahan iklim yang dipadukan dengan data kedua sektor itu. ”Kami bisa melihat korelasi data perubahan iklim dengan fenomena di sektor kesehatan dan infrastruktur. Setelah korelasi diketahui, baru bisa dibuat model untuk perkiraan dampak perubahan iklim di dua sektor tersebut,” katanya. (ROW)



Post Date : 31 Maret 2010