Bendungan di Bawah Tanah, Pacitan, Wonogiri, serta daerah lain di NusaTenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur antre menunggu giliran.

Sumber:Koran Tempo 12 Agustus 2004
Kategori:Umum
YOGYAKARTA Wintolo, 56 tabun, warga Desa Kemiri, Kecamatan Tanjungsari, Kabupaten Gunungkidul, belum lama ini terpaksa menjual seekor kambingnya untuk membeli air. Kambingnya laku Rp 120 ribu, lalu dibelikannya 5.000 liter air seharga Rp 80 ribu. "Sisanya untuk memenuhi kebutuhan keluarga, kata kepala keluarga dari lima anggota itu. Kalau sampai pertengahan September nanti tak juga turun hujan, Wintolo mungkin harus merelakan sapinya.

Bukan hanya Witolo yang bernasib begitu. Warga Kabupaten Gunungkidul, terutama di wilayah wilayah sebelah selatan seperti Kecamatan Tepus, Saptosari, Girisubo, Panggang, Tanjungsari, dan Semanu, memang sangat menderita kalau musim kemarau tiba. Dari sekitar 260 telaga alam yang ada di Gunungkidul, saat ini sekitar 90 persen sudah kering kerontang.

Syukurlah, pada Maret empat tahun lalu, muncul harapan secara tidak sengaja dari forum temu alumni mahasiswa Indonesia di Jerman yang kebetulan diselenggarakan di Yogyakarta. As Natio Lasman, yang saat ini menjabat sebagai Deputi Kepala Bidang Pengkajian Keselamatan Nuklir, Badan Pengawas Tenaga Nuklir, adalah salah satu keluarga besar alumni itu, yang mencetuskannya.

Saat itu, As Natio bertemu dengan Dekan Fakultas Teknik Universitas Karlsruhe, Profesor Franz Nestmann. Ketua Umum Masyarakat Ilmuwan dan Teknologi Indonesia itu menantang Nestmann untuk dapat memanfaatkan aliran aliran sungai bawah tanah yang banyak terdapat di Gunungkidul. "Andakan (pakar) dari hidrologi," kata As Natio mengenang ucapannya saat itu.

Tidak dinyana, gayung bersambut tantangan dijawab dalam bentuk hibah. Pada Senin pekan lalu, Menteri Riset dan Teknologi Hatta Radjasa meresmikan pengeboran gua Bribin di Ngobaran, Kecamatan Semanu.

Tujuannya tidak main main, membangun sebuah bendungan atau dam bawah tanah, ini jenis yang pertama di dunia. Atas permintaan pemerintah Jerman, proyek senilai Rp 70 miliar itu juga melibatkan perguruan tinggi ITB, UGM, UII, serta UNS dan industri PT. Wijaya Karya lokal.

Selaku koordinator tim teknis, As Natio menjelaskan, teknik pengeboran vertikal bergaris tengah 2,4 meter sengaja dipilih agar tidak merusak fisik gua. Lubang vertikal inilah nantinya yang akan menjadi akses bagi para teknisi dan material pembangunan dam di dasar gua.

Selain teknik pengeboran secara vertikal, sebelumnya juga dilakukan penelitian aliran air bawah tanah dengan teknologi nuklir melalui teknik radio isotop.

As Natio menambahkan, lokasi dam yang dipilih berukuran 4x10 meter, terletak 102 meter di bawah permukaan tanah. Sistem penutup aliran (dam) akan meninggikan permukaan aliran sungai sekitar 14 meter. Turbin dam, lalu, akan berfungsi membangkitkan listrik yang pada gilirannya akan dimanfaatkan untuk memompa air ke sebuah reservoir di permukaan sehingga dapat dimanfaatkan penduduk.

Dalam perhitungan awal As Natio, dam bawah tanah ini akan menjadi sebuah laboratorium gua berkapasitas listrik 220 kilowatt yang mampu memompa air 80 liter per detik. "Namun, perkembangan terakhir, dam ini akan mampu menghasilkan listrik 426 kilowatt yang mampu memompa air 218 liter per detik," As Natio menjelaskan.

Pembangunan dam bawah tanah berikut instalasi turbinnya diperkirakan selesai pada akhir 2005. Proyek Gua Bribin diharapkan dapat meningkatkan kebutuhan air bersih warga Gunungkidul yang semula 10 15 liter per hari menjadi 90 liter per hari sesuai dengan standar Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Sebuah peningkatan standar kehidupan bagi rakyat melalui teknologi sangat murah (lihat: "Pompa Air Berbahan Bakar Air").

"Kalau proyek ini sukses, dan insya Allah sukses, teknologi semacam ini akan diterapkan di seluruh daerah di Tanah Air yang juga mengalami kesulitan air bersih, tetapi memiliki banyak sungai bawah tanah," kata Menristek Hatta Radjasa.

Menurut Hatta, daerah daerah seperti Pacitan di Jawa Timur dan Wonogiri di Jawa Tengah serta daerah Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur dapat antre setelah di Gunungkidul. Itu sebabnya, saat peresmian pengeboran vertikal di Gua Bribin, Bupati Pacitan dan Bupati Wonogiri juga diundang.

Peralatan pengeboran vertikal bantuan Universitas Karlsruhe, Jerman, ini nantinya akan ditinggal di Gunungkidul di bawah pengelolaan Gubemur Daerah Istimewa Yogyakarta. Peralatan ini nantinya bisa digunakan di daerah lain sehingga biaya proyek sejenis bisa lebih murah.

Post Date : 12 Agustus 2004