Bengawan Solo Mendesak untuk Diselamatkan

Sumber:Kompas - 07 Juli 2007
Kategori:Air Minum
Berbagai masalah lingkungan hidup muncul di sepanjang Daerah Aliran Sungai Bengawan Solo. Kalau masalah ini tidak ditangani dengan sungguh-sungguh, akan dapat berdampak negatif berupa kerusakan lingkungan yang akhirnya merugikan masyarakat maupun industri.

alah satu langkah membuat perencanaan pengelolaan lingkungan hidup Bengawan Solo yang baik adalah dengan mengamati kondisi sungai tersebut saat ini. Selain itu, menginventarisasi permasalahan yang ada di sepanjang DAS Bengawan Solo melalui kegiatan penelitian.

Data akurat yang diperoleh dari hasil penelitian tersebut diharapkan dapat menggambarkan kualitas lingkungan Bengawan Solo, khususnya dari aspek ekologinya. Dengan demikian, dapat digunakan sebagai titik tolak bagi perencanaan pengelolaan lingkungan hidup yang baik dari Bengawan Solo.

Pelaksanaan Studi Ekologi di Bengawan Solo yang dilaksanakan selama Ekspedisi Bengawan Solo Kompas 2007 ini adalah untuk mendapatkan informasi dan data tentang kondisi ekologi DAS Bengawan Solo.

Dalam hal ini adalah tentang kondisi geologi, hidrologi, dan kualitas air Bengawan Solo, lahan dan kualitas tanah, serta kondisi flora-fauna di sekitar Bengawan Solo sebagai acuan data ilmiah kualitas lingkungan.

Hasil pengamatan di lapangan tentang kondisi bagian hulu sungai Bengawan Solo adalah sebagai berikut. Pertama, pada hulu dekat mata air kondisi airnya sudah keruh.

Hal ini diperkirakan karena adanya material yang tererosi akibat penggunaan lahan yang tidak tepat. Pada hulu sungai dengan kemiringan lereng terjal, seperti hulu Bengawan Solo yang seharusnya untuk kawasan lindung, pada kenyataannya untuk sawah dan tegalan.

Kedua, pada tempat-tempat tertentu sudah terjadi erosi tebing berupa erosi horizontal. Ketiga, pada musim hujan terjadi banjir dan pada musim kemarau airnya kering. Keempat, sudah banyak meander atau kelokan sungai. Kelima, sudah terjadi sedimentasi yang cukup banyak. Keenam, sudah banyak terdapat penambangan batu dan pasir.

Di daerah hulu terdapat beberapa formasi batuan yang dapat menghasilkan bahan galian, baik yang saat ini sudah tidak ditambang maupun yang saat ini masih ditambang. Bahan galian yang terdapat di daerah hulu antara lain tembaga yang tidak aktif, fosil kayu yang dimanfaatkan secara insidental, pasir yang masih ditambang, dan batu gamping yang juga masih ditambang.

Daerah hulu merupakan daerah perbukitan dengan kemiringan lereng beberapa puluh derajat hingga tegak dengan berbagai jenis batuan. Untuk daerah hulu Bengawan Solo didominasi oleh kelas kemiringan lereng yang agak curam sampai sangat curam, yakni 15 persen sampai lebih dari 45 persen.

Untuk daerah bagian tengah dan hilir didominasi oleh kelas kemiringan lereng yang datar sampai landai yakni 0 persen sampai 15 persen. Kemiringan lereng berpengaruh terhadap penentuan fungsi dan kemampuan lahan, kesesuaian lahan, tingkat bahaya erosi (TBE), dan longsor tanah.

Bengawan Solo sejak dari sebelah hilir Waduk Wonogiri hingga di muara mempunyai pola aliran berkelok-kelok sehingga memungkinkan terjadinya proses erosi tebing sungai di tikungan sungai sebelah luar dan proses sedimentasi di tikungan sebelah dalam. Proses erosi tebing sungai tersebut akan memicu terjadinya banyak sekali longsoran tanah di tebing Bengawan Solo.

Longsoran tebing sungai juga banyak terjadi di daerah-daerah yang banyak kegiatan penambangan pasir. Penambangan pasir di dasar sungai akan menyebabkan degradasi atau penurunan dasar sungai.

Penurunan dasar sungai akan menyebabkan tebing sungai menjadi semakin dalam dan curam serta mudah longsor baik pada musim hujan maupun pada musim kemarau. Longsoran tebing ini menyebabkan masyarakat yang bertempat tinggal di tepi sungai kehilangan lahan selebar beberapa 20 sentimeter hingga beberapa meter setiap tahunnya.

Hasil analisis tanah di tujuh titik pengamatan secara umum menunjukkan bahwa tingkat kesuburan bervariasi antara rendah sampai sangat tinggi. Tingkat kesuburan tanah secara umum ditunjukkan oleh kandungan karbon organik, kapasitas pertukaran kation (KPK), P-total, K-total, dan S.

Kadar bahan organik dari berbagai lokasi di DAS Bengawan Solo berkisar antara sangat rendah sampai rendah. Hal ini terjadi karena pada DAS Bengawan Solo masukan bahan organik rendah, baik secara alami maupun yang ditambahkan oleh petani.

Ditinjau dari aspek biologi, tanah sebenarnya memiliki jumlah kandungan mikroba total yang dapat hidup di dalamnya antara 105 hingga 1.019, bahkan lebih. Namun yang berhasil diisolasi biasanya hanya 105-107.

Berdasarkan acuan tersebut, kesuburan tanah ditinjau dari aspek mikrobiologi tanahnya di beberapa lokasi pengamatan DAS Bengawan Solo berada dalam kondisi kurang baik atau rendah.

Sejak dari bagian hulu, banyaknya bakteri dan jamur yang berhasil diisolasi masih di bawah standar kandungan bakteri dan jamur tanah pada umumnya.

Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh beberapa hal, seperti kandungan bahan organik sebagai sumber makanan atau nutrisi, adanya bahan pencemar yang mematikan atau kelembaban tanah. Namun, salah satu faktor yang penting adalah kandungan bahan organik tanahnya.

Di lokasi pengamatan, kandungan bahan organik tanahnya, yang tercermin dari kandungan C organik, tergolong rendah. Ini berarti ketersediaan nutrisi yang dibutuhkan mikroorganisme untuk melangsungkan kehidupannya tergolong rendah.

Tercemar

Selain itu, jika melihat kondisi air sungai di sekitar Sragen yang pada waktu-waktu tertentu memiliki warna yang beraneka ragam, mencerminkan adanya pencemaran oleh limbah kegiatan industri. Kemungkinan besar tanah-tanah di sekitar sungai tersebut juga telah tercemar sehingga mematikan kehidupan mikroorganisme di dalamnya.

Kualitas air dari sejak hulu pun tidak memenuhi syarat untuk sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, dan mengairi tanaman. Parameter yang melebihi baku mutu kualitas air yang telah ditetapkan adalah biochemical oxygen demand (BOD) untuk kelas II dan chemical oxygen demand (COD).

Di Kota Solo, parameter yang melebihi baku mutu kualitas air yang telah ditetapkan adalah total suspended solid (TSS) untuk kelas II, nitrit sebagai N untuk kelas II dan III, BOD untuk kelas II, dan COD. Hal ini menunjukkan bahwa air Bengawan Solo di Jurug, Surakarta, terkandung banyak pencemar, baik dari limbah industri maupun pertanian, seperti pupuk kimia.

Hal ini jelas belum memenuhi syarat sebagai kualitas air yang peruntukannya dapat digunakan untuk sarana rekreasi air, pembudidayaan ikan tawar, peternakan, dan mengairi tanaman.

Hasil uji sumur warga juga menunjukkan hal yang sama. Kualitas air sumur penduduk di Desa Getas, Cepu, Blora, misalnya, masih tergolong baik dan dapat dimanfaatkan untuk keperluan rumah tangga sehari-hari. Namun, karena Mangan atau Mn melebihi ambang batas akan terbentuk warna kecoklatan.

Berdasarkan analisis bakteri Escherichia coli pada air sumur maupun air Bengawan Solo di beberapa titik lokasi pengamatan, diketahui bahwa kedua jenis air tersebut memiliki kandungan bakteri melebihi ambang batas yang ditetapkan sebagai bahan baku air minum.

Banyaknya kandungan bakteri Escherichia coli dalam kedua jenis air dapat disebabkan oleh adanya pencemaran limbah rumah tangga, utamanya dari tinja manusia dan kotoran ternak.

Kandungan plankton pada air Sungai Bengawan Solo yang diambil pada beberapa lokasi pengambilan ternyata fitoplankton maupun zooplankton yang ada jumlahnya relatif sedikit.

Sedikitnya jumlah plankton menjadi pertanda kurang tersedianya nutrisi bagi ikan yang hidup di perairan setempat. Hal ini dapat terjadi karena adanya pencemaran di perairan setempat. Selain itu, juga dapat disebabkan oleh aliran air yang deras sehingga plankton akan terbawa arus air.

Kondisi bentos yang tergambarkan dari jumlah individu per meter persegi sampel menunjukkan kondisi bentos yang sudah dalam kondisi tercemar berat. Hal ini merupakan respons dari kondisi sungai yang beberapa parameternya sudah kurang baik, yaitu kandungan nitrit, seng, BOD, dan COD yang melewati ambang batas baku mutu.

Bentos merupakan organisme yang menetap di substrat dasar sungai sehingga tidak dapat melakukan migrasi ke lokasi yang kualitas sungainya relatif baik sebagaimana yang dapat dilakukan oleh plankton.

Berdasarkan lokasi pengamatannya, jumlah bentos makin ke hilir makin sedikit. Hal ini dapat terjadi selain karena adanya faktor pencemaran air sungai juga karena kecepatan aliran airnya. Makin cepat aliran air, biasanya makin sedikit bentos. Akibatnya, pada bagian hulu sungai juga tidak banyak dijumpai bentos.

Berbagai fakta hasil penelitian itu menunjukkan bahwa kualitas DAS Bengawan Solo sangat memprihatinkan. Bengawan Solo mendesak untuk diselamatkan.

Ir MMA Retno Rosariastuti MSi

Dosen Ekologi dan Mikrobiologi Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sebelas Maret Surakarta, Koordinator Tim Ekologi Ekspedisi Bengawan Solo "Kompas" 2007.



Post Date : 07 Juli 2007