Berdayakan Sampah di Bandung Raya

Sumber:Pikiran Rakyat 04 April 2005
Kategori:Sampah Luar Jakarta
MELIMPAHNYA sampah di Kota Bandung, Cimahi, dan Kabupaten Bandung, setelah tempat pembuangan akhir (TPA) sampah Leuwigajah mengalami longsor, merupakan ancaman bagi kesehatan warga dan "bencana" kebersihan di tiga daerah tersebut. Kendati pemerintah setempat telah melakukan berbagai upaya untuk menyikapi menumpuknya sampah, hasilnya tetap belum optimal.

Di wilayah Kabupaten Bandung, jauh sebelum musibah Leuwigajah terjadi, partisipasi masyarakat, perguruan tinggi maupun swasta sebetulnya sudah ada. Sampah rumah tangga mereka olah menjadi pupuk organik berupa kompos yang sangat berguna bagi pertanian, baik hortikultura maupun perkebunan. Bahkan, ada sekelompok masyarakat yang menjadikan sampah menjadi berbagai hasta-karya.

"Di Kabupaten Bandung sudah ada masyarakat yang peduli sampah sekaligus memanfaatkannya menjadi kompos dan kerajinan tangan. Demikian pula pihak swasta dan perguruan tinggi," kata Kepala Dinas Kebersihan Kab. Bandung Ir. H. Sudirman, M.Si., Minggu (3/4).

Menurut Sudirman, warga peduli sampah itu ada di Kampung Cihambui Desa Pangauban Kec. Katapang. Kelompok masyarakat yang dipimpin Soenardi Yogantara itu memiliki program zero waste system (ZWS) atau sistem tanpa limbah, sehingga sampah menjadi nol. Sampah organik dibuat kompos, sedangkan sampah kertas dijadikan berbagai kerajinan tangan seperti tempat tisu, mainan anak, serta barang yang berguna lainnya.

Fakultas Peternakan Universitas Padjadjaran (Unpad) Jatinangor telah memproses sampah dengan kotoran sapi menjadi pupuk tanaman, terutama tanaman perkebunan. Di Lembang, ada PT Arthanimas yang memproduksi pupuk organik, yang bahan bakunya dari sampah seputar daerah tersebut. Satu lagi, di Desa Citimun Kec. Cicalengka, juga terdapat pengelolaan sampah yang menghasilkan kompos.

Keberadaan para pengelola sampah menjadi kompos maupun kerajinan tangan, tentu saja belum menunjukkan sumbangsih yang bisa diharapkan bagi persoalan sampah yang saat ini sedang mengemuka, karena di samping belum diupayakan produksi kompos yang maksimal juga tidak semua jenis sampah bisa dijadikan kompos atau kerajinan.

**

MUSIBAH TPA Leuwigajah yang menelan banyak korban jiwa maupun rumah, sawah, dan kebun penduduk yang ada di sekitarnya beberapa waktu lalu, mengguncang sekaligus menyadarkan masyarakat, eksekutif maupun pihak legislatif untuk tidak lagi menganggap enteng penanganan sampah. Namun, tetap saja rencana seringkali hanya planning semata. Alasannya, apalagi kalau bukan prosedur dan dana ketika pihak terkait berniat lebih mengoptimalkan penanganan sampah.

Ide brilian Great Bandung Waste Management Corporate (GBWMC), semacam pengelolaan sampah secara terpadu untuk lima kabupaten dan kota yakni Kota Bandung, Kota Cimahi, Kab. Bandung, Kab. Sumedang, dan Kab. Garut, hingga kini tak ada gemanya. Program itu baru sebatas penelitian-penelitian yang dilakukan pihak terkait, seperti versi konsultan GBWMC yang mencoba alternatif di Cijeruk dan Cirawamekar Sumedang, yang belum pasti. Sementara tim dari Lingkungan Hidup (LH) dan Dinas Kebersihan Kab. Bandung punya alternatif di Cipatat-Cilengsing Kec. Rajamandala.

Sesuai penelitian LH beberapa waktu lalu, lokasi di Rajamandala tersebut semula akan dijadikan pembuangan limbah beracun, bau dan berbahaya (B3). Namun, secara teknis, lokasi itu tidak cocok untuk membuang limbah B3. Tapi, untuk sampah rumah tangga lebih memungkinkan.

TPA Babakan Ciparay yang luasnya sekira 10,1 ha, yang selama ini memanfaatkan sistem yang sangat sederhana dengan open dumping, ada rencana bakal dibangun dengan dukungan dari bank dunia. Jika kelak keinginan itu terwujud, diharapkan sekira 60% sampah yang masuk TPA tersebut bisa diolah menjadi kompos.

Namun, kembali pada masalah klasik, rencana cukup matang, tetapi dana yang diperlukan belum juga datang. Belum lagi jumlah armada angkutan sampah beserta tenaga operasionalnya yang selama ini jumlahnya kurang memadai jika dibandingkan luas wilayah.

Sampah di Bandung kini menjadi masalah yang serius sehingga tidak bisa ditunda-tunda lagi penanganannya. Untuk itu perlunya berbagai pihak terkait, terutama Pemprov Jabar dan pusat untuk segera memfasilitasi sekaligus memberikan back up dana guna menangani permasalahan sampah di Bandung Raya.(Akim Garis/"PR") **



Post Date : 04 April 2005