Berharap Tuah Ki Hujan

Sumber:Majalah Gatra - 17 Maret 2010
Kategori:Lingkungan

Pohon trembesi memiliki serapan karbon tertinggi dan memberikan peneduhan maksimal. Akan menjadi model penghijauan untuk jalan-jalan di Indonesia. Di Jawa Tengah, penanaman dan perawatannya dilakukan oleh swasta sebagai bagian dari program bakti lingkungan.

Ribuan pohon trembesi muda berjajar sepanjang jalan raya pantai utara (pantura) Jawa, dari Semarang hingga Kudus, Jawa Tengah. Sejak awal tahun ini, bibit pohon yang kini telah mencapai ketinggian 2 hingga 2,5 meter itu menghiasi kedua sisi jalur pantura Semarang-Kudus sepanjang 50 kilometer.

Barisan tanaman yang masih disangga tiang bambu bercat merah itu membujur di jalur antarkota dari jalan raya Kaligawe, Semarang, melewati kota Demak sampai tapal batas kota Kudus. Hijaunya tunas pohon ini tampak kontras dengan lingkungan sekitarnya yang gersang, gundul, dan panas.

Penanaman pohon trembesi merupakan model penghijauan baru yang digalakkan pemerintah. Pohon ini hadir menggantikan tanaman jalan model lama yang dinilai kurang maksimal dalam penyerapan karbon. Sebelumnya, ruas-ruas jalan di Indonesia banyak dihiasi pohon asam, mahoni, akasia, atau angsana.

Batang pohon trembesi yang jangkung diharapkan dapat menjadi peneduh jalanan, sekaligus menjadi penyerap gas karbon. Pohon ini diharapkan pula mampu meminimalkan dampak polusi kendaraan.

Trembesi sejatinya telah lama dikenal masyarakat Indonesia. Pohon itu kembali populer pada tahun ini sejak pemerintah meluncurkan gerakan penghijauan dengan program one man one tree, yang antara lain menggalakkan penanaman pohon trembesi di seluruh wilayah Indonesia.

Untuk menyosialisasikan pohon itu, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono membagikan biji pohon trembesi kepada gubernur di seluruh Indonesia, medio Januari lalu. Masing-masing gubernur mendapat jatah 1 juta butir untuk disemaikan dan dikembangkan di daerah mereka.

Trembesi dipilih karena memiliki efek penangkal panas dan penyerap karbon paling tinggi di antara tanaman lainnya. Dengan bentang tajuk mencapai 15 meter, trembesi dinilai punya daya peneduhan yang sangat maksimal dibandingkan dengan para pesaingnya. Satu batang trembesi dewasa mampu menyerap 28,5 ton gas karbon dioksida (CO2) dari udara setiap tahun.

Sifat tanaman ini pun dinilai sejalan dengan kampanye anti-pemanasan global. Pemerintah Indonesia, sesuai dengan hasil Konferensi Perubahan Iklim di Copenhagen, Denmark, Desember lalu, berkomitmen mengurangi 26% emisi karbon dioksida pada 2020. Untuk mewujudkan hal ini, kepercayaan diberikan kepada pohon trembesi atau Albizia saman atau Samanea saman. Di Indonesia, pohon ini memiliki nama tradisional trembesi, munggur, atau ki hujan.

Selama ini, pohon trembesi telah banyak hidup di beberapa tempat di Indonesia. Pohon ini juga acapkali terlihat di sisi ruas jalanan. Namun penanaman secara massal dan terintegrasi pertama kali diterapkan di Jawa Tengah. Di provinsi ini, penanaman trembesi dilakukan oleh swasta sebagai bagian dari program bakti lingkungan.

Penghijauan trembesi di ruas jalan Semarang-Kudus mulai dilakukan pada Januari lalu. Aksi ini dilakukan PT Djarum Kudus, yang mengemasnya dalam program "Trees For Life". Penanaman pohon ini secara simbolik dilakukan Gubernur Jawa Tengah, Bibit Waluyo, Rabu dua pekan lalu.

Selain melakukan penanaman, PT Djarum selama tiga tahun pertama juga bertanggung jawab menyiram dan merawat perkembangannya. ''Ini langkah awal, selanjutnya penanaman pohon trembesi akan dilanjutkan meluas ke daerah yang lain,'' kata Direktur PT Djarum, Thomas Budi Santoso.

Di ruas jalan Semarang-Kudus, pohon ini ditanam di dua sisi jalan dengan jarak 10 hingga 15 meter. Ini jarak tanam ideal untuk trembesi. Namun, di sejumlah titik, jarak tanam ideal tidak tercapai karena terhalang tiang listrik, telepon, atau instalasi lainnya.

Di Kudus, trembesi sebagai kanopi jalan raya telah sukses diuji coba. Beberapa tahun silam, pabrik rokok itu melakukan penanaman pohon trembesi di jalan raya Gondang Manis, Kota Kudus. Kini, di jalan raya sepanjang tiga kilometer itu, pohon trembesi memberi peneduhan secara sempurna. Tajuk pohon di kedua sisi jalan bisa bertemu di tengah, sehingga membuat jalanan ini tampak teduh dan sangat indah.

Menurut doktor ilmu botani dari Institut Pertanian Bogor, Endes N. Dahlan, penanaman pohon trembesi secara luas dapat menurunkan konsentrasi karbon secara efektif dalam waktu singkat. Selain teduh, jalanan dengan pohon trembesi akan terasa segar udaranya.

Pohon ini juga memiliki kemampuan cukup baik dalam menyerap air tanah, sehingga positif untuk lingkungan sekitar. Dengan sifat-sifat itu, kata Endes, trembesi layak ditanam di daerah berpolutan tinggi. Namun ada hal yang harus dipertimbangkan, yakni area penanamannya harus jauh dari gedung atau bangunan karena akar trembesi bisa melebar ke samping sehingga dapat menjebol bangunan.

Meski secara umum trembesi dinilai bagus menyerap karbon, tanaman ini kurang cocok ditanam di daerah dengan tipikal khusus. Trembesi dikenal kuat menyerap CO2, tapi bukan untuk polutan jenis lain. Daerah berpolutan debu besi seperti kota Cilegon, tempat terdapat pabrik baja PT Krakatau Steel, misalnya, lebih cocok ditanami pohon waru (Hibiscus mutabilis). Satu batang pohon waru dewasa mampu menyerap 3 kilogram debu besi dalam setahun.

Di kawasan lain yang kerap tergenang air, tanaman yang pas adalah sengon. Evaporasi tanaman yang punya nama Latin Albizia falcata itu dikenal sangat tinggi. Sedangkan wilayah berpolutan sulfur lebih cocok dihijaukan dengan bunga merak (Caesalpinia pulkcherrima) atau ketapang (Terminalia catappa). Keduanya memiliki daya serap sulfur cukup tinggi. Mujib Rahman



Post Date : 17 Maret 2010