Bersihkan Lingkungan Ketika Air Surut, Mewaspadai Penyakit Pascabanjir

Sumber:Media Indonesia - 23 Februari 2005
Kategori:Sanitasi
BANJIR tidak hanya merusak harta benda atau merenggut nyawa. Setelah air surut, biasanya muncul beragam penyakit, akibat lingkungan yang kotor. Infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), diare, demam berdarah (DB), gatal-gatal, dan leptospirosis merupakan penyakit yang sering dijumpai pada musim atau pascabanjir.

Di daerah Kampung Melayu, Jakarta Timur, misalnya, pada peristiwa banjir 1996, banyak warga terserang penyakit DB dan diare. Lalu pada banjir 2002 sebagian besar warga menderita ISPA dan kulit.

''Tetapi pada banjir 2005 ini jumlah warga yang terserang penyakit sangat menurun, karena dari seluruh warga di Kelurahan Bidara Cina cuma 56 orang yang terjangkit DB. Mereka semuanya dirawat di RSUD Budi Asih Cawang, Jakarta Timur,'' kata Yuddy Setiawan, Ketua RT 001/03, Gang Mangga, Otista Raya, Bidara Cina

Menurut Yuddy yang sudah tinggal di daerah itu sejak 1966, tiap tahun wilayahnya selalu dilanda banjir. Untuk itulah disediakan posko penanggulangan banjir di setiap RW.

''Begitu banjir melanda, warga harus segera mengosongkan rumah dan begitu air surut maka sampah-sampah dibersihkan secara gotong royong. Kemudian dua minggu setelah banjir selesai maka dilakukan penyemprotan untuk memberantas nyamuk-nyamuk,'' kata Yuddy ketika ditanya mengenai antisipasi warga agar tidak terserang penyakit pasca banjir.

Biasanya sebelum menjelang musim banjir, lanjut Yuddy, di daerahnya dilakukan dua kali penyemprotan nyamuk. Dan, pada 27 Februari 2005 di Kelurahan Bidara Cina diadakan aksi kebersihan dan pemberantasan sarang nyamuk. Kerja bakti di daerah tersebut dijadwalkan sebulan sekali, dan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta menyediakan truk sampah. Secepat mungkin membersihkan sisa-sisa banjir juga dilakukan Hj Saidah yang selalu kebanjiran tiap kali musim hujan. ''Biasanya saya mengungsi begitu rumah terendam air, dan segera membersihkannya seminggu setelah banjir selesai,'' ujar Saidah.

Yang pertama dilakukan Saidah adalah menguras bak mandi, membuang kaleng-kaleng kosong dan sampah yang terbawa banjir. Setelah itu barulah dilakukan penyemprotan sarang nyamuk.

Harus bersih

Menurut spesialis penyakit dalam dr Khiechen dari Divisi Penyakit Tropik dan Infeksi Departemen Penyakit Dalam, RSUPN Cipto Mangunkusumo, penyakit pascabanjir yang paling sering ditemui ialah penyakit menular. Penularan pada organ biasanya melalui kulit dan tubuh menjadi panas.

Cara-cara penularan bisa bermacam-macam, ada yang kontak langsung, udara, air, dan lain sebagainya. ''Penyakit leptospirosis, misalnya, dapat ditularkan melalui kulit yang terluka atau kulit kaki yang pecah-pecah. Kulit kaki yang pecah-pecah itu ketika terendam air banjir yang tercemar kotoran tikus bisa menjadi mediator masuknya penyakit leptospirosis," jelas Khiechen.

Selain itu, makanan yang diolah dengan air tidak bersih lalu dimakan juga bisa menyebabkan diare, kolera dan demam tifus. Untuk itu, kata Khiechen, makanan harus dalam kondisi bersih dan air direbus hingga mendidih.

Khiechen mengatakan, faktor lainnya yang juga perlu diperhatikan ialah faktor nyamuk yang muncul setelah banjir bisa menyebabkan penyakit malaria dan DB.

''Cara memberantas nyamuk yang efektif ialah dengan melaksanakan 3M yakni membuang barang-barang bekas yang tidak terpakai, menutup tempat penampung air, dan menguras bak mandi. Penyemprotan dapat menjadi salah satu cara pencegahan pada areal yang memang sudah tercemar dan terinfeksi, tetapi bila tidak memberantas jentik-jentik nyamuk pada satu minggu setelah penyemprotan, maka hasilnya akan sama saja.''

Lebih lanjut, Khiechen mengatakan sebenarnya penyebab penyakit pascabanjir tidak terkait pada individu, tetapi lebih karena faktor lingkungan. Lingkungan yang menentukan ketersediaan air bersih, karena banjir dapat mencemari semuanya termasuk sumur dan kebersihan lingkungan. Kontak kulit dengan air kotor, dan lumpur bisa menjadi sumber penyakit.

"Untuk itu setiap rumah sakit harus selalu siap menangani berbagai penyakit pascabanjir. Umumnya jenis penyakit pascabanjir sering ditemui, yang berbeda hanya jumlah peningkatan kasusnya setiap tahun.''

Cuma yang selalu jadi masalah, lanjut Khiechen, justru penanganannya yang terlambat. Sering kali pasien dibawa ke rumah sakit sudah dalam keadaan kritis, misalnya tekanan darahnya atau trombositnya turun. Keterlambatan tersebut dapat menimbulkan kesulitan dari pihak rumah sakit dalam menyembuhkan pasien.

Sementara itu, Humas Dinas Kesehatan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta Zelfino mengatakan pihaknya mengantisipasi kemunculan berbagai penyakit pascabanjir yang timbul setiap tahun dengan suatu sistem penanganan masalah bencana.

Menurut perempuan yang akrab disapa Evy ini, sistem penanganan masalah bencana di Jakarta terdiri atas beberapa subsistem. Di antaranya adalah, subsistem komando yang segera bergerak saat terjadi kejadian atau bencana, subsistem pelayanan kesehatan, subsistem dukungan logistik dan sumber daya manusia, serta subsistem surveilans dan informasi. Sistem tersebut diharapkan dapat menekan korban penyakit serendah mungkin dengan penanganan sesegera mungkin.

Pemprov DKI, kata Evy, juga melakukan berbagai upaya dalam menangani permasalahan timbulnya penyakit pascabanjir. ''Upaya-upaya yang saat ini sedang digalakkan, antara lain menggratiskan 17 rumah sakit pemerintah bagi para korban DB. Ke-17 rumah sakit tersebut adalah RSUPN Cipto Mangunkusumo, RS Fatmawati, RS Persahabatan, RSPAD Gatot Soebroto, RS Polri Kramat Jati, RS AU Antariksa Halim Perdanakusumah, RS TNI-AL Mintoharjo, RS Kesdam Cijantung, RS Marinir Cilandak, RS Ridwan Meuraksa, RS Tarakan, RSUD Budi Asih, RSUD Pasar Rebo, RSUD Koja, dan RSUD Cengkareng.''

Upaya selanjutnya melakukan pengasapan massal di kelurahan-kelurahan yang termasuk ke dalam kondisi zona merah atau transmisi lokal tinggi. Daerah yang masuk dalam zona merah biasanya terdapat tiga kasus DB atau lebih selama seminggu berturut-turut, atau jika ada korban yang meninggal.

''Upaya lainnya adalah dengan mengintensifkan sosialisasi pemberantasan sarang nyamuk (PSN) selama 30 menit setiap Jumat.''

Evy juga memaparkan, upaya lain dalam mengantisipasi penyakit-penyakit pascabanjir adalah dengan meningkatkan pengawasan di jajaran dinas kesehatan. Salah satunya mempercepat waktu respons ketika ditemukan suatu kasus, sehingga dapat segera dilakukan tindakan di lapangan. Dan yang terakhir adalah dengan membenahi pengumpulan data untuk mempermudah penanganan selanjutnya. (*/CR-48/V-1)

Post Date : 23 Februari 2005