Bisnis Hijau Selamatkan Lingkungan

Sumber:Majalah Gatra - 21 April 2010
Kategori:Lingkungan

Partisipasi publik mendaur ulang ponsel bekas masih rendah. Padahal, ponsel mengandung materi berbahaya yang bisa dimanfaatkan. Secara bisnis menguntungkan. Seperti apa penerapannya?

Bisakah Anda "menanam" ponsel, lalu tumbuh pohon? Ini bukan sebuah sensasi dunia dongeng, melainkan kenyataan yang disodorkan Nokia.

Produsen ponsel asal Finlandia itu menggandeng Tess-Amm, perusahaan daur ulang yang berbasis di Singapura, untuk mendaur ulang produk bekas Nokia. Untuk itu, Nokia merancang gerakan polibisnis. Untuk menyulapnya menjadi kenyataan, Nokia merancang gerakan global yang dinamai go green atawa menjadi hijau.

Bentuknya berupa program daur ulang ponsel dan aksesorinya. Menurut Francis Cheong, Regional Environmental Manager APAC Nokia, gerakan ini dimulai pada 1997 dengan menempatkan 5.000 lebih kotak penerimaan (dropped box) di sejumlah negara, yang hingga kini ada di 85 negara, termasuk Indonesia. "Motif awalnya adalah keprihatinan terhadap dampak lingkungan, yang kemudian berlanjut pada tindakan penyelamatan," katanya.

Berdasarkan riset, kini ada 4,6 milyar orang yang menggunakan ponsel. Namun, dari seluruh dunia, hanya 3% yang mengaku telah mendaur ulang ponsel dan aksesori yang tidak dipakai lagi. "Kurang lebih 1 milyar memakai Nokia, dan hal itu menuntut tanggung jawab tersendiri bagi perusahaan," kata Francis.

Jika satu milyar orang saja sadar untuk mendaur ulang, dalam setahun berarti dapat menghemat 370.000 ton material dan mengurangi emisi gas buang yang setara dengan 6 juta mobil di jalanan.

Menurut Andrian Tan, Direktur Eksekutif Tes-Amm Singapura, masalah terbesar program daur ulang itu adalah rendahnya kesadaran publik dan tidak adanya kebijakan yang kuat dari pemerintahan di sejumlah negara untuk mendorong daur ulang produk-produk bekas, terutama elektronik. "Di samping itu, banyak produsen yang melepas begitu saja dampak barang bekas yang telah dipakai konsumen," ujarnya. Mayoritas produsen menyerahkan limbah barang habis pakainya kepada konsumen masing-masing.

Bila kebiasaan itu dibiarkan, bumi pun akan masuk dalam proses menjadi tong sampah raksasa. Salah satu langkah untuk mengerem laju penumpukan limbah adalah dengan menggunakannya kembali, mendaur ulang, dan mengurangi pemakaiannya. Dari kebijakan mengurangi ukuran kardus pembungkus ponsel, misalnya, Nokia mendapatkan faedah bisnis tidak sedikit.

Dulu ukuran pembungkus ponsel selalu besar dan berat. Pemotongan ukuran pembungkus selama tahun 2006-2008 bisa mengurangi penggunaan material berbahan dasar kertas hingga 100.000 ton. Ini setara dengan penghematan finansial sekitar US$ 663 juta. Selain itu, membuat kemasan yang ringkas dan kecil bisa mengurangi volume pengangkutan yang sebanding dengan keluarnya 12.000 truk dari jalan raya.

Melihat dampak penghematan yang signifikan itu, pada 2008-2009 Nokia terus memastikan pola kemasan alternatif yang lebih tipis untuk semua produknya. Efisiensi operasional dalam produksi, logistik, dan distribusi tersebut berimbas langsung pada pemotongan emisi CO2 dan ongkos pengiriman barang produksi jarak jauh. Langkah internal Nokia yang cukup signifikan adalah dengan memakai energi listrik dari sumber yang dapat diperbarui.

Untuk tahun 2007 saja, hasilnya adalah pengurangan emisi CO2 sebanyak 27.400 ton. Ini setara dengan emisi gas buang kendaraan bermotor untuk keliling dunia hingga 4.000 kali, dengan asumsi 7,5 liter BBM mampu menempuh 100 kilometer. Kunci langkah penghematan internal adalah komitmen. Sedangkan langkah daur ulang yang melibatkan pihak ketiga tentu membutuhkan kesadaran publik.

Daur ulang itu, menurut Francis, adalah bagian dari langkah awal penggunaan kembali material bekas untuk diolah dan dijadikan bahan material untuk beragam produk yang lain, seperti ketel, sepeda, kursi, saksofon, hingga perhiasan emas dan platinum. "Program daur ulang Nokia ini dilakukan di sejumlah negara di Asia Tenggara, seperti Vietnam, Malaysia, Filipina, Thailand, Singapura, dan Indonesia," tutur Francis. Di Indonesia, program Give and Grow memiliki slogan "beri handphone, tumbuh pohon".

Program yang dilaksanakan pada Agustus-November 2009 itu membuahkan hasil yang begitu berharga. Dari kotak penerimaan yang ditempatkan di 98 Nokia Care Center serta sejumlah perkantoran dan pusat perbelanjaan, terkumpul 10.000 lebih ponsel dan aksesori bekas. Barang ini, menurut Bambang N. Gyat, Country Representative Tes-Amm Singapura, oleh Tes-Amm Indonesia didaur ulang dan dikirim ke Tes-Amm Singapura untuk diproses menjadi barang jadi.

Hasil ekonomis dari barang jadi itu oleh Nokia dan Tes-Amm Indonesia diberikan dalam bentuk dana kepada WWF Indonesia untuk program penghijauan. Kolaborasi Nokia, Tes-Amm, dan WWF ini menumbuhkan 4.000 pohon di kawasan Puncak. Yakni hulu Sungai Ciliwung di Desa Cikoneng, Cisarua, Bogor, seluas 10 hektare. Ada 11 jenis pohon yang ditanam, sebagian adalah rasamala, puspa, meranti, damar, suren, dan kayumanis.

Selain itu, melalui program Newtrees Nokia Asia Pasifik, Nokia Indonesia menanam 6.000 pohon di lebih dari 15 hektare tanah dan tiga bendungan di Taman Nasional Sebangau, Kalimantan Tengah. Lahan kritis lain yang digarap program Newtrees adalah hutan Rinjani di Lombok. Di sana ditanam 106.400 pohon pada hamparan lahan seluas 266 hektare.

Program jangka panjang itu, bagi Indonesia, akan sangat berarti. Secara sederhana, dengan makin banyaknya partisipasi pengguna ponsel untuk terlibat, makin besar pula kapasitas daya serap emisi korbon yang dihasilkan dari hamparan hutan yang bertambah luas. Uniknya, ratusan dropped box Nokia yang tersebar di sejumlah kota siap menampung segala merek ponsel dan aksesori bekasnya.

Memetik Faedah Daur Ulang

Kotak warna hijau yang didominasi gambar daun itu mirip mesin anjungan tunai mandiri (ATM). Namun fungsinya bukan untuk mengambil uang. Dari kotak tersebut, setiap partisipan yang merelakan ponsel bekasnya untuk didaur ulang akan mendapat info mengenai nomor identitas pohon dan koordinat lokasi penanamannya. Di papan monitor terdapat layar sentuh yang bakal menuntun orang melakukan proses registrasi daur ulang.

Setelah mengisi nama, alamat e-mail, dan nomor kontak, akan muncul kertas barcode untuk ditempelkan di ponsel atau aksesori yang akan dimasukkan. Melalui bilik kotak penerimaan di bawah layar monitor, sensor inframerah akan mencatat barcode barang. Selanjutnya, keluar secarik kertas yang memuat tanggal, jam, nomor seri penerimaan, dan lokasi penyerahan.

Sebagai penghargaan, konsumen mendapat selembar sertifikat yang akan dikirimkan ke alamat e-mail. Dari koordinat lokasi penanaman berupa garis lintang dan garis bujur yang tertera, konsumen bisa memantau tanaman melalui Google Earth, yang diperbarui enam bulan sekali. Begitulah sebagian cara Nokia menumbuhkan kesadaran publik ikut berpartisipasi mengurangi limbah padat, sekaligus memperbesar penyerapan emisi gas karbon melalui pohon.

"Program daur ulang yang dimulai pada 1997 itu kini berkembang menjadi skema daur ulang ponsel dan aksesori bekas terbesar di dunia," kata Francis Cheong, Regional Environmental Manager APAC Nokia. Menurut Joe Vong, General Manager Res-Amm Singapura, dari sebuah ponsel, jika didaur ulang, akan dihasilkan komponen berupa 45% plastik, 20% tembaga, 10% keramik. Sebanyak 20% adalah logam lain seperti aluminium dan emas, serta 5% material non-logam.

Di areal seluas lebih dari 12.000 meter persegi, Tes-Amm menjadi spesialis pengolah limbah ponsel dan aksesorinya. Selain itu, juga mengolah bekas circuit motherboard produk elektronik yang lain, seperti komputer, monitor, dan laptop. "Jika dibuang bebas, dipastikan akan mencemari tanah, air, dan udara. Barang elektronik mengandung material berbahaya, seperti merkuri, timah, chrom, brom, dan kadmium," kata Joe. Material logam itu, jika didaur ulang dan dimanfaatkan lagi, bisa mengurangi pengeluaran energi, biaya, serta aktivitas laju penambangan.

Di dunia, Tes-Amm, yang memiliki lebih dari 22 perwakilan, menjadi satu-satunya perusahaan yang bisa mendaur ulang baterai lithium-ion. Seluruh proses pengolahan material berbahaya itu, menurut Joe, tetap memperhatikan penanganan limbah kimiawi yang muncul. "Sistem kontrol limbah mampu melepaskan bahan-bahan yang tidak beracun lagi dan tidak mengeluarkan emisi gas CO2 ke atmosfer," tutur Joe.

Perusahaan daur ulang seperti Tes-Amm bisa eksis karena secara bisnis memang menguntungkan. Menurut MeChie Susanto, Business Development Manager Tes-Amm, hal ini terjadi karena peran mitra usaha seperti Nokia dan yang lainnya. "Nokia, misalnya, memiliki kemauan keras untuk menyelamatkan lingkungan, sekaligus mengefisienkan setiap proses rantai lini produksinya dari pemilihan bahan hingga distribusi produknya," kata MeChie.

Maraknya Spirit Hijau Perusahaan

Untuk berubah, waktu jelas tidak bisa ditawar. Cepat atau lambat, perubahan pasti terjadi. Masalahnya, bagaimana kita berubah dan bagaimana tujuan dicapai. Termasuk perusahaan yang ingin maju, mereka juga harus berubah dalam menangani masalah lingkungan.

Kalau semula cuek, kemudian menjadi peduli lingkungan. Mereka tidak mau dituding langsung sebagai biang perusak dan pencemar lingkungan. Apalagi, tuntutan dan kesadaran publik pada produk ramah lingkungan semakin tumbuh kuat.

Banyak konsumen yang mulai cerdas dalam memilih produk. Mana yang bisa didaur ulang dan menunjukkan komitmen pada lingkungan dan mana yang tidak. Kesadaran ini memicu banyak perusahaan melakukan perombakan pada lini produknya untuk lebih efisien dan ramah lingkungan. Tanggung jawab sosial perusahaan atau corporate social responsibility (CSR) secara cepat terbukti pula memiliki pengaruh pada aspek bisnis mereka. Jadi, tidak semata karena alasan CSR.

Persepsi ramah lingkungan yang melekat pada merek menjadi nilai jual tersendiri. Berdasarkan riset Gatra, sejumlah perusahan memiliki program berbeda untuk menunjukkan kepeduliannya. Cara paling lazim untuk memancing konsumen adalah dengan program trade-in barang elektronik bekas untuk mendapatkan diskon barang yang baru. Program yang dimulai empat tahun lalu itu kini hampir selalu ada setiap tahun.

Langkah trade-in ditempuh sejumlah produsen televisi, kulkas, dan pendingin udara. Selain material dari bekas daur ulang dan dapat didaur ulang, produsen elektronik juga berlomba pada aspek konsumsi energi. Bahkan sebuah perusahaan aki mobil dan motor mulai melakukan program serupa, mengingat adanya kandungan bahan beracun berbahaya pada aki bekas. Selain itu, sejumlah toko modern juga mengampanyekan penggunaan bahan non-plastik sebagai pembungkus.

Minimarket seperti Indomaret telah memakai bungkus plastik berbahan organik yang mudah hancur. Sejumlah supermarket, seperti Carrefour dan Super Indo, menawarkan wadah tas dari bahan bekas yang didaur ulang dan bisa dipakai berulang kali. Lalu banyak pula perusahaan waralaba makanan yang memilih tidak lagi menggunakan bungkus styrofoam dan menggantinya dengan bahan yang tidak mencemari.

Kegandrungan banyak perempuan pada produk The Body Shop, misalnya, juga didasari komitmen produsen kosmetik ini menggunakan bahan botol dan kemasan daur ulang. Misalnya botol PET yang 100% post-consumer waste. Lalu Toyota melaksanakan program membeli satu mobil menanam 30 pohon. Konsumen akan memperoleh 30 pohon untuk penghijauan.

Langkah Toyota itu didasarkan pada hasil riset bahwa setiap 100 liter bahan bakar setara dengan 340 kg emisi CO2. Untuk menetralkannya, butuh sebatang pohon dengan umur minimal 20 tahun. Arti penting sebuah pohon juga menginspirasi banyak pengembang perumahan untuk menjual rumah dengan konsep hunian hijau dan rimbun. Salah satunya adalah Centul City.

Bahkan salah atu pengembang di kawasan Ancol berani menyulap berhektare-hektare lahan golfnya untuk hutan kota. Lubang dan hamparan mulus rumput untuk bola golf dirombak menjadi areal penamanan pohon. Perusahaan sektor keuangan pun, seperti bank BNI, memiliki cara tersendiri untuk peduli pada lingkungan. Produk kredit pemilikan rumah (KPR) Griya Hijau BNI adalah KPR khusus bagi perumahan yang mengusung tema hijau pada bangunannya.

Selain itu, selama setahun ini, banyak penerbit kartu kredit yang membujuk nasabahnya untuk mau menerima tagihan bulanan via e-mail. Melalui program ini, nilai penghematan kertas, tinta, dan listrik bisa mencapai milyaran rupiah. Sayang, masih sedikit yang mau berpartisipasi. Kunci penciptaan produk yang ramah lingkungan memang ada pada beberapa pihak, yakni produsen, publik, dukungan LSM, kebijakan politik, dan regulasi. G.A. Guritno



Post Date : 21 April 2010