Cari Cara Jitu Atasi Banjir

Sumber:Jurnal Nasional - 26 Desember 2012
Kategori:Banjir di Jakarta
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta hingga saat ini belum memiliki kebijakan jitu untuk mengatasi banjir di Ibukota. Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo pun mengaku tak mampu menanggulangi banjir dengan cepat.
 
Sejumlah ruas jalan di Ibukota kembali terendam banjir pada Selasa (25/12). Hujan dengan intensitas tinggi membuat sejumlah jalan di Ibukota terendam. Banjir juga menggenangi rumah warga hingga dua meter.
 
Jokowi mengatakan, harus ada solusi cepat dan efektif untuk menangani banjir di Ibu Kota. Namun dirinya mengaku penanggulangan banjir tidak semudah membalikkan telapak tangan, butuh proses yang panjang.
 
Jokowi mengakui intensitas hujan tinggi menjadi penyebab utama banjir Jakarta. Buruknya saluran drainase dan rendahnya permukaan Jakarta membuat Ibukota terendam. Solusi jangka pendek adalah mengevakuasi warga dan memastikan bantuan diterima korban banjir secara cepat.
 
Jokowi akan menggalakkan pembuatan 10 ribu sumur resapan agar kualitas air tanah di Jakarta terjaga, sehingga penurunan permukaan tanah dapat diminimalisir. "Pengerukan drainase diseluruh wilayah Jakarta harus dilakukan. Saya intruksikan walikota di lima kotamadya membersihkan drainase diwilayahnya masing-masing. Kami juga minta bantuan ke Polda, Kopasus, Marinir, semuanya," ujarnya.
 
Sementara untuk pemukiman baru bagi warga pinggir kali dan pengerukan akan dilakukan tahun depan, setelah Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2013 disahkan. "Masyarakat terbiasa dengan banjir, tapi harus ada solusi. Normalisasi sungai wajib dilakukan, warga bantaran kali akan kami pindah ke Rusun. Jika bencana ini ingin selesai, mereka harus mau dipindah," katanya.
 
Jokowi berjanji akan tahun depan akan mengurangi 12 titik banjir dari 70 titik yang ada saat ini. "Tahun depan Kali angke dan Kali sunter akan dinormalisasi, itu bisa mengurang 12 titik banjir. Saya bukan dewa yang bisa menyelesaikan banjir dalam sekejap. Tetapi tiap tahun harus ada progres," ujarnya.
 
Kepala Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta Ery Basworo mengatakan, normalisasi kali adalah kewenangan pemerintah pusat, sementara Pemprov DKI hanya melakukan pembebasan laham. "Anggaran yang ada Rp 400 miliar untuk pembebasan lahan pinggir Kali Pesanggrahan, Kali Angke dan Kali Sunter. Kami juga minta hal serupa dilakukan untuk Kali Krukut dan Kali Ciliwung," katanya.
 
Dia mengungkapkan, normalisasi kali tidak bisa dilakukan dengan cepat, karena pembebasan lahan membutuhkan waktu yang lama. "Kendala utama adalah pembebasan lahan. Nanti Kali Cipinang juga akan dinormalisasi. Anggaran yang disediakan Kementrian PU mencapai Rp2,5 trilun untuk normalisasi hingga 2014," ujarnya.
 
Saat ditanya antisipasi jangka pendek untuk mengatasi genangan akibat intensitas hujan yang tinggi, Ery tidak memberikan jawaban yang pasti. "Curah hujan besar berkah dari Allah, yang penting penanganannya langsung dan didukung," katanya.
 
Pengamat Lingkungan Hidup Universitas Indonesia Tarsoen Waryono mengatakan, normalisasi semua sungai yang ada di Jakarta adalah solusi terbaik. Karena okupasi bantaran kali menjadi penyebab utama banjir. "Namun mereka tidak dapat sepenuhnya disalahkan karena memiliki surat tanah yang lengkap kepemilikan lahan itu. Pemerintah menjadi penangung jawab utama," kata Tarsoen.
 
Dia mengungkapkan, Jokowi harus membuktikan janjinya saat kampanye mengatasi banjir tanpa menimbulkan masalah. "Semua gubernur memiliki janji yang bagus. Namun eksekusinya tidak semanis janjinya. Relokasi penduduk di lahan bantaran harus segera dilakukan," ujarnya.
 
Menurut dia, masalah bajir tidak dapat diselesaikan dengan keluar masuk kampung. Karena budaya masyarakat membuang sampah ke sungai sulit dikendalikan. "Kebiasaan membuang sampah di sungai tidak cukup melalui penyuluhan dan penyadaran kepada masyarakat. Jokowi harus berani mengeksekusi hasil pantauannya," katanya.
 
Masalah banjir Jakarta tidak akan selesai dengan pembangunan infrastruktur. Pemerintah harus berani mengimplementasikan tata ruang secara tegas dan komprehensif. Lahan terbangun 70 persen dan Ruang Terbuka Hijau 30 persen. "RTH jangan dijadikan lahan bisnis, meloloskan bangunan mall, perkantoran, aparteman, perumahan," tegasnya.
 
Selain itu Jokowi harus berani menindak bangunan yang tidak menyediakan 30 persen RTH dari luas bidang wilayah. Dia mengungkapkan, di DKI Jakarta tercatat 9 ribu hektar bangunan, jika kewajiban RTH 30 persen dipenuhi, maka ada 3 ribu hektar RTH yang bersumber dari bagunan pancang. "Kawasan Industri dan pelebaran bantaran sungai sebagai Kawasan Lindung yang luasnya lebih dari 1.000 hektar," ujarnya. Fauzan Hilal


Post Date : 26 Desember 2012