Cerita Sedih dari Parangloe (1) Menabung untuk Beli Air Saat Kemarau

Sumber:Fajar - 05 Oktober 2005
Kategori:Air Minum
DERU mesin mobil terdengar dari ujung jalan menghentak Sunarti dari lamunannya. Sudah sejam yang lalu, perempuan paruh baya itu duduk menunggu kedatangan mobil itu di teras rumah. Di sela-sela kaki Sunarti, beberapa jeriken kosong ukuran 20 liter tampak tertata rapi. Ketika sampai di depan rumahnya, Sunarti langsung meraih jeriken itu lalu membawanya ke mobil dengan gerakan yang agak terburu-buru.

MOBIL dimaksud tak lain tangki PDAM yang dioperasikan di Kecamatan Parangloe dan sekitarnya. Sejak kemarau mulai mengeringkan sumber air bersih warga sekitar lima bulan yang lalu, sejak saat itu pula warga menggantungkan kebutuhan airnya dari mobil tangki PDAM tersebut.

"Saya tidak bisa membayangkan jika mobil ini tidak datang membawakan air untuk warga. Kami benar-benar akan kesulitan," ujar Sunarti sambil menutup lubang jeriken yang sudah penuh.

Sunarti mengaku bersama sebagian besar warga lain memiliki sumur. Sayangnya, sumur milik warga itu kering kerontang. Bahkan menurut Sunarti, ada beberapa warga yang sudah mencoba menggali hingga kedalaman 12 meter, namun belum juga mampu mendapatkan air sedikit pun.

Meski mobil tangki PDAM itu dapat membantu mereka mengatasi kesulitan mendapatkan air bersih, namun Sunarti dan warga lainnya tetap harus mengocek kantongnya. Untuk setiap drum air dijual seharga Rp5.000. Sementara setiap jeriken dinilai Rp200.

Sunarti mengaku harus mengeluarkan biaya hingga Rp10.000 hanya untuk membeli air bersih. "Itu untuk keperluan mandi, mencuci dan memasak. Tapi kalau tamu datang dari jauh, kita harus banyak-banyak beli air lagi," ujarnya dengan mimik sedih.

Kesedihan Sunarti seakan mewakili perasaan sebagian warga lainnya. Bagaimana tidak, selain harus mengeluarkan biaya untuk air rata-rata Rp10.000 atau sekitar Rp300.000/bulan, mereka juga masih harus memikirkan kebutuhan keluarga yang lain. Sementara tidak banyak warga setempat yang memiliki pekerjaan dengan gaji yang mencukupi.

"Istilahnya, kita harus menabung untuk beli air jika kemarau tiba. Kalau tidak, mau ambil dari mana uangnya," ujar Sunarti sembari berharap pemerintah mau memperhatikan kondisi mereka.

"Paling tidak, mobilnya ditambah lagi. Karena satu saja belum cukup. Warga di sini banyak yang membutuhkan air bersih," tandasnya.

Kekeringan ini memang sudah menjadi fenomena yang dialami warga setiap tahun. Namun dengan kondisi ekonomi sosial saat ini, minyak tanah langka, harga BBM yang naik, pemadaman bergilir yang hampir terjadi setiap hari, dan kesulitan memperoleh air bersih, penderitaan masyarakat Parangloe tentu makin bertambah. (*/bersambung)

Post Date : 05 Oktober 2005