Dam Penghadang Rob Jakarta

Sumber:Majalah Gatra - 14 Januari 2009
Kategori:Banjir di Jakarta

Pembangunan dam lepas pantai di Teluk Jakarta bisa menjadi pilihan solusi komplet atasi banjir. Megaproyek ini diklaim ramah lingkungan dan hemat investasi karena memakai teknologi dalam negeri. ; Berkaca pada Proyek Delta

Tamu tak diundang ini selalu pede menyambangi Jakarta. Tiap tahun, si tamu ini biasa memasang muka masam dan rona kemarahan. Disertai dengan segunung barang bawaan kotor berwarna cokelat kehitaman. Walau berpolah teruk, sang tuan rumah, para penghuni Ibu Kota, tak juga berdaya menolak kehadirannya. Siapakah dia?

Anda pasti langsung bergumam, ah pertanyaanya terlalu mudah. Semua orang tahu jawabannya dan akan menjawab serentak: banjir. Benar, seratus untuk Anda. Tapi bagaimana dengan pertanyaan berikut: apa resep manjur untuk menolak si tamu? Semuanya akan garuk-garuk kepala, karena tersedia banyak jawaban.

Dari mengeruk sungai dan waduk, menanam pohon, membuat tanggul, hingga memasang pompa penyedot. Aneka rupa cara ini sudah berlangsung selama beberapa tahun terakhir. Namun, belum satu pun terbukti mujarab mengatasi banjir.

Tak terkecuali Banjir Kanal Timur. Pembangunan proyek yang digadang-gadang bisa mengatasi banjir Jakarta itu tak kunjung selesai. Sebab, 22% lahan belum berhasil dibebaskan. Padahal lokasinya terpisah-pisah, sehingga membuat rupa proyek ini compang camping.

Banjir pun tetap rajin berkunjung. Menurut prakiraan Badan Meteorologi dan Geofisika (BMG), mulai Januari tahun ini, banjir kembali mengancam Jakarta. Sejak banjir besar tahun 2002, pemerintah serta warga Jakarta dan sekitarnya sudah menanggung kerugian puluhan trilyun rupiah. Ditambah dengan ratusan nyawa terenggut.

Karena itu, perlu sebuah terobosan penanggulangan banjir di Jakarta secara menyeluruh. Salah satu alternatif yang layak dikaji adalah usulan pembangunan dam lepas pantai (DLP) di Teluk Jakarta dari John Wirawan dan rekan-rekannya di Ecolmantech Consultant.

Master teknik sipil lulusan Technische Hochschule Darmstadt, Jerman, ini meyakinkan bahwa DLP rancangan Ecolmantech sanggup melindungi Jakarta dari bencana banjir besar sekaligus menyediakan cadangan air tawar hingga 1,7 milyar meter kubik. ''Karena DLP akan menahan air laut masuk daratan (rob), sekaligus menampung air hujan dan air dari enam sungai besar di Jakarta,'' ujar John.

Ia menuturkan, DLP punya banyak keunggulan dibandingkan dengan proyek-proyek penanggulangan banjir yang sudah ada. Misalnya, tidak perlu ribet dengan urusan pembebasan tanah karena dibangun di tengah laut. Selain itu, material bangunan DLP bisa menggunakan tanah hasil pengerukan sungai-sungai di Jakarta. Bahkan DLP juga menciptakan dua daratan baru yang terletak di atas dam dan hasil pelebaran pesisir pantai lama.

Rencananya, DLP dibangun mulai dari Tanjung Kait di sisi barat hingga Tanjung Krawang di sisi timur. Dam sepanjang 109 kilometer ini dibelah menjadi dua oleh Pelabuhan Tanjung Priok versi baru. Pelabuhan baru ini jauh lebih luas dan dalam dari pelabuhan lama, bahkan punya lebar jalur pelayaran di antara kedua sisi pelabuhan mencapai 1 kilometer.

Luas dua danau air tawar yang terbentuk dari pembangunan DLP mencapai 187 kilometer persegi. Dengan ketinggian permukaan danau 3 meter di bawah permukaan laut, daya tampungnya mencapai 1,1 milyar meter kubik. Bila permukaan danau sejajar dengan ketinggian air laut, volume air tawarnya yang ditampung mencapai titik maksimum yaitu 1,7 milyar meter kubik.

Sehingga, bila Jakarta diguyur hujan sangat lebat terus-menerus dengan debit 6.000 meter kubik/detik, permukaan danau akan meninggi 1,5 meter dalam 13 jam. ''Sampai titik ini belum perlu pemompaan, karena masih 1,5 meter di bawah permukaan air laut,'' kata pria yang pernah terlibat dalam proyek-proyek kontruksi di Jerman ini.

John menjelaskan, dam berada di kedalaman laut antara 14 hingga 16 meter. Ketinggian dam dibuat 2 meter di atas permukaan laut untuk mengantisipasi gelombang pasang rata-rata setinggi 0,75 meter.

Lebar DLP bervariasi dari 100 meter hingga 1.000 meter, sehingga membentuk daratan baru seluas 7.400 hektare. Daratan baru juga tercipta dari pengurukan tanah dari garis batas pantai dengan tanggul pemisah danau air tawar. Luasnya sekitar 7.560 hektare.

Tambahan daratan seluas ini bisa dimanfaatkan untuk berbagai hal. Mulai relokasi seluruh penduduk Jakarta yang tinggal di daerah aliran sungai (DAS), pembuatan jalan raya/kereta api, sampai pembangunan kota pantai baru. Hasil komersialisasi tanah untuk kota baru bisa mencapai Rp 86 trilyun ( dengan asumsi harga tanah Rp 1 juta per meter persegi). ''Sebagian dana ini bisa digunakan Pemerintah Daerah Jakarta untuk pembebasan tanah untuk dihijaukan kembali atau membuat danau-danau baru,'' ujar John.

Sebab, ia melanjutkan, pembangunan DLP juga harus ditunjang dengan manajemen yang tepat di sektor hulu dan tengah. Selain mensinergikan dengan proyek-proyek banjir yang selama ini sudah berjalan, John mengusulkan pembuatan sistem aliran tertutup berupa pipa di sepanjang badan sungai. Tujuannya untuk mem-bypass curah hujan yang masuk ke badan sungai agar tak melimpas ke daratan (lihat grafis).

Lalu teknologi seperti apa yang dipakai untuk membangun DLP? John memberi dua pilihan: memakai teknologi JWL buatannya yang sudah dipatenkan, atau memakai teknologi buatan asing. JWL sistem adalah struktur dinding beton bertulang pracetak penahan tanah (lihat grafis JWL System).

Sistem ini punya beberapa keunggulan dibandingkan teknologi sejenis. Misalnya, tidak memerlukan tiang pancang dan fondasi, media pengisi memakai material tanah setempat bahkan bisa memakai pasir laut, serta waktu konstruksi cepat.

Bila sistem ini dipadukan dengan teknologi paten lain milik John, yaitu wadah stabilisasi tanah, pengendali banjir tanpa pompa, hingga kincir angin horizontal, maka biaya investasi bisa lebih murah dan ramah lingkungan.

Sayang, John belum bisa menyebutkan kisaran biaya pembangunan. Sebab, angka investasi akan diperoleh setelah studi kelayakan selesai. ''Studi kelayakan inilah yang sedang kami ajukan ke Bappenas,'' katanya.

Untuk menarik minat investor membiayai mega proyek ini, pola BOT (build, operate, and transfer) paling pas diterapkan. Sehingga investor bisa mendapat konsesi dari pengelolaan DLP, daratan baru, serta danau air tawar.

Meski DLP berteknologi JWL ini bisa menjadi solusi mengatasi banjir, ada beberapa sisi yang perlu dikaji lebih dalam. Di sisi ekonomi dan sosial, pembangunan DLP akan mengganggu lahan pencarian ikan para nelayan. Masalah akan makin ruwet bila menyangkut penataan ulang pesisir Teluk Jakarta yang saat ini dipenuhi kompleks permukiman mewah.

Dari sisi teknologi, pemakaian sistem JWL di laut juga masih harus diuji. ''Karena yang dijadikan patokan mereka adalah keberhasilan membuat bendungan JWL di sungai, ini beda sekali dengan di laut.'' ujar Iwan Renadi Sudigdo, dosen Jurusan Teknik Sipil Universitas Indonesia.

Menurut Iwan, gelombang air sungai bersifat dari satu arah dan cenderung konstan. Beda dengan gelombang air laut yang siklis dengan besaran gaya berbeda-beda. Jadi dam di laut harus lebih kuat dibandingkan dengan dam di sungai.

Selain itu, Iwan menilai sistem JWL tanpa tiang pancang harus diuji kekuatannya menghadapi tekanan keatas (uplift pressure). Struktur dasar dam harus lebih kuat dari tekanan keatas supaya tidak kontruksi dam tidak pecah.

Berkaca pada Proyek Delta

Februari 1953, Belanda mengalami bencana banjir terburuk dalam 300 tahun. Tengah malam, gelombang tinggi air laut akibat angin topan membanjiri sisi barat daya negeri kincir angin itu. Banjir besar ini menggenangi kawasan seluas 200.000 hektare, menewaskan 1.835 orang, 3.000 rumah hancur, 47.000 ternak mati, dan 300 lahan pertanian rusak.

Ironisnya, hanya beberapa hari sebelum bencana, Kementerian Tranportasi, Pekerjaan Umum, dan Manajemen Air Belanda mengumumkan rencana pembangunan dam di semua muara dan teluk yang adi di Provinsi Zeeland dan South Holland. Rencana ini dilakukan untuk memangkas garis pantai Belanda, sehingga mengurangi panjang tanggul yang harus dibangun sampai 640 kilometer.

Banjir besar membuat rencana yang disebut dengan Proyek Delta ini, langsung dieksekusi. Langkah pertama dalam proyek kontruksi pencegahan banjir terbesar pasca Perang Dunia itu adalah membuat penahan gelombang yang bisa digeser di Hollandse IJssel, sebelah timur Rotterdam. Selanjutnya membuat dam antara Veerse Gat dan Zandkreek tahun 1961. Langkah ini diiringi dengan pembuatan pintu air raksasa untuk mengatur aliran air sungai yang selesai pada 1971.

Secara berurutan penutupan dilakukan di teluk Haringvliet, Brouwershavensche Gat, The Philips, dan Oester Dams, sampai tahun 1987. Pembangunan dam sempat tersendat di Delta Eastern Scheldt, karena banyak protes dari petani kerang laut dan pecinta lingkungan. Penutupan delta ini akan mematikan banyak spesies hewan laut yang selama ini menjadi ciri khas Eastern Scheldt.

Akhirnya tercapai kompromi. Dam dibuat dengan sebuah gerbang besar yang bisa ditutup saat gelombang pasang. Dan dibuka lagi saat surut. Bagian akhir Proyek Delta adalah pembangunan dam dengan dua pintu di New Waterway tahun 1997.

Setelah menempuh masa pembangunan selama 45 tahun, Proyek Delta berhasil membuat dam sepanjang 16.500 kilometer. Kini, sekitar 400 kilometer bendungan Proyek Delta tengah ditinggikan kembali. Tujuannya untuk mengalahkan kenaikan muka air laut yang meninggi makin cepat akibat pemanasan global. Astari Yanuarti



Post Date : 14 Januari 2009