Depkes Waspadai Wabah Lima Penyakit Pasca Tsunami

Sumber:Kompas - 28 Januari 2005
Kategori:Aceh
Jakarta, Kompas - Departemen Kesehatan menyatakan berhasil menekan wabah lima jenis penyakit yang muncul pasca tsunami di Aceh dan Sumatera. Akan tetapi, sampai enam bulan ke depan jajaran kesehatan terus mewaspadai kemungkinan terjadinya wabah di dua wilayah tersebut. Lima jenis penyakit yang kemungkinan bisa menyerang warga Aceh dan Sumatera, campak, demam berdarah, diare, malaria dan infeksi saluran pernafasan bagian atas (ISPA).

Menteri Kesehatan Siti Fadilah Supari menyampaikan hal itu di Jakarta pada Kamis (27/1). Ia merasa perlu menjelaskan kepada pers mengenai kiprah Depkes dalam menangani bencana tsunami pada akhir Desember lalu yang dirasa kurang terekspose, padahal jajaran Depkes sudah berupaya maksimal. "Begitu tahu ada bencana sampai sekarang kami terus bekerja. Sabtu dan Minggu pun tidak libur. Kemarin hanya libur saat Idul Adha saja," katanya mengawali keterangannya kepada wartawan.

Untuk menangani Aceh dan Sumatera dari sisi kesehatan, Depkes akan mengalokasikan dana sebesar Rp 4,6 triliun dari tahap tanggap darurat (kejadian hingga tiga bulan) sampai rekonstruksi (hingga lima tahun). Dana didapat dari APBN, hibah, bantuan dari LSM hingga pinjaman.

Keberhasilan jajaran kesehatan mencegah wabah antara lain karena upaya pencegahan menyebarnya berbagai jenis penyakit lewat pemberian kaporit pada sumber air bersih, penyemprotan wilayah tsunami, imunisasi, penyediaan obat dan sarana kesehatan yang memadai. "Sampai hari ini di Aceh ada pejabat eselon satu yang memiliki otoritas memutuskan sesuatu yang diperlukan di sana," tambah menkes.

Pelayananan kesehatan diselenggarakan jajaran kesehatan dibantu 65 tim internasional dan 96 tim nasional yang dikoordinasi Depkes. Persediaan obat-obatan untuk korban tsunami, kata Dirjen Pelayanan Farmasi Krisna Nata Wijaya,cukup untuk satu tahun.

Pada kesempatan itu Siti Fadilah menyatakan, indikaktor keberhasilan penanganan korban tsunami juga nampak pada angka kematian pasca tsunami yang bagus karena kurang dari satu orang per 10 ribu penduduk. Standar internasional, lanjut menkes, membolehkan ada kematian lebih dari satu orang untuk bencana seperti itu. "Kita mendapat acungan jempol dari UN (United Nation)," kata Siti Fadilah.

Menurut Dirjen Pemberantasan Penyakit Menular dan Penyehatan Lingkungan Umar Fahmi Ahmadi, hingga kini ada 2.332 kasus diare atas korban tsunami namun tak ditemukan kolera. Kasus penyakit tetanus ada 91 buah dan 11 orang diantaranya meninggal dunia. Kasus yang dicurigai demam berdarah (DB) ada dua buah semua di RS Kesdam Banda Aceh tetapi kemudian dipastikan ia bukan DB. Ditemukan pula 59 kasus malaria klinis yang tersebar secara sporadis dan bukan kejadian luar biasa.

Akan tetapi Umar mengingatkan wilayah Aceh yang daerah endemik malaria kemungkinan bisa mengalami ledakan malaria pada akhir Februari sampai Maret ketika terjadi percampuran air tawar dan dengan air yang dibawa tsunami yang menjadi tempat perindukan nyamuk aedes agepty. Untuk mengantisipasinya, Depkes sudah mengiriman obat untuk mengatasi resistensi obat anti malaria dan suntikan anti malaria bagi anak-anak. Warga juga akan mendapat bantuan kelambu.

Tenaga Kesehatan

Provinsi Aceh memiliki 17 ribu pegawai, namun bencana tsunami mengakibatkan 2002 pegawai meninggal dan 267 hilang. Dari jumlah itu 634 tenaga kesehatan berstatus pegawai negeri sipil meninggal dunia dan hilang. Sebanyak 49 dokter PTT (Pegawai tidak tetap) meninggal serta 55 dokter PTT hilang. Sebanyak 77 puskesmas rusak dan 37 puskesmas hilang/hancur. Keberadaan tenaga kesehatan dan puskesmas harus segera digantikan dengan mengutamakan putera daerah setempat.

Untuk sementara waktu, tenaga kesehatan akan diisi para volunter, namun akan segera diisi dengan dokter PTT plus yang akan bertugas tiga bulan namun dihitung untuk masa tugas setahun. Penugasan dokter PTT plus akan diberlakukan sampai setahun kemudian ditetapkan dokter PNS yang menetap.

Untuk puskemas, saat ini tengah diupayakan pendataan berikut pilihan akan dimana puskesmas pengganti dibangun. "Kini masih terjadi tarik menarik karena permintaan warga juga belum ada kesepakatan mau dibangun dimana, tapi intinya puskesmas itu harus mudah diakses masyarakat," katanya.

Sementara ini pelayanan kepada masyarakat akan diberikan di tempat pengungsian dan dimungkinkan akan dibuat puskesmas kontainer di dekat relokasi. Ada 24 tempat relokasi tetapi sampai sekarang belum ada kesepakatan soal tempatnya.

Program 100 Hari

Mengenai program 100 Hari, Menkes menjelaskan pihaknya sudah menerbitkan surat keputusan bertanggal 12 November yang menugasi PT Askes mengelola program pemeliharaan kesehatan bagi rakyat miskin. Preminya Rp 5.000 per bulan, dibayar pemerintah untuk 36 juta penduduk miskin Indonesia.

Pencanangan program askes untuk masyarakat miskin akan dilakukan di Kupang awal Februari nanti. Sekalipun baru dimulai 1 Januari 2005, tetapi menurut menkes program ini sudah bisa dirasakan oleh sekitar 30 persen warga miskin dengan menunjukkan kartu askes atau kartu sehat.

Program ini secara perlahan akan berlaku untuk seluruh Indonesia dan menggantikan sistem asuransi kesehatan untuk keluarga miskin yang ada di 25 kabupaten di empat provinsi (DKI Jakarta, Jawa Timur, DI Yogyakarta dan Gorontalo) yang dikelola badan pelaksana.(TRI)

Post Date : 28 Januari 2005