Di Tengah Impitan Utang dan Pipa Bocor

Sumber:Kompas - 04 Mei 2007
Kategori:Air Minum
Perusahaan Daerah Air Minum atau PDAM Kota Semarang mengalami kerugian hingga Rp 21 miliar dalam kurun waktu dua tahun terakhir. Demikian hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan atas perusahaan daerah milik Pemerintah Kota Semarang itu untuk 2005 sampai Juni 2006.

Bukan itu saja, BPK juga menemukan adanya sejumlah persoalan akut yang telah menggerogoti kinerja perusahaan tersebut. Tak heran, BPK mengategorikan kinerja PDAM Kota Semarang dengan nilai "kurang". Sebenarnya temuan BPK tersebut bukan berita baru. Hampir semua PDAM di negeri ini juga mengalami hal yang sama. Kerugian nyaris selalu dialami perusahaan air bersih tersebut dari tahun ke tahun, bahkan makin besar.

Kebocoran air yang masih tinggi dan utang perusahaan yang mencapai Rp 380 miliar dinilai sebagai penyebab utama kerugian PDAM Kota Semarang. Hal ini ditambah lagi dengan minimnya investasi, kerja sama dengan pihak ketiga yang justru merugikan, dan banyaknya pelanggan yang menunggak rekening air minum (RAM).

Sebagaimana sebagian besar PDAM di daerah-daerah lain di Indonesia, utang PDAM Kota Semarang sebagian besar berasal dari skema utang yang pernah dikucurkan International Bank for Reconstruction dan Develepoment, Asian Development Bank, dan program rekening dana investasi (RDI). Utang-utang lunak itu hingga kini tak terbayar lunas. Bahkan, bunga berbunga.

Direktur Utama PDAM Kota Semarang Agus Sutyoso mengungkapkan, utang berbunga itulah yang mencekik keuangan PDAM sampai saat ini. Padahal, utang tersebut sebagian besar sudah terjadi sejak tahun 1990-an. Jangankan nilai utang pokoknya berkurang, yang terjadi adalah pembengkakan hingga berlipat.

"Dulu awalnya utang PDAM Kota Semarang ke IBRD Rp 143 miliar, kini menjadi Rp 360 miliar. Padahal, kami sudah berupaya untuk mengangsur, tetapi hanya mampu membayar bunganya. Akibatnya terus membengkak. Ini juga dialami PDAM yang lain," kata Agus.

Dari hasil audit BPK, tahun 2005 realisasi pendapatan, realisasi biaya PDAM Kota Semarang melampaui anggaran sebesar Rp 9.682.632.109 atau 10,09 persen. Ini disebabkan jumlah kenaikan harga bahan kimia, tarif dasar listrik, dan pembayaran bunga ke IBRD yang melebihi jumlah biaya-biaya yang dapat ditekan, seperti biaya penyusutan dan sumber air.

Untuk tahun 2006, bahkan, lebih menakjubkan. Realisasi biaya sampai bulan Juni saja kurang dari anggaran sampai sebesar Rp 76.413.572.553 atau 59,36 persen.

Kebocoran air menjadi persoalan yang juga nyaris tak pernah terselesaikan dari tahun ke tahun. Pipa-pipa air yang sebagian besar masih peninggalan zaman Belanda masih juga dipakai. Pipa-pipa instalasi itu umurnya rata-rata di atas 70 tahun. Padahal, idealnya, umur pipa tak boleh lebih dari 20 sampai 25 tahun. Tak heran, kebocoran air terjadi di mana-mana.

Sayangnya di tengah impitan semacam itu, banyak langkah kontraproduktif yang ditempuh PDAM Kota Semarang. Kerja sama pengelolaan Instalasi Pengelolaan Air (IPA) Gajah Mungkur (GM) dengan PT Tirta Gajah Mungkur (TGM) berpotensi merugikan PDAM.

Dalam perjanjian kerja sama itu, PDAM diwajibkan membeli air bersih dari Degremont sebagai pengelola IPA GM. Komposisinya, biaya tetap bulanan sebesar Rp 1.060.000.000 per bulan, serta biaya variabel (tarif penjualan air curah) sebesar Rp 455 meter kubik. Belakangan BPK menemukan bahwa identitas investor IPA GM tersebut tidak jelas. PDAM juga tidak mengikuti prosedur pengajuan izin kerja sama sesuai ketentuan.

Wali Kota Semarang Sukawi Sutarip mengaku belum menerima laporan dari BPK Perwakilan Yogyakarta itu. Namun, Sukawi siap melaksanakan saran dan masukan-masukan BPK, termasuk merombak manajemen. Oleh M Burhanudin



Post Date : 04 Mei 2007