DKI Sesalkan PP Sampah Belum Terbit

Sumber:Jurnal Nasional - 22 September 2010
Kategori:Sampah Jakarta

"Kan harusnya setelah UU itu dibuat, setahun kemudian sudah ada PP-nya. Ini sampai sekarang belum ada. Padahal kami sudah menyiapkan Perda-nya," kata Kepala Dinas Kebersihan DKI Jakarta, Eko Bharuna kepada Jurnal Nasional, Selasa (21/9) di Jakarta.

Pemerintah Provinsi DKI kini sedang menyosialisasikan penggunaan kantong plastik yang mudah terurai (biodegradable), sebagai pengganti plastik biasa yang ada di pasaran. Pemprov DKI pun akan menggandeng pasar swalayan modern di Jakarta untuk menerapkannya. Meski, kata dia, di pasar tradisional penggunaan kantong plastik jauh lebih besar.

Namun penerapan itu masih terganjal yaitu belum terbitnya PP tentang pengelolaan sampah. "Kalau kami buat terlebih dulu peraturan daerahnya kan bisa saja berbenturan dengan PP yang ada nantinya. Makanya saat ini kam masih menunggu PP-nya terbit dulu," ujar Eko.

Menurut dia, penerapan ini guna mengurai sampai plastik yang jumlahnya begitu banyak juga menjaga kualitas lingkungan hidup. Bayangkan tiap hari sampah plastik yang ada di Jakarta mencapai 500 ton dari 6.500 ton total sampah harian (organik dan anorganik). Kebanyakan sampah itu sulit diurai dan didaur-ulang, sehingga biaya pengolahan sampah menjadi mahal serta mengotori lingkungan.

Menanggapi rencana itu, menurut Eko, para pengusaha swalayan menyambut baik. Bahkan, lanjut dia, saat ini sudah ada 20 pasar swalayan modern yang mulai menerapkannya, di antaranya, Indomaret, Alfamart, Carrefour, Superindo, Apotik Century, dan Kemchick.

"Nantinya dalam perda itu juga diatur adanya insentif bagi pengusaha yang menerapkan kantong plastik yang mudah terurai itu," kata Eko. Ia berharap langkah seperti ini bisa diikuti oleh daerah-daerah sekitar seperti Bekasi, Depok, Tangerang dan lainnya.

Kampanye pembatasan penggunaan kantong plastik bagi ritel saat ini gencar dilakukan di berbagai negara di dunia, khususnya di negara-negara maju seperti di Amerika, Eropa, Australia, serta beberapa negara Asia seperti Singapura, Hong Kong, dan Taiwan serta China. Sayangnya, Indonesia belum turut serta di dalamnya.

Di Belanda, misalnya, hanya memerbolehkan toko ritel nonmakanan memberikan kantong plastik secara gratis, sedangkan toko ritel makanan harus mengenakan biaya ekstra bagi konsumen yang menginginkan kantong plastik. Bahkan, sejak 1994 Denmark menerapkan pajak kepada usaha ritel. Kemudian, di Taiwan tahun 2003, Belgia tahun 2007, dan terakhir tahun 2009, India ikut menerapkan pelarangan itu.

Seperti dikutip Antara (25/4), PT Lion Superindo pada 2008 melansir risetnya bahwa, dalam satu tahun pengunaan kantong plastik masyarakat di dunia adalah sebesar 500 juta hingga 1 miliar kantong. Bahkan, dibutuhkan 12 juta barel minyak dan 14 juta batang pohon per tahun sebagai bahan bakunya. Padahal kantong plastik membutuhkan 1.000 tahun untuk diurai di alam dan sekitar 450 tahun terurai bila berada di air. Di Indonesia, industri ritel menjadi sektor paling banyak menggunakan kantong plastik.

Bahkan, International Trade Administration (ITA) AS mencatat, Amerika Serikat impor kantong plastik belanja dari Indonesia naik sejak 2006 yaitu dari 1.592.965 unit senilai US$23.519.266, 2007 sebanyak 3.396.505 unit senilai US$42.249.578 dan 2008 menjadi 2.819.569 unit senilai US$37.772.433. Andi S Nugroho



Post Date : 22 September 2010