DPRD Harus Revisi Ketentuan Kenaikan Tarif Air Minum Otomatis

Sumber:Sinar Harapan - 06 Juli 2005
Kategori:Air Minum
JAKARTA - Sejak 1 Juli 2005, Pemda DKI Jakarta menaikkan tarif air PAM sebesar 9,49 persen. Kenaikan ini lebih besar dari usulan Badan Regulator PAM Jaya yang hanya 8 persen. Mitra swasta, PT Pam Lyonnise Jaya (Palyja) dan PT Thames Pam Jaya (TPJ) mengusulkan 16 persen. Padahal Januari 2005 sudah naik 8,16 persen.

Kenaikan tarif secara otomatis setiap enam bulan sampai tahun 2007 merupakan kesepakatan Pemda DKI Jakarta dengan DPRD DKI Jakarta periode lalu. Karena sudah ada dasar hukumnya, Pemda DKI Jakarta akan terus menaikkan tarif air setiap enam bulan atas dasar usulan mitra PDAM Jaya, PT Pam Lyonnnaise Jaya (Palyja) dan PT Thames Pam Jaya (TPJ).

Alasannya selalu sama, untuk bayar utang yang cukup banyak. Saat ini utang ke Departemen Keuangan sekitar Rp 1,7 triliun, utang swasta, biaya operasional dan pemasukan buat pendapatan asli daerah (PAD) DKI Jakarta serta perhitungan inflasi.

Tidak ada yang salah dengan alasan itu. Karena bagaimana pun semua pengeluaran harus ditutup dengan pemasukan yakni dari tarif air minum. Dan, sebagai perusahaan daerah mesti untung sehingga bisa berkembang dan terus melayani warga Jakarta akan kebutuhan air bersih. Tapi apa harus dengan menaikkan tarif air enam bulan sekali. Dan, apa sudah benar persoalan air minum yang begitu penting bagi manusia tidak perlu dibicarakan dengan DPRD?

Anggota Komisi D DPRD DKI Jakarta, Fathi R Sidiq pernah menegaskan, kenaikan tarif otomatis setiap enam bulan harus direvisi. Kenaikan semacam itu tidak memperhitungkan kepentingan rakyat karena tidak menyertakan rakyat dalam mempertimbangkannya.

Kenaikan tarif air minum secara otomatis meniadakan hak dan kepentingan rakyat dan lebih mengutamakan kepentingan investor. Apa yang dikemukakan Fathi bahwa harus revisi kesepakatan kenaikan tarif air otomatis adalah benar karena soal kenaikan tarif air bersentuhan langsung dengan kebutuhan rakyat.

Kemampuan rakyat harus diperhitungan dalam menaikkan tarif air minum dan bukan hanya kepentingan investor yang diperhatikan. Seharusnya, yang menjadi dasar pertimbangan kenaikan tarif selain investor, juga warga pelanggan air minum. DPRD harus diajak bicara dan pemda tidak boleh sewenang-sewenang menaikkan tarif setiap enam bulan sekali.

Aturan itu penting tapi lebih penting lagi adalah manusia. Aturan dibuat untuk manusia, aturan dibuat untuk kepentingan dan kesejahteraan manusia bukan sebaliknya menyengsarakan warga Jakarta.

Selama aturan itu hanya mendatangkan kesengsaraan warga, mengapa harus dipertahankan. Apalagi aturan itu benar-benar mengebiri hak rakyat sekaligus meniadakan kewenangan DPRD. Aturan yang hanya menyusahkan rakyat harus diganti dengan aturan yang manusiawi.

Harus Direvisi

Oleh karena itu tidak berlebihan bila dikatakan kenaikan tarif air minum secara otomatis setiap enam bulan harus direvisi. DPRD DKI Jakarta harus berani merevisi aturan kenaikan tarif air minum secara otomatis, apalagi itu adalah keputusan lalu yang belum tentu masih pas dengan kondisi ekonomi rakyat Jakarta saat ini.

Revisi soal kenaikan tarif air minum itu harus segera menjadi agenda DPRD DKI untuk dibahas bersama pemda. Apalagi kritik warga tentang pelayanan PAM yang seolah tidak digubris.

Pelayanan tetap buruk. Banyak pengaduan tentang pelayanan yang tidak beres, tidak ditanggapi sewajarnya. Bukan cuma air PAM mati, tapi juga karena air yang keluar kecil, bau dan keruh.

Warga dituntut membayar tepat waktu, tapi mendapatkan pelayanan yang baik masih jauh dari kenyataan. Bila lambat membayar, sanksinya sambungan pipa air langsung diputus. Rakyat benar-benar tidak berkutik dengan prilaku swasta selaku pengelola PDAM Jaya.

Lantas, apa sanksi yang diberikan kepada mitra swasta dalam hal ini PT Palyja dan PT TPJ, bila air yang mengalir kecil, tidak lancar, keruh, bau, dan sering mati. Tidak jelas sanksi hukumnya.Di sini tampak tidak adanya keadilan. Pengelola air menuntut warga memenuhi kewajiban membayar tagihan. Tapi rakyat tidak bisa menuntut bila pelayanan jelek. Tidak ada sanksi bagi mitra swasta.

Rakyat menderita, tapi eksekutif tampak lebih cenderung membela pengelola dengan begitu gampang menyetujui menaikkan tarif air minum. Dalam kaitan ini DPRD DKI harus segera bertindak demi rakyat. Jangan biarkan rakyat menderita hanya karena ada aturan yang pada hakikatnya memberatkan beban rakyat. DPRD DKI Jakarta harus berani merevisi aturan yang telah ada demi rakyat. (SH/andreas piatu)

Post Date : 06 Juli 2005