Gedung wajib punya fasilitas sampah

Sumber:Bisnis Indonesia - 04 September 2009
Kategori:Sampah Jakarta

JAKARTA: Seluruh gedung bertingkat dan kawasan khusus yang ada di Ibu Kota akan diwajibkan untuk memiliki fasilitas pengelolaan sampah sendiri.

Ketentuan baru itu akan dimasukkan dalam 11 peraturan daerah yang mengatur pengelolaan sampah di DKI. Ke-11 perda implementasi Undang-Undang No. 18/2008 tentang Pengelolaan Sampah itu ditargetkan berlaku efektif 2012.

Kepala Badan Pengendalian Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) DKI Peni Susanti mengatakan bersamaan dengan itu juga akan diatur kewajiban untuk menyediakan fasilitas pemilahan sampah secara mandiri yang harus dipenuhi oleh kalangan dunia usaha.

"Kewajiban ini berlaku bagi pengembang pengelola kawasan permukiman, kawasan komersial, industri, kawasan khusus, sebagai bagian dari fasilitas sosial dan fasilitas umum yang harus mereka penuhi," ujarnya di Jakarta, kemarin.

Peni menjelaskan dalam paket perda yang disusun bersama Dinas Kebersihan itu juga akan dirumuskan pola realisasi pengelolaan sampah yang lebih efisien. Pola itu diharapkan dapat menjadi acuan bagi semua stakeholder yang berkaitan dengan pengelolaan sampah di DKI.

Rumusan pola itu sendiri akan mengacu pada data dinas kebersihan DKI, yang menyebutkan produksi sampah di DKI per hari mencapai pada 2007 mencapai 6.000 ton terdiri atas 55% sampah organik dan 45% sampah anorganik.

Selain itu, juga dari aspek jenis sampah, yang terdiri atas sampah kertas sebanyak 20,57%, sampah plastik 13,25%, dan sisanya sampah lain-lain. Faktor lain yang juga menjadi pertimbangan adalah komposisi asal sampah. (lihat ilustrasi)

Ditemui terpisah, Sekretaris Daerah DKI Muhayat mengungkapkan draf paket perda itu saat ini masih disusun. "Begitu draf selesai, kami akan segera sosialisasikan rumusan perda ini ke berbagai kalangan, termasuk dunia usaha," ujarnya.

Dia menjelaskan penerbitan paket perda itu diharapkan dapat menjadi dasar pengaturan dan pengelolaan sampah di Ibu Kota yang masih banyak dikeluhkan, baik dari sisi kapasitas yang kurang maupun pemanfaatannya yang belum optimal.

Model 3R

Paket perda itu, lanjutnya, juga akan memprioritaskan penanganan sampah dengan model 3R yakni reduce, reuse, dan recycle. Pola ini diharapkan dapat memberikan nilai ekonomi pada sampah sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.

Model itu mendapatkan prioritas karena merupakan pola yang paling efektif diterapkan di Jakarta, dengan mengingat volume sampahnya yang akan semakin bertambah seiring dengan pertambahan penduduk dan perubahan pola konsumsi warganya.

"Bersamaan dengan itu, pengelolaan sampah ke depan juga akan diarahkan dengan kegiatan yang berteknologi tinggi yang juga berpotensi menyerap tenaga kerja, misalnya melalui kerja sama dengan pihak ketiga," katanya.

UU No.18/2008 tentang Pengelolaan Sampah mewajibkan seluruh pemerintah daerah untuk menerbitkan paket perda yang terdiri atas 11 perda. Paket perda tersebut harus diselesaikan dalam waktu 3 tahun sejak undang-undang itu diterbitkan.

Ke-11 perda itu adalah perda tata cara penggunaan dan hak pengelolaan sampah, perda tata cara pelaksanaan kewajiban pengelolaan sampah rumah tangga, perda tata cara memperoleh izin, perda tata cara izin usaha pengelolaan sampah, dan perda tata cara penanganan sampah.

Selain itu, perda pembiayaan pengelolaan sampah, perda pemberian kompensasi, perda bentuk dan tata cara peran masyarakat, perda larangan membuang sampah sembarangan, perda pengawasan pengelolaan sampah, dan perda penerapan sanksi administratif.

Wakil Ketua Komisi C DPRD DKI Priya Ramadhani (F-PG) menyatakan dewan menyambut positif dimulainya perumusan paket perda persampahan tersebut. Hanya, jangan sampai perda itu justru akan memberatkan warga, termasuk kalangan dunia usaha.

"Kami akan tegas menolak pembahasa rencana perda yang jika nanti diberlakukan justru dapat memberatkan warga, termasuk kalangan dunia usaha. Apalagi jika di dalam sejumlah perda itu nanti juga ada banyak macam retribusi," katanya.

Prya menjelaskan amanat UU No.18/2008 tentunya tidak dilaksanakan persis apa adanya dengan menyusun 11 perda tanpa mempertimbangkan skala prioritas dan efektivitas kebijakan itu sendiri, yang harus berpijak dari kondisi warga.

Apalagi, lanjutnya, sekarang ini warga dan kalangan dunia usaha masih berada dalam situasi ekonomi yang belum kondusif akibat dampak krisis keuangan global. "Janganlah warga itu dibebani dengan terlalu banyak retribusi yang harus dibayar," tegasnya. (Nurudin Abdullah)



Post Date : 04 September 2009