Harga Tanah BKT Belum Juga Disepakati

Sumber:Kompas - 08 Oktober 2004
Kategori:Umum
Jakarta, Kompas - Untuk kesekian kalinya, musyawarah mempersoalkan harga tanah yang terkena proyek banjir kanal timur (BKT) antara warga Kelurahan Pulo Gebang Jakarta Timur dengan tim pembebasan tanah Pemkot Jaktim dan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta, Kamis (7/10), kembali menemui jalan buntu. Masing-masing pihak bertahan dengan harga mereka tawarkan.

Musyawarah dengan warga di sepuluh kelurahan lain yang terkena proyek BKT di Jakarta Timur gagal pula mencapai kata sepakat. Hingga Oktober ini, dana pembebasan lahan belum satu rupiah pun dibayarkan.

Ratusan warga Pulo Gebang tetap meminta harga tanah Rp 1,5 sampai 2 juta per meter persegi jika pemerintah juga bertahan dengan harga sesuai nilai jual objek pajak. "Kalau pemerintah tidak menaikkan harga, kami pun tidak bisa menurunkan harga," kata Wahyudi, warga RW 03.

Syarifudin Anhar, warga RW 01 bahkan meminta Gubernur DKI Jakarta bisa mengeluarkan surat keputusan baru perihal harga tanah BKT yang lebih manusiawi. "Tolong perhitungkan juga penggantian bangunan, harga semen yang terus naik. Mengapa harga selalu mentok sesuai NJOP," katanya.

Warga lain, Nyoman Oka, meminta dipertimbangkan dampak psikologis warga yang gelisah dan tertekan karena harus digusur.

"Sebenarnya kami bahkan tidak mau menjual tanah. Ini malah dipaksa mau dibeli murah," kata Robert Marbun, warga RW 08.

Harga tanah di Kelurahan Pulo Gebang yang sesuai NJOP dinilai terlalu rendah, bervariasi antara Rp 394.000 sampai 702.000 per meter persegi. "Masak kami disuruh pindah ke Cikarang atau Tambun," kata Oka.

Pengguna Anggaran Rincian Cabang Proyek BKT Dinas PU DKI Jakarta Budiadi mengatakan, pihaknya memang masih bertahan dengan harga NJOP. Itulah mengapa belum seorang warga pun di sebelas kelurahan di Jakarta Timur bersedia diganti rugi. Dari anggaran pembebasan tanah BKT tahun 2004 senilai Rp 150 miliar, hingga kini baru terpakai sekitar Rp 27 miliar untuk mengganti rugi warga di Kelurahan Rorotan dan Marunda Jakarta Utara.

Bermasalah

Pembebasan tanah proyek BKT terkesan semakin lamban karena adanya tanah yang bermasalah seperti di Kelurahan Ujung Menteng Jaktim. Tanah seluas 1,6 hektar milik Denawati, Hartuti, dan Trimurti Adnan ternyata juga diakui orang lain.

Menurut Azhar Adnan, adik kandung Denawati, Hartuti, dan Trimurti, ketiga kakaknya masih memegang bukti kepemilikan berupa girik. Ayahnya membeli tanah itu pada tahun 1959.

"Uniknya, ada orang lain yang mempunyai sertifikat seluas 1,6 hektar persis di atas tanah milik tiga kakak saya. Lucunya, sertifikat itu terbit bulan Oktober 2003 lalu. Bahkan, ada pihak lain lagi yang juga mempunyai bukti kepemilikan berupa girik dan diakui oleh 26 orang ahli warisnya," papar Azhar Adnan yang juga Kepala Humas Pemkot Jakarta Timur dan mantan Abang Jakarta tahun 1978 itu.

Untuk meluruskan masalah kepemilikan tanah itu, Azhar berencana menempuh jalur hukum dengan menggugat Kepala Badan Pertanahan Nasional Jaktim ke pengadilan.

Sebelumnya, mencuat pula status tanah yang belum jelas di Kelurahan Cakung Timur. Tanah itu disinyalir bukan dimiliki perorangan melainkan tanah fasilitas umum/fasilitas sosial Pemprov DKI Jakarta. Sampai sekarang pun, persoalan tanah di Cakung Timur masih "menggantung".

Warga menyesalkan lambannya pemerintah menyelesaikan masalah pembebasan tanah dan membayar ganti rugi. "Tolong pikirkan pula dampak psikologis kami. Kalau memang masih bertahan dengan NJOP, tidak perlu lagi kami diundang musyawarah dan hanya untuk memenuhi prosedur. Itu akan percuma saja," kata Syarifudin Anhar. (IVV)

Post Date : 08 Oktober 2004