Harus Bersama Menanggulanginya

Sumber:Kompas - 20 Februari 2006
Kategori:Banjir di Jakarta
Banjir kiriman. Meski tidak tepat penggunaannya, kata itu selalu diujarkan apabila wilayah Jakarta, Bekasi, dan Tangerang tiba-tiba banjir ketika di wilayah bersangkutan justru sedang panas terik alias tidak hujan.

Yang dipersalahkan pun jelas. Kawasan resapan di Kabupaten Bogor, dari Puncak hingga Cileungsi dan Cikeas di Kabupaten Bogor. Benarkah Bogor satu-satunya yang harus dipersalahkan?

Memang hampir semua sungai besar yang melintasi wilayah Jakarta dan Bekasi serta daerah di utara lainnya berhulu di Bogor.

Deretan gunung dengan ketinggian di atas 1.500 meter, yang membentengi Bogor di bagian selatan, seperti Gunung Salak, Gunung Lemo, Gunung Talaga, atau Gunung Megamendung, merupakan sumber mata air bagi sejumlah sungai, yang alirannya memanjang hingga ke Teluk Jakarta atau Laut Jawa.

Dapat dibayangkan apabila jutaan meter kubik air dari sungai-sungai di Bogor dialirkan tanpa dibendung, Jakarta dan dataran rendah di wilayah utara akan tenggelam. Dengan dibatasi debitnya di sejumlah pintu bendungan, beberapa daerah rendah di wilayah utara masih juga kebanjiran.

Bertepatan dengan perayaan Hari Kasih Sayang, Selasa (14/2) lalu, sejumlah kompleks perumahan di Kecamatan Jatiasih di Kota Bekasi kebanjiran, termasuk di antaranya Villa Nusa Indah. Kompleks ini masuk wilayah Kecamatan Gunung Putri, Kabupaten Bogor, tetapi berbatasan langsung dengan Pondok Gede Permai di Kota Bekasi.

Penyebab banjir di saat Bekasi terang benderang itu adalah meluapnya Kali Bekasi. Kalau ditelusuri, Kali Bekasi merupakan gabungan dari Sungai Cikeas dan Sungai Cileungsi yang keduanya berhulu di Bogor.

Kali Bekasi membentang mulai dari Pondok Gede Permai, mengalir sampai ke Bendung Bekasi, dan bertemu Sungai CBL (Cibitung Bekasi Laut; oleh warga setempat disebut Cibeel).

Ihwal meluapnya Kali Bekasi, sebenarnya bukanlah yang pertama. Ke depan, tampaknya kali ini akan semakin sering meluap dan menjadi bencana bagi warga yang bermukim di sisi kanan-kirinya.

Seperti dikatakan Kepala Proyek Pengembangan Wilayah Sungai Ciliwung-Cisadane Pitoyo Subandrio, banjir sebenarnya bisa tidak menjadi masalah jika yang digenangi tidak berkaitan dengan manusia. Persoalannya, di sisi kanan-kiri Kali Bekasi sekarang sudah penuh dengan kompleks perumahan. Akibatnya, banjir dari luapan Kali Bekasi akan selalu menjadi masalah. Apalagi kalau dikaitkan dengan kondisi lingkungan di sepanjang daerah aliran Sungai Cileungsi dan Cikeas yang juga sudah berubah menjadi kawasan permukiman.

Sungai Cikeas, misalnya, berhulu di Cipayung, Puncak, dan melintas ke Cibinong menyusur Tol Jagorawi. Sementara Sungai Cileungsi berhulu di Citeureup lewat Gunung Putri.

Bukit Sentul adalah daerah resapan bagi aliran sungai Cileungsi. Setelah lahan Bukit Sentul dibuka, aliran sungai ini semakin deras karena saat hujan turun, airnya langsung ke sungai, ujar Sofyan Tauri, anggota DPRD Kabupaten Bogor, ketika ditemui pada Rabu pekan lalu.

Sekitar 16 tahun lalu, katanya, kawasan Bukit Sentul masih berupa lahan perkebunan. Namun, sekarang kawasan itu telah berubah menjadi kawasan permukiman.

Saat ini, kawasan perbatasan Jakarta-Bekasi-Bogor di sekitarnya sudah berkembang demikian pesat. Puluhan pengembang menyulap daerah tangkapan dan resapan air itu, menyulap kawasan yang mereka sebut dengan kawasan Cibubur menjadi kota baru.

Kondisi serupa terjadi di kawasan wisata Puncak. Belum lagi menyusutnya luas situ yang berfungsi menampung air hujan.

Peralihan fungsi lahan ini berpengaruh terhadap lingkungan sekitarnya, salah satunya ancaman longsor dan juga banjir.

Bencana longsor yang dialami warga Desa Gunung Putri, Kecamatan Gunung Putri, pada akhir Januari dan kembali berulang pada Selasa lalu menyebabkan sedikitnya warga di dua dusun, yang berada di tepian Sungai Cileungsi, harus direlokasi.

Mereka yang dipindahkan berasal dari dua dusun yang berada di bantaran Sungai Cileungsi. Umumnya, tanah di bantaran sungai tersebut adalah tanah merah, mudah digerus aliran sungai, kata Miming Saimin, Sekretaris Desa Gunung Putri.

Begitu pula di Desa Hambalang, yang merupakan daerah tertinggi di wilayah Kecamatan Citeureup. Bencana longsor juga menjadi ancaman bagi 9.000 lebih warga desa yang berdiam di ketinggian 450 meter.

Camat Citeureup H Zainal Syarifudin mengatakan, Desa Hambalang dijadikan kawasan konservasi karena merupakan daerah hulu sungai dan juga kawasan resapan. Di desa itu, pihak kecamatan mencanangkan program rehabilitasi lahan kritis.

Tahap pertama, kami mencoba menghijaukan kembali sekitar 150 hektar lahan kritis di Desa Hambalang. Upaya ini kami harapkan dapat dukungan, baik dari DKI atau pemerintah daerah lain, ujar Zainal.

Memang upaya mencegah atau setidaknya mengurangi bencana banjir perlu mendapat dukungan dari daerah hilir, seperti Jakarta dan Bekasi. Sebab, kerusakan daya dukung alam di hulu akan berakibat fatal bagi daerah hilir.

Dalam bahasa politik, anggota DPRD Kabupaten Bekasi Sofyan Tauri menyatakan, Bogor selama ini hanya dibebani kewajiban menjaga daerah resapan air, tetapi tidak memperoleh dukungan secara nyata dari daerah hilirnya. Padahal, rakyat Bogor kan juga berhak menikmati pembangunan.Cokorda Yudistira

Post Date : 20 Februari 2006