Hobi Ramah Lingkungan yang Menguntungkan

Sumber:Majalah Tzu Chi - 01 Agustus 2010
Kategori:Sampah Jakarta

Kreativitas masyarakat memang tak pernah redup ditelan zaman. Dengan semakin merebaknya informasi tentang pemanasan global, orang-orang kreatif pun berlomba-lomba mencari inovasi untuk memanfaatkan barang-barang bekas agar menjadi barang yang bernilai dan layak dipakai kembali.

Abdul Rojak, seorang yang aktif dalam bidang kemasyarakatan ini punya hobi unik mengumpulkan barang-barang elektronik yang sudah rusak. Mulai dari mesin cuci, televisi, tape, pendingin ruangan, oven, penanak nasi, dan barang elektronik lain dikumpulkannya. Maka jangan heran kalau seisi rumahnya banyak terdapat barang-barang bekas. Berbeda dengan orang-orang pada umumnya Rojak yang lulusan STM listrik ini sangat hobi mengutak¬atik berbagai jenis barang khususnya elektronik yang ia dapatkan. Sejak dulu Rojak memang sudah hobi mengumpulkan barang-barang yang sudah dibuang tak bertuan.

Iseng yang Mendatangkan Uang

"Awalnya saya sering nongkrong di Stasiun Senen tepatnya di Pasar Poncol. Di pasar itu banyak orang menjual barang-barang bekas yang masih layak tapi rusak. Dari situ saya sering menemukan barang-barang yang tadinya rusak, setelah saya perbaiki lalu saya pakai sendiri untuk kebutuhan keseharian saya. Dari situlah teman dari mulut ke mulut mulai ada yang mau membeli barang yang sudah saya perbaiki. Dari situ juga saya mulai senang berburu mengumpulkan barang-barang bekas ini," ungkap Rojak.

Barang bekas yang Rojak beli, rata-rata dalam keadaan rusak dan sudah tentu harganya sangat murah. Butuh ketelitian dan pemahaman akan barang tersebut untuk mengetahui apakah masih bisa diperbaiki atau tidak. Barang itu Rojak perbaiki lagi sesuai dengan kemampuannya, meski terkadang ia harus memanggil seorang kawannya yang ahli elektronik tentu dengan membayar senilai "harga teman".

Dari situ Rojak belajar memperbaiki barang elektronik, walau ada juga barang yang terlanjur dibelinya ternyata sudah sangat rusak hingga tidak dapat diperbaiki lagi. Tetapi barang yang dapat diperbaikinya bisa pula mendatangkan keuntungan yang lumayan untuk mengisi kantong. Saat itu motifnya hanya cari duit semata, belum mengerti tentang lingkungan.

Baru beberapa tahun terakhir, Rojak yang berlatar belakang STM listrik ini memahami tentang peduli lingkungan dan lebih menyadari bahwa limbah barang elektronik sangat berbahaya bagi lingkungan. Merujuk PP No. 18 Tahun 1990 jo PP No. 85/1999 tentang pengolahan limbah B3, maka sampah elektronik mengandung sekitar 1.000 material, sebagian dikategorikan bahan beracun dan berbahaya (B3) seperti logam berat (merkuri, timbal, kromium, cadmium, arsenic, dan sebagainya). Maka Rojak lebih antusias lagi berburu barang-barang elektronik, kini dengan motif untuk menyelamatkan bumi. "Saya punya prinsip, selama barang itu bisa dimanfaatkan lagi jangan jadi sampah dulu," tegas Rojak.

Menyulap Barang Bernilai Nol

Dengan pengaruh gaya hidup konsumtif sekarang ini, banyak orang menghabiskan uangnya untuk membeli barang-barang yang tidak sesuai kebutuhan, yang pada akhirnya barang tersebut dibuang begitu saja. Di sinilah peran pehobi barang bekas seperti yang dilakukan oleh Rojak sangat membantu. Rojak mencontohkan barang yang sebenarnya masih bisa digunakan namun sudah ditinggalkan sejalan dengan berkembangnya teknologi, seperti radio tape recorder yang menggunakan pita kaset. Di ibukota seperti Jakarta ini, pita kaset sudah sangat jarang digunakan. Masyarakat pada umumnya sudah menggunakan compact disc, atau dalam bentuk MP3 atau MP4. Akan tetapi di daerah, radio tape ini masih sangat diminati apalagi untuk masyarakat menengah ke bawah.

Saat membeli biasanya Rojak memborong 2 sampai 3 item barang sekaligus. Umpamanya 3 item itu dihargai Rp 30.000 yang terdiri dari satu buah tape deck rusak total, satu buah senter besar menggunakan aki kering yang rusak total, dan satu buah lagi pengeras suara (speaker) yang entah berfungsi atau tidak. Sebenarnya Rojak hanya tertarik pada tape deck itu, sedangkan 2 barang lainnya dia anggap tidak ada nilai harganya, atau nol. Dianggapnya ini adalah pembelian tape deck seharga Rp 30.000 dengan bonus sebuah senter besar yang rusak dan sepasang speaker. Ternyata, setelah diutak-atik, senter dan speaker itu bisa digunakan lagi. Inilah yang bagi Rojak kedua barang yang harganya nol ternyata masih bisa digunakan kembali. "Seperti mini compo ini, saya beli dengan harga Rp 20.000, dalam keadaan mati total. Setelah saya perbaiki ternyata radio dan equalizer-nya masih dapat berfungsi. Mini compo ini masih bisa dinikmati oleh satpam yang jaga malam. Saya tidak rugi karena barang itu harganya 'nol', karena saya waktu me belinya sekaligus beberapa item," jelas Rojak mencontohkan.

Barang-barang yang bernilai nol ini terkadang ia berikan secara cuma-cuma bagi orang yang sangat membutuhkannya, seperti setrika pakaian, kipas angin, atau apapun. Selagi orang itu sangat membutuhkan Rojak tanpa ragu akan memberinya. Rojak biasanya berburu barang di pasar loakan seperti Pasar Poncol, di Pluit blok Selatan, dan kompleks Pluit blok 2. "Saya kalau beli barang khusus yang rusak, alasannya karena harganya pasti murah. Pedagang barang bekas ini kalau barang bekasnya tidak laku terjual, maka akan dihancurkan, dikiloin atau dijadiin sampah yang tidak ada harganya. Barang elektronik ini pemusnahannya sangat susah. Apalagi kalau dibakar, asapnya sangat berbahaya bagi tubuh," ungkapnya. Dari hasil berburu barang bekas, 90% barang yang rusak dapat dimanfaat¬kannya kembali, sedangkan hanya 10% saja yang gagal.

Menahan Laju Timbulnya Sampah

Tidak hanya barang bekas elektronik, barang pecah belah juga mulai Rojak kumpulkan karena barang ini juga sangat susah diurai oleh tanah, seperti gelas kaca bermotif dan gelas-gelas keramik. Orang-orang zaman sekarang sering sekali berganti-ganti barang. Jika ada yang baru dibeli, model yang lama langsung dibuang, walaupun sebenarnya fungsinya sama. Contohnya gelas, fungsinya hanya untuk minum, tapi kalau ada gelas yang model dan motifnya baru, gelas yang lama dibuang. Padahal tetap saja gelas yang baru ini fungsinya hanya untuk minum.

Segala barang yang bisa dimanfaatkan dan ia tahu bagaimana memanfaatkannya pasti akan dibeli Rojak. la bahkan mengambil dari beberapa kota, antara lain Jakarta, Solo, Semarang, Salatiga, dan Yogyakarta. Untuk itu Rojak melibatkan saudaranya yang berada di Solo. Cara pembeliannya pun tidak selalu dengan hukum "ada uang ada barang" atau sebaliknya. "Pengepul barang-barang bekas ini belum ada wadahnya, jadi selama ini hanya dari pertemanan dan saling percaya saja," jelas Rojak.

Hobi Rojak ini sudah dijalankan sejak tahun 2005. Sejak ia mengerti arti penyelamatan lingkungan, kini selain hobi ia ikut membantu memperkecil barang-¬barang terbuang yang masih bisa dimanfaatkan lagi. Pengembangan industri elektronik yang sangat cepat akan mengakibatkan terjadinya bencana. Masyarakat ( terkadang mengalami kesulitan untuk membuang barang-barang elektronik ini, karena tidak semua tukang servis atau pemulung mau menerima rongsokan yang sudah kadaluarsa dan sudah tidak ada lagi pasarnya. Setiap barang tetap memiliki nilai usia, namun sebagian manusia memiliki nafsu keinginan yang besar dan cenderung konsumtif yang mengakibatkan menjamurnya perindustrian. Efeknya adalah semakin cepat dan meningkatnya pencemaran limbah. Hal terpenting adalah manusia perlu diajak untuk menahan nafsu keinginan dan tahu secara sadar arti dari berpuas diri. Kita harus menghargai usia barang yang kita beli, barang apapun yang kita gunakan sehari-hari bila kita menghargainya tentu barang tersebut tidak akan menjadi sampah. Anand Yahya



Post Date : 01 Agustus 2010