Indonesia Alami Kemunduran, Dalam Pembangunan Manusianya

Sumber:Kompas - 15 Maret 2005
Kategori:MDG
Jakarta, Kompas - Tingkat kemiskinan di Indonesia saat ini setara dengan kondisi 15 tahun lalu. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, jumlah penduduk miskin pada tahun 2004 sebesar 36,1 juta orang atau 16,6 persen dari seluruh penduduk Indonesia.

Tingkat kemiskinan dan pengangguran di Indonesia masih paling tinggi di antara negara-negara ASEAN. Demikian pula dalam Indeks Pembangunan Manusia (Human Development Index), Indonesia masih menempati peringkat 111 dari 175 negara di dunia. Posisi itu jauh di bawah negara tetangga, seperti Malaysia (76) dan Filipina (98).

"Itu menunjukkan begitu besar kemunduran yang dialami bangsa dan negara Indonesia dalam pembangunan manusia. Saatnya kita berpikir ulang secara komprehensif dan strategis untuk memperbaiki kesalahan dan cara-cara kita pada masa lalu dalam membangun," kata Menteri Koordinator Bidang Kesejahteraan Rakyat Alwi Shihab, Senin (14/3) di Jakarta.

Alwi memaparkan hal itu di hadapan peserta Lokakarya Pengembangan Strategi Penanggulangan Kemiskinan Daerah (SPKD) dan Pencapaian Millennium Development Goals (MDGs) di Provinsi Pascakonflik. Lokakarya diikuti peserta dari lima provinsi, yakni Nanggroe Aceh Darussalam, Sulawesi Tengah, Maluku, Maluku Utara, dan Papua.

Data Bank Dunia menunjukkan, pada tahun 2002 diperkirakan sekitar 7,4 persen penduduk Indonesia berpendapatan 1 dollar AS per hari. Jika menggunakan garis kemiskinan jumlah penduduk yang berpendapatan 2 dollar AS per hari, angka kemiskinan di Indonesia menjadi 53,4 persen.

"Data itu menunjukkan begitu banyak penduduk Indonesia yang masih hidup dalam kondisi yang sangat rentan. Mereka itu dapat jatuh ke dalam kelompok sangat miskin jika terjadi sedikit saja gejolak sosial-ekonomi," ujar Alwi.

Duta Besar Khusus Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk MDGs di Asia Pasifik, Erna Witoelar, mengemukakan bahwa konflik horizontal di suatu daerah menyulitkan pencapaian MDGs, dan sebaliknya MDGs yang tidak tercapai memberi peluang terjadinya konflik. "Pencapaian MDGs dapat merupakan instrumen untuk mencegah timbulnya kembali konflik dan kekerasan. Bagaimanapun, akar masalah konflik tetap saja terkait dengan masalah kemiskinan, kesehatan, ekonomi, pendidikan, dan sebagainya," tutur Erna.

Senada dengan Erna, Alwi mengatakan bahwa daerah- daerah konflik memberi kontribusi yang besar terhadap tingginya angka kemiskinan nasional. Di kelima provinsi itu, masalah kemiskinan dan kualitas sumber daya manusia sangat dipengaruhi oleh timbulnya masalah pengungsi, kerusakan prasarana dan sarana yang menyebabkan menurunnya akses terhadap pelayanan kesehatan, pendidikan, air bersih, dan sanitasi lingkungan yang sehat. Di samping itu, juga mengalami masalah terhambatnya distribusi barang, kegiatan pemasaran, dan kegiatan ekonomi lainnya, serta berkurangnya rasa aman yang dapat memengaruhi dinamika kehidupan masyarakat pada umumnya.

Oleh karena itu, menurut Erna, penanganan akar masalah konflik harus secara komprehensif dengan membangun konsensus bersama, melalui partisipasi seluruh pelaku, serta menciptakan dan menguatkan ruang untuk dialog. Penguatan lembaga-lembaga mediasi, seperti tokoh adat, supremasi hukum, dan mekanisme penyelesaian konflik lainnya, sangat penting menunjang pembangunan pascakonflik.

Selain itu, kata Erna, tata pemerintahan yang baik dan pencegahan korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) penting dilakukan untuk menanggulangi kebocoran pembiayaan pencapaian MDGs dan penanggulangan konflik.

Pendanaan MDGs

Duta Besar/Deputi Wakil Tetap Indonesia pada PBB, Adiyatwidi Adiwoso Asmady, pada kesempatan yang sama menjelaskan bahwa tercapainya MDGs di negara berkembang terkait erat dengan pendanaan yang diterima dari negara maju dan masyarakat internasional. Namun, hingga saat ini terdapat berbagai hambatan dalam pengadaan pendanaan tersebut, khususnya dari negara maju.

"Menurut perkiraan PBB dan Bank Dunia, diperlukan dana sebesar 50 miliar dollar AS per tahun untuk mencapai MDGs," ujar Adiyatwidi.

Selama ini, yang jadi sumber utama pendanaan pembangunan, khususnya pencapaian MDGs, adalah Official Development Assistance (ODA). Pada saat yang sama, negara donor mengalami "donor fatigue" dan Amerika Serikat telah menegaskan tidak akan meningkatkan ODA-nya. (LAM)

Post Date : 15 Maret 2005